Prodi Sejarah dan Sejarah Publik di Kepulauan Riau

0
382
Kampus Universitas Riau Kepulauan di Batam. Satu-satunya kampus di Kepri yang memiliki Prodi Sejarah.

Prodi Sejarah yang Langka

Ada fakta menarik tentang kegemilangan Kerajaan Johor Riau Lingga hingga berakhirnya Kerajaan Riau Lingga awal abad 20, tidak banyak mendapat perhatian dalam penulisan sejarah nasional. Padahal, saat jaya-jayanya, kerajaan ini pada abad 17-18, kekuasaannya mencakup wilayah Kepulauan Riau, Malaysia, Singapura dan sebagian Riau pada masa kini. Menarik mendiskusikan, alasan minimnya penulisan tentang sejarah di Kepulauan Riau dan bisa dikaitkan dengan keberadaan program studi sejarah yang sangat langka di Kepri.

Ada sejumlah pendapat tentang kondisi penulisan sejarah di Kepri, khususnya tentang masa Kerajaan Johor Riau Lingga dan Pahang yang tidak jadi perhatian dalam penulisan sejarah nasional. Malahan, peneliti asing yang banyak melakukan kajian. Pertama, minimnya penulisan sejarah tentang Kepri karena penulisan sejarah nasional kita masa lampau,  bersifat Jawa Sentris, terpusat di Jawa. Kedua, sejarah Kerajaan Johor Riau Lingga tak dimasukkan dalam penulisan sejarah nasional karena wilayah kekuasaan kerajaan ini sebagian masuk dalam wilayah Negara Malaysia dan Singapura. Jadi ada anggapan penulisan sejarah di Kepri mencakup wilayah negera tetangga yang tak bisa dimasukkan dalam sejarah nasional.

Selain pendapat ini, menurut penulis, faktor lain yang menyebabkan penulisan sejarah di Kepri jauh tertinggal dibandingkan daerah lain adalah karena keberadaan program studi sejarah di Kepri yang terbilang langka. Sederhananya, semakin banyak prodi sejarah di suatu daerah, semakin banyak sejarah lokal daerah tersebut bisa digali. Lihat saja daerah-daerah yang banyak memiliki perguruan tinggi yang ada prodi sejarah, kajian sejarah daerahnya juga jauh lebih banyak.

Data tahun 2020, ada tiga perguruan tinggi negeri di Kepri, yakni UMRAH, STAIN Sultan Abdulrahman, dan Politeknik Negeri Batam. Selain itu, ada puluhan universitas, sekolah tinggi dan akademi yang ada di Kepri. Dari puluhan perguruan tinggi ini, hanya satu kampus yang membuka Prodi Pendidikan Sejarah, yakni Universitas Riau Kepulauan. Sementara, tiga kampus negeri yang ada, belum ada yang membuka prodi sejarah.

            Langkanya keberadaan Prodi Sejarah di Kepri, nasibnya juga sama di Provinsi Riau. Hanya satu perguruan tinggi, yakni Universitas Riau yang eksis membuka Prodi Pendidikan Sejarah. Dulunya, Universitas Lancang Kuning juga memiliki Prodi Sejarah namun kemudian menghilang, meski Fakultas Ilmu Budaya tetap eksis.  Tidak mengherankan, Riau seperti tak memiliki regenerasi sejarawan setelah era Suwardi MS.

Kondisi Kepri dan Riau, berbanding terbalik dengan di Provinsi Sumbar dan Jambi. Di Sumbar ada tujuh kampus yang membuka Prodi Sejarah, baik Ilmu Sejarah, Pendidikan Sejarah dan Sejarah Kebudayaan Islam. Sementara, di Jambi ada empat kampus yang membuka Prodi Sejarah, yakni Universitas Jambi dua prodi, UIN Sultan Thaha dan Universitas Batanghari. Tak mengherankan, penulisan sejarah di Sumbar jauh lebih semarak dibandingkan di Kepri. Sejumlah nama sejarawan dari daerah ini diperhitungkan dalam kancah penulisan sejarah Indonesia.

Sejarah Publik

            Fenomena menarik belakangan ini muncul di Kepri. Adanya kecendrungan tingginya gairah untuk menggali sejarah lokal di daerahnya. Munculnya komunitas yang aktif menggali data kesejarahan di wilayahnya. Sebagai contoh, menggali sejarah dari penemuan makam-makam kuno. Selain itu, juga ada upaya untuk menjadikan situs-situs sejarah yang selama ini tak dirawat, dipercantik. Semua kegiatan ini dipublikasikan melalui media sosial, seperti youtube, facebook atau medsos lainnya. Selain itu juga dipublikasikan melalui surat kabar dan televise.

            “Demam sejarah” inilah yang masuk dalam kategori sejarah publik. Sejarah publik dapat dijelaskan sebagai komunikasi sejarah ke khalayak publik. Sejarah publik digambarkan sebagai sejarah untuk masyarakat, oleh masyarakat, dengan masyarakat dan bagian dari masyarakat. Metode yang dikembangkan oleh sejarawan publik telah membuka hambatan antara sejarah profesional dan publik sehingga sejarah lebih mudah diakses dan relevan untuk masyarakat luas. Sejarah publik adalah aktif, reaktif dan relevan pada masa kinim relevan bagi masyarakat luas dan memungkinkan mereka terhubung dengan masa lalu, masa kini dan masa depan.   (Sayer,2017).

            Makin ramainya peminat sejarah dalam menggali kesejarahan di Kepri mesti diapresiasi. Meski tidak memiliki latar belakang pendidikan sejarah, namun minat dan usaha dalam melakukan kajian sejarah, itu modal yang berharga. Ini sebagai oase minimnya keberadaan sejarawan di Kepri. Daerah ini berbangga dan berhutang pada orang-orang, seperti Rida K Liamsi, Wan Tarhusin dan sejumlah nama lain, yang banyak berkarya dalam menulis sejarah di Kepri. Meski diantara mereka tak memiliki latar belakang pendidikan kesejarahan, namun karya-karya yang dihasilkan mereka memberikan sumbangan yang berarti dalam historiografi sejarah Kepri.

            Ke depan, perkembangan sejarah publik yang mengembirakan ini, mesti harus dipelihara. Selain itu,  keberadaan Prodi Sejarah tetap penting yang semestinya dibuka oleh perguruan tinggi yang ada di Kepri, khususnya UMRAH dan STAIN SAR. Alasannya sederhana saja. Provinsi Kepri maupun kabupaten/kota yang ada di Kepri, semuanya memiliki visi kebudayaan. Ada embel-embel Bunda Tanah Melayu, Bandar Dunia Madani dan diksi lainnya yang merujuk ke masa lampau daerah ini sebagai pusat peradaban Melayu.

            Ironis bila sebuah daerah memiliki visi kebudayaan, tetapi tidak didukung sumber daya manusia (SDM) dibidang kebudayaan, termasuk sejarawan, selain masalah anggaran untuk bidang kebudayaan. Penyiapan SDM kebudayaan, baik sejarawan, antropolog, dan arkeolog itu ada di perguruan tinggi. Saatnya, perguruan tinggi yang ada membuka mata dan menyadari besarnya potensi kesejarahan dan budaya daerah ini. Perlu SDM yang handal untuk menggarapnya. 

Hal menggelikan kalau perguruan tinggi yang ada di Kepri diberi nama tokoh-tokoh besar dalam kesejarahan daerah ini, seperti Raja Haji Fisabilillah, Raja Ali Haji, Sultan Abdul Rahman atau pun nama besar lainnya, tapi tak ada membuka prodi sejarah dan prodi budaya lainnya. Jangan kesannya hanya mengambil  nama besar, namun tidak disertai dengan upaya menjadikan sejarah masa lampau tokoh-tokoh besar itu jadi sesuatu yang penting. Tentunya mengkaji kiprah tokoh-tokoh besar dalam kesejarahan Melayu itu tentunya, lebih ideal dilakukan para mahasiswa Prodi Sejarah dan Prodi Ilmu Budaya lainnya.

            Alangkah menarik ke depannya, kalau sejumlah perguruan tinggi membuka Prodi Sejarah. Potensi kesejarahan daerah ini akan banyak terekspos. Lahirlah tulisan-tulisan yang bernas tentang kesejarahan di Kepri. Muncul pusat-pusat kajian sejarah yang akan menjadi wadah untuk berdiskusi dan melahirkan karya. Dipastikan Kepri akan semakin banyak dilirik. Peneliti-peneliti asing maupun peneliti lokal bakal banyak turun ke Kepri dalam menggali sejarah. Masa lampau kesejarahan daerah ini yang masih banyak yang “gelap” atau belum tergali akan terungkap. ** (Disiarkan di Radio Pandawa Tanjungpinang, Februari 2021).