Melihat Prosesi Nikah Orang Laut Desa Penuba

0
1234
Pengantin Orang Laut Pulau Lipan berkiau (bersampan) dari Pulau Lipan ke Penuba. foto: Lazuardy Lingga

Delapan pasangan pengantin asal Pulau Lipan, Desa Penuba, Kecamatan Selayar melakukan nikah massal secara Islam yang digagas Kecamatan Selayar. Prosesi nikahnya tak jauh beda dengan pernikahan ala Melayu. Bedanya, pengantin berkiau (bersampan) dari Pulau Lipan menuju ke tempat nikah di Penuba.
=====================================================

Penelitian dua penelitian Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri, Sindu Galba dan Evawarni tahun 2005, orang Suku Laut yang tinggal di Pulau Lipan, mayoritas sudah memeluk agama Islam. Sebagian kecil ada yang beragama Kristen. Kearifan lokal tetap mereka jaga. Prosesi pernikahan sudah mengikuti ala Melayu secara Islam.

Belum ada kegiatan pernikahan secara massal yang dilakukan Orang Laut Pulau Lipan ini. Barulah Senin (31/7) kemarin, Kecamatan Selayar menggagas acara pernikahan Orang Laut secara massal. Diikuti delapan pasangan yang jadi mualaf (masuk Islam) sehingga perkawinannya bisa dilakukan ala Melayu.

Prosesi jemput nikah Orang Laut diawali pasangan pengantin berkiyau (bersampan) menuju pulau Penuba. Jaraknya dekat hanya selemparan batu. Bisa ditempuh dalam waktu 10 menit. Sejumlah persyaratan dalam prosesi nikah Suku Laut seperti serampang, tombak maupun kajang lengkap harus ada di sampan mereka.

Setelah sampai di pulau Penuba, delapan pasang pengantin tersebut disambut dengan prosesi adat Melayu, disambut oleh Camat Selayar, Abang Safril, Ketua LAM sekaligus Kepala Dinas Kebudayaan M Ishak serta sejumlah tokoh masyarakat. Resepsi pernikahan delapan penganten tersebut juga diarak dari pelabuhan hingga ke lapangan depan mesjid pulau Selayar.

Camat Selayar Abang Safril mengatakan, prosesi jemputan ini terlaksana berkat dukungan masyarakat dan penggagas serta masyarakat Marwah Pulau Selayar. Serta masyarakat pulau Selayar umumnya.“Alhamdulillah, niat nikah jemput delapan pasang pengantin ini dapat terlaksana setelah mereka masuk Islam. Dan hari ini diselenggarakan secara adat Melayu,”kata Abang.

Menurutnya, pertama kalinya prosesi ini dapat dilaksanakan dengan harapan kedepannya masyarakat Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Laut di Pulau Selayar ini dapat diperhatikan. Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kabupaten Lingga HM Ishak mengatakan, secara kebudayaan, adat dan prosesi masyarakat Suku Laut memang perlu dilestarikan. Namun, ketika mereka penganten yang delapan orang ini telah memeluk agama Islam.
“Maka mereka telah bertransformasi. Dunia Melayu itu Dunia Islam. Maka mereka juga perlu ditunjuk ajari sebagaimana kebiasaan adat Melayu,”kata Ishak.

Menurut Ishak, secara historis masyarakat Suku Laut, memang erat kaitannya dengan Kesultanan Lingga. Yakni mereka mengabdikan diri mereka kepada Sultan. Serta mereka juga sudah bersumpah setia kepada Sultan bahwa mereka tidak akan berkhianat.
“Jadi hari ini, wajar mereka nikah jemput secara adat melayu, karena mereka telah memeluk agama Islam,”ujarnya.

Di masa lalu, Orang Laut semenjak masa pertumbuhan anak-anak mereka biasanya telah “dijodohkan” dengan sepupu satu atau sepupu dua dari kerabat dekat. Namun sekarang, pertunangan dan perkawinan dilakukan setelah mereka menginjak masa dewasa dan tidak selalu dengan sepupu.. Bentuk perkawinan yang paling baik atau ideal dalam kelompok mereka ialah dengan sepupu. Alasannya, selain berfungsi melindungi ataumenjaga keutuhan kelompok, pasangan seperti ini dianggap memiliki kebiasaan yang sama dengan pemahaman baik atas lingkungan laut tempat mereka hidupdan bekerja.
Lebih dari itu, sistem perkawinan ini dipandang dapat menghindari perpecahan.

Pesta perkawinan lokasinya di dua tempat. Kedua pengantin duduk bersila di dalam sampan. Ada juga atraksi pencak silat seperti tradisi Melayu. Lokasinya di tepi pantai. Keluarga pengantin dan saudara, serta tamu undangan yang semuanya naik sampan merapat ke darat untuk menyaksikan atraksi pencat silat.

Dalam tradisi Orang Laut Kepri juga mengenal hantaran dari pihak mempelai laki-laki yang
diberikan kepada mempelai perempuan. Isi hantaran lengkap semua perlengkapan perempuan, dari mulai baju, kain, dua buah cincin, termasuk lipstik. Tak lupa kapur sirih dan pinang. Juga ada uang Rp44 ribu. Soal yang jumlahnya bisa kelipatan 22 ribu, 44 ribu, 88 ribu dan seterusnya. Hantaran ini menjadi persyaratan yang menjadi keharusan. Kalau syarat kurang, keluarga pihak perempuan meminta dilengkapi.

Saat bersanding di sampan, kedua mempelai saling suap saat makan. Makanannya adalah telur yang direbus. Pihak saudara dan para kerabat bergantian sampannya mendekat ke sampan pengantin untuk memberikan ucapan selamat. Dengan ukuran sampan yang kecil, hanya kedua mempelai yang ada di atas sampan duduk bersila.**