Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (BPNB Aceh) menggelar Kemah Kerja Budaya (KKB) di Toweren, Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah. Sebanyak 60 Peserta dari berbagai komunitas dan kampus yang ada di Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara ikut serta dalam kegiatan ini. Kali ini KKB mengusung tema Mukalé Kintembuni (rindu kampung halaman). Kegiatan ini berlangsung sejak tanggal 31 Juli – 04 Agustus 2018, dan peserta tinggal di rumah penduduk setempat untuk mendapatkan pengalaman belajar kebudayaan Gayo secara langsung.
Acara pembukaan dilaksanakan pada hari selasa, 31 Juli 2018 di gedung Pendari komplek perkantoran Bupati Aceh Tengah. Wakil Bupati Aceh Tengah, H. Firdaus SKM, menyampaikan sambutan sekaligus membuka acara secara resmi. Termasuk dalam rangkaian acara penyerahan peserta dari BPNB Aceh kepada Camat Lut Tawar. Di penghujung acara, peserta dihibur dengan penampilan kesenian Gayo yaitu Tari Guel dari sanggar Kuta Dance Teater.
Selanjutnya peserta berangkat dengan Bus ke Toweren. Di sana mereka disebar ke empat kampung di lokasi tersebut yaitu kampung Owaq Toweren, Toweren Uken, Toweren Antara dan Toweren Toa untuk tinggal bersama keluarga semangnya. Toweren sendiri dipilih sebagai tempat berlangsungnya KKB karena masih memegang teguh adat dan budaya Gayo. Mayoritas matapencaharian masyarakatnya adalah bertani, berkebun, dan budi daya ikan tawar sehingga cocok bagi peserta untuk mengikuti aktivitas sembari menghayati kehidupan masyarakat sekitar.
Di hari berikutnya, peserta dibekali dengan materi dan diskusi budaya dengan menghadirkan narasumber yang membahas tentang budaya, sastra, dan sosial kemasyarakatan. Narasumbernya antara lain Dr. Joni, M.Pd. B.I. dari Majelis adat Gayo Aceh tengah yang menyampaikan materi tentang “Sejarah dan Kebudayaan Gayo”; Isranuddin Harun (pendamping desa) yang membawa materi “memahami pedesaan Gayo secara partisipatif”; Fikar W. Eda (sastrawan) yang membahas tentang Sastra dan Tradisi Lisan Gayo. Untuk Reportase kebudayaan dibawakan oleh Amdy Hamdani (Pendamping Desa) dan Ketut Wiradyana (Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara) menyampaikan tentang “Kerja budaya; apa, bagaimana dan mengapa?”.
Selain diskusi budaya, kegiatan harian juga diisi dengan kujungan lapangan. Peserta diberi kesempatan untuk berkunjung ke Koperasi Baburrayyan untuk mengamati proses pengolahan pengolahan kopi serta belajar sejarah dan kebudayaan Gayo dengan mengunjungi museum Aceh Tengah dan situs Loyang Mendale.
Kemah Kerja Budaya 2018: Mukalé Kintembuni ini dirancang sebagai ruang interaksi antara aktivis komunitas pemuda dengan masyarakat pendukung kebudayaan Gayo. Mukalé Kintembuni yang dalam bahasa Gayo berarti rindu kampung halaman ini menjadi tema untuk mendorong pemuda terlibat dalam gerakan literasi dalam konteks pemajuan kebudayaan dengan merasakan pengalaman ‘pulang ke kampung asal manusia Sumatera’ yang bermula di loyang Mendalé, Aceh Tengah. Pengalaman ini akan menjadi dasar pembentukan kesadaran dan pemahaman bahwa kebudayaan adalah modal, kekayaan sekaligus kekuatan sosial.
Di akhir kegiatan, peserta bekerjasama dengan Pemuda Desa Toweren menggelar Pergelaran Malam Rindu Kampung yang berisi pertunjukan seni sastra, tari, musik dan teater tradisi Gayo sebagai project Kemah Kerja Budaya. Pergelaran Malam Rindu Kampung ini menjadi persembahan peserta kepada warga termasuk sejumlah tokoh/perantau terkemuka dari empat kampung di Toweren yang diundang sebagai tamu kehormatan dalam pergelaran ini.
*Kodrat Adami