Mari Catat WBTB Jambi

0
212
Nukman M.Hum dari ATL Jambi memberikan materi
  • Dari Workshop Penguatan Kapasitas Pengetahuan Lokal Melalui Pencatatan Warisan Budaya Tak Benda 

Workshop Penguatan Kapasitas Pengetahuan Lokal Melalui Pencatatan Warisan Budaya Tak Benda digelar The Tempoa Resto, Jelutung, Kota Jambi, Rabu (9/5) kemarin.
Kegiatan ini diadakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Kebudayaan Kerinci bekerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepulauan Riau dan didukung oleh sejumlah komunitas seperti Asosiasi Tradisi Lisan Jambi, serta Komunitas Gemulun Indonesia.

Narasumber kegiatan ini terdiri dari Nukman, M.Hum, Ali Surakhman, Eri Argawan, Ujang Hariadi dan Dr Sri Purnama. Sri Purnama yang merupakan mantan Kepala Taman Budaya Jambi dan selama menjabat inten melakukan upaya menghantarkan kekayaan budaya Jambi di tingkat nasional, untuk dicatatkan serta ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), mengatakan bahwa apa yang dilakukannya tersebut bukan hanya ingin mendapatkan sertifikat saja, tetapi juga sebagai upaya agar kekayaan budaya daerah Jambi tidak diklaim oleh negara lain.

Tercatat sebanyak delapan belas WBTB Provinsi Jambi telah ditetapkan sebagai WBTB nasional, sejak kurun waktu enam tahun terakhir ini. Meskipun pada diskusi mengemuka kritik, bahwa upaya pencatatan dan penetapan WBTB ini hanya sekedar seremonial tanpa tindak berkelanjutan, atas hal tersebut Dr. Sri Purnama menyanggahnya. Menurutnya, upaya ini sebagai langkah awal mengetuk pintu pemimpin daerah agar membuat kebijakan berkelanjutan untuk melestarikan WBTB di daerahnya.

Sementara itu, Ali Surakhman mengatakan bahwa pencatatan WBTB ini didasari oleh krisis identitas kebudayaan pada hari ini. Upaya pencatatan dan langkah selanjutnya pada WBTB patut diapresiasi agar warisan budaya menjadi unsur penguat identitas kebudayaan masyarakat Indonesia, Jambi terutama. Generasi muda dalam hal ini harus peduli terhadap WBTB di daerahnya, agar tidak kehilangan identitas budaya. Maka dalam workshop ini, Ali menerangkan apa yang dimaksud dengan WBTB.

Menurut Ali Surakhman, setiap benda warisan kebudayaan sebenarnya terdiri dari dua hal, yaitu bendanya sendiri secara fisik dan nilai, filosofi, simbol, makna, fungsi, identitas, maupun proses dari benda tersebut. Maka, sebuah benda kebudayaan tidak dapat dilihat secara benda fisiknya saja. Disamping itu, memang terdapat objek kebudayaan yang bukan benda sendiri, seperti tradisi lisan, nyanyian, puisi, folklor, pantun, tari dan lain-lain. Inilah yang menjadi khasanah dari pencatatan WBTB.

Nukman dari ATL Jambi menjelaskan, secara lebih spesifik mengenai teknis pencatatan dan penetapan WBTB.Satu set formulir yang berisi kerangka pencatatan WBTB dibagikan pada kegiatan ini. Formulir tersebut secara terstruktur menjaring identitas budaya yang dicatat dalam kategori WBTB terutama yang hampir punah. Identitas pencatatan terdiri dari nama karya budaya, deskripsi, lokasi, daerah hingga identitas si pencatat itu sendiri.

Pada kegiatan ini ditegaskan bahwa setiap masyarakat dapat melakukan pencatatan WBTB dan berkoordinasi dengan dinas terkait dan BPNB setempat. Langkah ini agar WBTB di setiap daerah dapat dimunculkan dan dilakukan upaya pelestarian lebih lanjut agar tidak punah. Pencatatan WBTB ini juga memiliki kode etik, seperti tidak boleh mengusulkan karya budaya yang melanggar peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku, serta pemilik objek WBTB memang mengizinkan untuk didokumentasikan. Jika pemilik objek WBTB tidak mengizinkan untuk didokumentasikan, maka tidak diperkenankan untuk dipaksa atau tindakan lain yang dapat merugikan pemilik beserta privasinya. **