Festival Permainan Tradisional Anak tahun 2017

Riuh dan penuh kegembiraan, itulah suasana yang dapat kita rasakan tatkala gelaran Festival Permainan Tradisional Anak tahun 2017 kemarin, di lapangan Blang Padang eks. lapangan Gajah Kota Banda Aceh. Panitia disibukkan dengan segala urusan demi kelancaran acara, para juripun fokus kepada para siswa yang sedang berlomba agar terhindar dari komplain para guru pendamping yang tak kalah heboh dibandingkan dengan siswanya. Para siswa yang sedang berlomba tak mau kalah fokus dengan para juri, bagaimana caranya bisa tampil dengan maksimal demi nama baik gugus. Adapun yang sedang menunggu giliran disibukkan dengan urusan teriak-teriak, semacam tim hore begitu, dan sisanya lagi asik dengan tukang bakso bakar dan penjaja es krim.

Berbeda dari gelaran FPTA tahun-tahun sebelumnya, kali ini lebih banyak media yang turut meliput jalannya festival, lokal maupun nasional. Sebut saja beberapa media lokal seperti Serambi News dan RRI Aceh, juga Kompas.TV dan Metro TV yang merupakan media nasional. Masih ada awak media lainnya sampai blogger pun ada yang meliput.

FPTA tahun 2017
Festival Permainan Tradisional Anak tahun 2017.

Sejak tadi pagi hingga sekarang, menurut pengamatan admin, liputan tentang FPTA 2017 ini telah banyak yang terbit. Pun foto-foto seputar FPTA, banyak dan bagus-bagus. Akan tetapi ada satu hal yang mungkin belum terlihat oleh kawan-kawan, bisa jadi karena riuh dan kegembiraan yang admin gambarkan sebelumnya. Atau bisa juga karena besarnya total hadiah yang disiapkan oleh BPNB Aceh sebagai penyelenggara.

Selama gelaran FPTA 2017 ini admin menyempatkan keliling-keliling lapangan, sebelum terjun ketugas utama sebagai salah satu wasit pada permainan terompah panjang. Melihat sudut-sudut yang asik buat diabadikan lewat perangkat kamera yang ada pada smartphone admin. Ada beberapa sudut yang admin dapatkan.

Ahmed dan Jhonsen

Pada gelaran Festival Permainan Tradisional Anak tahun 2017, ada pemandangan tak biasa yang didapatkan pada gelaran FPTA tahun-tahun sebelumnya. Pandangan admin tertuju kepada dua sosok siswa yang tak biasa menurut admin. Ahmed dan Jhonsen.

Peserta FPTA 2017 yang berkewarganegaraan Turki.
Ahmed Said (kedua dari kanan) siswa Pasiad Bilingual Boarding Shool Banda Aceh yang merupakan siswa asal Turki.

Ahmed Said yang merupakan siswa dariĀ Pasiad Bilingual Boarding School. Ketertarikan admin bukan pada sekolahnya, akan tetapi kepada personalnya. Ahmed merupakan seorang siswa berkebangsaan dan berkewarganegaraan Turki. Perbedaan bahasa dan budaya tidak menghalangi Ahmed turut berlomba pada permainan cabang terompah panjang. Dengan aksen yang lucu Ahmed menyampaikan bahwa ia senang bisa terlibat dalam perlombaan ini dan yakin akan menang, walau pada akhirnya tim mereka kalah. Paling tidak kelak pada saat Ahmed kembali ke negaranya ia bisa menceritakan tentang permainan tradisional yang ada di Indonesia.

Jhonsen peserta FPTA 2017.
Jhonsen Leonardi dengan nomor dada 05, siswa SD Karya Budi Banda Aceh, saat berlomba pada cabang permainan hadang.

Begitu juga dengan Jhonsen Leonardi, siswa SD Karya Budi Banda Aceh. Jhonsen yang merupakan siswa keturunan Tionghoa kelahiran Kota Banda Aceh tidak kalah semangat dengan Ahmed, tidak merasa ada batas dengan teman-temannya yang beragam. Ini telah mematahkan apa yang selama ini kita ketahui, tertutupnya warga etnis Tionghoa dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Semangat dan kerja sama tim yang ditunjukkan Jhonsen telah mematahkan stigma selama ini. Admin menyempatkan bertanya beberapa hal kepada Jhonsen, dan lagi-lagi stigma itu tidak terlihat dari seorang Jhonsen, dia yakin timnya yang beragam pasti menang, dan betul saja timnya menang pada babak penyisihan pertama. Admin masih ingat ekspresinya pada saat berteriak “pasti menang!”

Pada saat berbicara tentang pelestarian nilai-nilai budaya, bukan perkara mudah. Tidak semudah hitungan satu ditambah satu, hasilnya pasti dan jelas adalah dua. Kebudayaan itu dinamis dan bisa merubah nilai-nilai yang terkandung didalamnya, nilai-nilai yang tak kasat mata dan tak bisa kita raba, dan ini merupakan tugas bersama agar nilai-nilai itu tetap bisa kita pertahankan. Dibutuhkan kesabaran, waktu, dan modal yang tidak sedikit. Dan insyaAllah BPNB Aceh akan tetap berada pada jalur ini, walau ada yang menuntut sebuah hasil pencapaian nyata. Pasti ada, walau tidak hari ini akan tetapi pada sepuluh atau dua puluh tahun kedepan bahkan mungkin lebih baru kita bisa merasakan walau tanpa harus melihat dan meraba.

šŸ™‚