TARI LIKOK PULO DARI PULO ACEH

0
6206

Tari Likok Pulo merupakan salah satu tari tradisional Aceh yang berkembang dalam masyarakat Aceh, khususnya masyarakat Pulo Aceh di kawasan Aceh Besar. Tari ini merupakan satu-satunya tari tradisional yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Tari Likok Pulo dalam kenyataannya mempunyai unsur-unsur ajaran agama Islam yang harus dilestarikan. Secara spesifik, Tari Likok Pulo berasal dari Pulo Aceh tepatnya di Pulau Beras, selatan Kampung Ulee Paya, kemungkinan Pulo Beras Selatan Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar.

Masyarakat setempat meyakini bahwa tari ini diperkenalkan oleh seorang ulama dari Arab yang terdampar di Pulo Aceh bernama Syeikh Ahmad Badron. Melihat kepandaian dan kegemaran msayarakat terhadap permainan rapai, maka Syeikh tersebut memanfaatkan kondisi tersebut untuk berdakwah. Setelah memperhatikan cara permainan rapai yang penuh dengar likok (gerakan bergoyang dalam posisi duduk), maka disebutlah tari ini sebagai Tari Likok. Dan karena asalnya dari Pulo Aceh maka nama tersebut menjadi Tari Likok Pulo Aceh.

Penampilan Tari Likok Pulo dapat dilakuan tanpa dan dalam bentuk bertanding. Penyajian tanpa tanding biasanya diadakan sebagai hiburan pada upacara pernikahan, penyambutan tamu, resepsi kenegaraan dan sejenisnya. Sementara ketika dipertandingkan, penampilan tarindilakukan oleh empat grup yang masing-masing mewakili satu kampung. Ragam gerak pada tari ini diantaranya: (1) Saleum, (2) Malaleho, (3) Alif, (4) Ham meupateh haba angen, (5) Syeh Ahmad Badron , (6) Heu Allah, (7) Seulaweut, (8) Boh Likok, (9) Narit Peuingat, (10) Takoh Bak Jok, (11) Tutui dan (12) Saleum penutup. Pada gerakan Boh Likok penari menggunakan boh likok berbentuk bulat yang dapat diketuk-ketukan pada lantai maupun dada penari.

Tari Likok Pulo bukanlah tari yang dalam penciptaannya dilakukan sebatas pada keindahan, namun juga pada simbol-simbol dengan makna kearifan dan karakter, masyarakat yang kuat, diantaranya simbol keagamaan, gotong royong, kebersamaan dan kesadaran hidup bermasyarakat. Oleh karenanya tari ini tidak hanya berfungsi sebagai media dakwah, tetapi juga sebagai media hiburan, pendidikan- utamanya pendidikan karakter – dan media komunikasi. Saat ini, perhatian masyarakat pada tari Likok Pulo cukup baik mengingat pada kesempatan-kesempatan yang berkaitan dengan seni dan kebudayaan, tari ini sering ditampilkan. Namun sayang, tari Likok Pulo yang ditampilkan justru berbeda dengan tari Likok Pulo yang ada di pulau asalnya, Pulo Aceh. Yang paling mencolok adalah tidak digunakannya boh likok sebagai bagian dari properti penampilan dan terdapat banyak perbedaan ragam gerak yang muncul atas nama kreasi dan pelestarian. Dengan demikian, perlu upaya penyelamatan tari Likok Pulo sebagai seni yang hampir punah untuk dilestarikan bentuk aslinya.

Artikel: Nurmila Khaira

Foto: acehherald.com