Haul Jamak, Tradisi Sambut Ramadhan di Lingga

0
5981
Doa arwah atau haul jamak menyambut Ramadhan, tradisi masyarakat Melayu Lingga. foto: M Hasbi

Tradisi Doa Arwah ataupun Haul Jamak masih menjadi ritual yang tak pernah ditinggalkan orang Melayu Lingga. Meski tidak menjadi wajib dalam adat, tradisi maupun agama kebersamaan membaca Doa Arwah tetap lestari di Lingga yang pernah menjadi pusat Kerajaan Lingga-Riau ini.

Tepat sebulan sebelum masuknya bulan Ramadhan, yakni di bulan Syaban hitungan Hijriah atau bulan Islam selama satu bulan penuh pembacaan Doa Arwah berlangsung bergantian dimasing-masing masjid ataupun surau. Jamah masjid surau kunjung-mengunjungi dari satu dusun, kampung hingga desa-desa duduk bersama membacakan Doa Arwah untuk saudara kerabat maupun orang-orang tua yang telah meninggal di masjid maupun surau.

Menurut, H Ismail Ahmad, tokoh masyarakat Melayu Lingga, ritual pembacaan Doa Arwah atau Haul Jamak dimulai sejak masuknya bulan Syaban. Tradisi ini menurutnya telah berlangsung turun temurun. Waktunya saat masuk Syaban, sudah boleh dimulai. Syaban ini juga disebut sebagai bulannya Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Doa Arwah, untuk sanak keluarga, kerabat, orang tua maupun guru yang sudah meninggal. Selain memanjatkan Doa bagi keluarga dan krabat yang telah dulu meninggal, ada nilai kemanusiaan yang perlu dan terus dipertahankan, yaitu silaturahmi antar warga.

Masjid atau Surau menjadi tempat berkumpul melaksanakan Doa Arwah. Jemputan jemah-jemah masjid disebar jauh-jauh hari. Pengurus masjid dan surau menyusun jadwal agar tidak berbenturan pelaksanaan satu sama lain. Maksudnya agar tetap bisa kunjung-mengunjungi.

Pelaksanaannya pun dipimpin oleh seorang imam. Duduk berkumpul dalam masjid ataupun surau, membacaakan surat Al- Fatihah dari Al-Quran, disambung dengan Shalawat, Tahlil, Tahmid, Takbir dan Doa bersama lebih kurang 1 jam. Biasanya dilaksanakan usai shalat Dzuhur. Jamaah duduk bersila melantunkan kalimat-kalimat tauhid, dalam satu ruang yang dominan dilaksanakan oleh kaum laki-laki.

Selain membaca doa bersama, yang lebih menarik dalam Doa Arwah adalah juadah atau hidangan yang telah disediakan oleh masyarakat secara sukarela. Usai doa dipanjatkan, hidangan menjadi jamuan bagi siapa saja yang datang. Seperti acara syukuran, saling berbagi dan melengkapi antara yang satu dengan yang lain.

Hidangan melayu cukup khas. Tidak ada yang tinggi dan rendah. Siapapun dia, apapun kedudukannya semua sama rata dan sama rasa. Duduk bersila dengan juadah yang tersedia. Biasanya satu rumah menyediakan satu hidangan untuk diantar ke masjid dan surau dilingkungan masing-masing. Lengkap dengan nasi, ayam masak lemak, ikan gulai pedas, sayur, air putih dan manis serta buah-buahan pencuci mulut. Hidangan, adalah ungkapan terimakasih kepada tetamu yang sudah datang dari jauh dan ikut serta memberi doa.

Meskipun tidak ditetapkan, ataupun tidak diwajibkan, uniknya rasa berbagi inipun masih melekat dalam pribadi orang-orang melayu di Daik. Wilayah ini milik kaum perempuan, memasak hidangan dimasing-masing rumah kemudian mengantar kesurau lengkap dengan talam sebagai penampang ditutup tudung saji yang berbentuk kerucut.

“Menyediakan hidangan, memang tidak ada kewajiban harus, siapa saja yang mau dan memang mampu. Seiring zaman, kadang ada juga warga yang malu karena tidak bisa menyediakan hidangan dan memilih untuk tidak datang saat Haul Jamak digelar. Sebenarnya hal ini yang salah dan harus diluruskan. Tradisi melayu cukup terbuka dan toleransi yang tinggi. Momentum ini bukan jadi ajang menunjukkan siapa yang lebih rezekinya, tapi murni silaturahmi yang paling utama,”kata Ismail.

Dalam tradisi orang Melayu, makan bersama layaknya sunnah Nabi Muhammad SAW. Satu hidangan didalam talam untuk 5 orang jamaah. Lauk pauk dan sayur terpisah oleh piring-piring, maksudnya agar lebih bersih. Sedangkan nasi, di isi ke piring masing-masing. Mereka akan duduk bersila, menyantap makanan yang telah tersedia yang membuat hubungan kedekatan dan rasa kebersamaan yang semakin terjalin baik.

Selain memanjatkan Doa Arwah di masjid dan surau, kata Ismail tradisi melayu menyambut Ramadhan biasanya juga dilakukan dengan membersihkan makam sanak keluarga. Biasanya ada juga yang membaca yasin, mapun doa arwah di makam. Tujuannya tidak lain, menghadiahkan doa bagi si mati.

Tradisi Doa Arwah ataupun Haul Jamak ini, telah menjadi bagian dan bersebati dengan orang-orang melayu di Daik. Yang lebih memilih hidup untuk untuk saling bersilaturahmi dan tak enggan untuk berbagi. Maaf-memaafkan dan percaya akan kematian dan alam ruh yang hanya bisa disentuh lewat doa anak cucu. Membersihkan diri, menjemput bulan penuh rahmad nan suci.** (Penulis: M Hasbi, Penggiat Budaya di Kab Lingga)