Kejayaan Bahari : Akankah hanya untuk dikenang?

0
2284

Oleh :
Anastasia Wiwik Swastiwi, Ph.D
Peneliti Madya di Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepulauan Riau

Pengantar
Kejayaan Sriwijaya (683 – 1030 M), dan Majapahit (1293 – 1478 M) merupakan bukti kejayaan bahari di Nusantara pada masa lalu. Keduanya menguasai perdagangan di Asia Tenggara pada masanya. Dalam konteks masa kini, kejayaan masa lalu itu hendaknya menjadi semangat untuk membangun Indonesia di segala aspek kehidupan dengan basis maritim. Mengingat luas laut Indonesia yang mencapai 5,8 juta km2, terdiri dari 0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan pedalaman dan kepulauan, 2,7 juta km2 Zona ekonomi Eksklusif (ZEE), dan dikelilingi lebih dari 17.500 pulau, dengan panjang pantai mencapai 95.181 kilometer. Dengan perbandingan wilayah perairan : daratan sebesar 1, 2 : 1 atau 3,166,163 km2 : 2,027,087 km2 (Agoes,2004).

Keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan segala potensi alamnya dan berada di jalur lalu lintas perdagangan dunia, menempatkan Indonesia pada posisi yang esensial di mata internasional. Sejarah telah mencatat bahwa posisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai pemain penting dalam perdagangan dunia. Hubungan yang terbangun antar pelaut-pelaut Indonesia (dulu Nusantara) pada masa lalu dengan para saudagar-saudagar dari luar (India, Cina, maupun Eropa) telah menyebabkan munculnya heterogenitas suku, agama, kebudayan bahkan politik. Elemen-elemen perbedaan ini kini menjadi ciri khas bangsa Indonesia dan bahkan menjadi khasanah bangsa yang sangat bernilai (Ismi, 2009:4-9).

Indonesia dan Konsep Negara Kepulauan
Status negara kepulauan yang disandang Indonesia tidaklah didapat dengan mudah. Dimulai dengan diumumkannya “Deklarasi Djuanda 1957”, dimana Indonesia merasa bahwa kebijakan kelautan warisan kolonial sudah tidak sesuai lagi dengan konsep “tanah air”, yang menekankan pada keterpaduan tanah dan air sebagai kekuatan nasional bangsa Indonesia. “Deklarasi Djuanda 1957” inilah yang kemudian diakui sebagai kebijakan kelautan Indonesia yang pertama, dimana konsep negara kelautan dicetuskan (Agoes, 1991; Kusumastanto, 2003). Konsep ini kemudian dibawa ke ranah internasional yaitu keserangkaian United Nations Conferences on the Law of the Sea I pada tahun 1958, II pada tahun 1960 dan III pada tahun 1973-1982 (UNCLOS I, II dan III). Stelah kurang lebih 25 tahun, konsep negara kepulauan akhirnya mendapatkan pengakuan internasional dan dicantumkan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut (KHL 1982). Sejak lahirnya KHL 1982 masyarakat internasional semakin menyadari pentingnya laut bagi kehidupan umat manusia.

Seiring dengan hal tersebut sangatlah penting untuk mengembangkan fungsi laut secara berkelanjutan (sustanable). Terkait dengan fungsi laut tersebut, bagi bangsa Indonesia laut memegang peranan yang yang sangat berarti yaitu laut sebagai wilayah, laut sebagai sumber daya dan ekosistem, laut sebagai media kontak sosial dan budaya.
Potensi Laut Indonesia

Secara ekonomi, kondisi Indonesia yang lebih luas wilayah lautnya daripada wilayah daratannya menjadi aset tersendiri. Laut memiliki sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti; perikanan (tangkap, budidaya, dan pascapanen), hutan mangrove, terumbu karang, industri bioteknologi kelautan dan pulau-pulau kecil. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti; minyak bumi dan gas, bahan tambang dan mineral lainnya. Jasa-jasa Lingkungan seperti; pariwisata, perhubungan dan kepelabuhanan serta penampung (Penetralisir) limbah. Potensi wilayah pesisir dan lautan lndonesia dipandang dari segi Perikanan meliputi; Perikanan Laut (Tuna/Cakalang, Udang, Demersal, Pelagis Kecil, dan lainnya) sekitar 4.948.824 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 15.105.011.400, Mariculture (rumput laut, ikan, dan kerang-kerangan serta Mutiara sebanyak 528.403 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 567.080.000, Perairan Umum 356.020 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 1.068.060.000, Budidaya Tambak 1.000.000 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 10.000.000.000, Budidaya Air Tawar 1.039,100 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 5.195.500.000, dan Potensi Bioteknologi Kelautan tiap tahun sebesar US$ 40.000.000.000, secara total potensi Sumberdaya Perikanan Indonesia senilai US$ 71.935.651.400 dan yang baru sempat digali sekitar US$ 17.620.302.800 atau 24,5 %. Potensi tersebut belum termasuk hutan mangrove, terumbu karang serta energi terbarukan serta jasa seperti transportasi, pariwisata bahari yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan (Luqman,2009).

Potensi Sumberdaya Tidak Pulih (Non Renewable Resource) pesisir dari laut Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas, mineral dan bahan tambang yang besar. Dari hasil penelitian BPPT (1998) dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak, namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui dengan pasti, 7,5 miliar barel di antaranya sudah dieksploitasi. Sedangkan sisanya sebesar 89,5 miliar barel berupa kekayaan yang belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 miliar barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 miliar barel terdapat di laut dalam. Sementara itu untuk sumberdaya gas bumi, cadangan yang dimiliki Indonesia sampai dengan tahun 1998 mencapai 136,5 Triliun Kaki Kubik (TKK). Cadangan ini mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 1955 yang hanya sebesar 123,6 Triliun Kaki Kubik. Sedangkan Potensi kekayaan tambang dasar laut seperti aluminium, mangan, tembaga, zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium, vanadium, dan lain sebagainya  yang sampai sekarang belum teridentifikasi dengan baik sehingga diperlukan teknologi yang maju untuk mengembangkan potensi tersebut.

Apabila dilihat dari sudut pandang potensi geopolitisnya, Indonesia memiliki posisi strategis, antar benua yang menghubungkan negara-negara ekonomi maju, posisi geopolitis strategis tersebut memberikan peluang Indonesia sebagai jalur ekonomi, misalnya beberapa selat strategis jalur perekonomian dunia berada di wilayah NKRI yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar dan Selat Ombai-Wetar. Potensi geopolitis ini dapatdigunakan Indonesia sebagai kekuatan Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi antar bangsa. Kepulauan Riau misalnya, dari luas sebesar 251.215,30 km2, sebagian besar (95,79 persen) berupa lautan. Dengan logika awam, wilayah Kepulauan Riau tentu memilki potensi maritim (kelautan) yang tinggi.

Membangun Kecintaan Bahari
Mengingat kejayaan kebaharian masa lalu, fungsi dan potensi bahari Indonesia seperti tersebut diatas, maka semangat kecintaan terhadap laut harus dijunjung tinggi. Salah satunya melalui event yang dapat menumbuhkembangkan kecintaan bahari.
Jiwa kebaharian memanglah harus selalu ditumbuhkembangkan, mengingat saat ini semangat bahari semakin melemah. Beberapa penyebab lemahnya jiwa kebaharian bangsa Indonesia saat ini antara lain: (1) upaya sistematis kolonial kala itu telah berhasil memecah belah bangsa Indonesia sebagai negara kepulauan, (2) Adanya pergeseran orientasi dari laut ke daratan dalam waktu lama sehingga kita kehilangan jati dirinya sebagai bangsa bahari, (3) sektor kelautan diposisikan sebagai anak tiri dalam pembangunan ekonomi nasional, setidak-tidaknya selama tiga dasa warsa terakhir, (4) Sektor pendidikan dan pembinaan generasi muda belum mendapatkan perhatian yang maksimal sebagai wahana sosialisasi pembangunan kelautan. Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana upaya untuk membangkitkan semangat bahari bangsa Indonesia yang kini mulai pudar? Jawaban sulit untuk dilakukan dalam waktu singkat. Menumbuhkembangkan semangat dan jati diri tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Generasi Muda dan Semangat Bahari
Meskipun menumbuhkembangkan semangat dan jati diri tidaklah mudah. Namun, Menumbuhkembangkan semangat bahari dapat dimulai pada generasi muda. Mengingat generasi muda merupakan salah satu pilar penting penentu bangsa. Artinya, generasi muda memiliki tanggung jawab yang sama dengan elemen masyarakat lainnya untuk ikut mewujudkan kehidupan sadar hukum dan menghargai pranata hukum konstitusi yang berlaku di masyarakat. Pemuda menjadi tonggak terpenting dalam proses pembangunan bangsa. Pemuda adalah tenaga kerja produktif bangsa dan agen perubahan, disisi lain pemuda memiliki peran penting dalam pembangunan karena dia akan menggerakan arah pembangunan bangsa dan menentukan masa depan bangsa. Kegamangan pemuda dalam menghadapi permasalah bangsa dapat mengurangi agresivitas pembangunan bangsa. Pemuda harus kembali mengambil peran peran monumental sehingga menjadi pijakan kokoh untuk langkah pembangunan selanjutnya.

Sangat ironis, dewasa ini banyak generasi muda kita bahkan generasi di wilayah pesisir sekalipun masih kurang mengenal akan fungsi dan peranan laut serta mega biodiversity yang terkandung di dalamnya yang jika dimanfaatkan akan menjadi potensi ekonomi yang sangat besar bagi perekonomian bangsa. Lemahnya semangat kebaharian ini menyebabkan sumberdaya laut kita yang melimpah hilang percuma atau sia-sia, bahkan banyak sumberdaya ikan kita telah dicuri oleh banyak negara asing. Kejayaan bahari pada masa lalu bukanlah cerita asing di kalangan generasi muda. Akan tetapi, sepertinya kejayaan masa lalu itu berhenti hanya sebagai sejarah. Generasi muda sekarang pun berpaling makin jauh sebagai cucu dari para pelaut mumpuni yang pernah disegani bangsa-bangsa di dunia.

Kenyataan itu tidaklah mengherankan karena bangsa ini memang tidak juga berpaling pada kekuatan sebagai negara maritim. Saat bicara soal lautan Indonesia yang luas, yang ada di benak generasi muda sebatas kekaguman betapa sebenarnya Indonesia ini luar biasa. Angan-angan pun melambung, membayangkan betapa Indonesia bisa jadi negara makmur jika mampu memanfaatkan sumber daya alam di laut yang belum banyak ”dilirik” dalam pembangunan bangsa. Pengenalan dan pemahaman geografis Indonesia, yang mestinya juga tidak mengabaikan laut, belum tumbuh dengan baik.
Sebagai penutup, marilah kita merefleksi apa yang sesungguhnya terlupakan dalam pembangunan bangsa ini. Generasi muda dapat diajak untuk bisa bekerja sama mengembangkan potensi laut yang masih terlupakan. Pemahaman terhadap generasi muda tentang peradaban maritim dan potensi kelautan dalam peningkatan sumber daya ekonomi. Karena selama ini pembangunan terhadap peradaban bahari seolah-olah ditinggalkan sehingga keberadaan pulau-pulau terluar dan pulau kecil sering diabaikan. Begitu juga dengan penggalian sumber daya bahari yang berlimpah belum tergarap dengan baik. Laut hendaknya tidak hanya dilihat sebagai kumpulan air yang sangat luas. Dalam kebaharian juga menyangkut aspek-aspek kehidupan yang ada di wilayah tersebut. **