Lingga Fishing Festival Tinggal Kenangan

0
300

Kisah Saat Jadi Wartawan di Kabupaten Lingga (Bag.4)

Kabupaten Lingga dulu punya event wisata menarik yang jadi ikon pariwisata daerah ini. Namanya Lingga Fishing Festival (LFF) yang digelar sejak 2006 sampai 2014. Lokasinya sebagian besar di Pulau Penaah, Senayang dan pernah juga di Pulau Benan
dan Pulau Berhala, Singkep Selatan. Namun, event yang bagus ini tinggal kenangan. Tak dilanjutkan lagi oleh Dinas Pariwisata Lingga sejak era bupati Alias Wello-M Nizar.
***

Saya pertama meliput LFF tahun 2009. Rombongan peserta mancing LFF terlebih dahulu berkumpul di Pancur, ibukota Kecamatan Lingga Utara. Para peserta LFF dari Batam, Bintan, Tanjungpinang hingga dari Singapura dan Malaysia itu bisa menikmati Pancur yang biasa dijuluki Hongkong-nya Kabupaten Lingga. Alam yang indah diantara laut dari kejauhan nampak pegunungan. Pancur surganya berbelanja.

Usai Sholat Jumat, barulah rombongan bertolak ke Pulau Penaah yang ditempuh satu jam perjalanan pakai kapal feri. Ada tiga atau empat kapal feri, sejumlah kapal kayu milik nelayan dan juga speedboat yang membawa rombongan bertolak ke Penaah.

Sejak dahulu, pulau Penaah sudah dikenal sebagai salah satu lumbung ikan dan banyak mempunyai spot-spot pemancingan yang menarik.  Di sana sudah dibangun sejumlah bungalow. Selain lomba mancing, dalam kegiatan LFF ini ada juga atraksi lain seperti
tour fotography, bola voly pantai, out bond, wisata alam, lomba nyomek nos, diving, snorkling, serta malam hiburan.

Menariknya, dalam LFF ini panitia dari Pemkab Lingga rutin mengundang wartawan TV dari Jakarta, seperti halnya Mancing Mania-nya Trans TV sampai ANTV. Ada juga wartawan Batam TV dari Batam. Intinya agar LFF dikenal luas oleh publik dan
orang ramai berwisata ke Kabupaten Lingga.Perekonomian masyarakat juga meningkat karena banyaknya warga membuka warung makan atau kedai.

Sayang juga kalau program bagus ini tak berlanjut. Bisa saja kegiatan ini distop karena alasan LFF menghambur-hambur uang APBD  kalau hanya sekedar lomba mancing. Secara perlahan, LFF bisa mengandeng pihak swasta dan nantinya sponsor-sponsor yang mendanai kegiatan ini. Atau malah swasta yang menggelar kegiatan ini. Pemda sifatnya fasilitator dalam upaya mempromosikan wisata Lingga.

Dengan kata lain boleh saja LFF dihilangkan, tapi ada upaya atau kegiatan lain yang lebih bagus dalam mempromosikan wisata Lingga. Ada kegiatan lain yang lebih bagus dan bisa menjadi ikon wisata Lingga. Sepanjang pengamatan penulis, sejak 2014 hingga sekarang
belum ada atraksi wisata baru yang menyamai gaungnya LFF di Pulau Penaah. Pemkab Lingga melalui Dinas Pariwisata Lingga minim kreasi.

Ada juga kejadian lucu saat meliput LFF tahun 2013. Saat itu sekitar 20-an wartawan Lingga yang meliput acara LFF di Pulau Penaah merajuk alias memboikot kegiatan. Masalahnya cukup sepele disebabkan panitia pelaksana kurang profesional dalam membuat acara. Ada 25 wartawan Lingga ditempatkan satu rumah kecil untuk menginap selama acara. Alhasil, jangankan untuk tidur untuk duduk-duduk saja dalam jumlah sebanyak itu susah. Sementara, panitia menyediakan satu rumah khusus untuk wartawan TVRI. Mereka hanya dua orang, tetapi  disediakan satu rumah. Tak pelak lagi kondisi menyebabkan para wartawan Lingga protes.

“Masak wartawan Lingga dianggap macam ikan asin. Seramai ini ditarok di satu rumah. Wartawan Jakarta itu satu rumah yang isi hanya dua orang
Dilecehkan betol kita ni,”kata salahseorang wartawan.

Jadinya kawan-kawan wartawan sepakat memboikot kegiatan ini karena panitia tak memberikan solusi masalah penginapan ini. Usai Sholat Magrib, wartawan yang merajuk ini memutuskan balik meninggalkan lokasi acara. Kondisi malam hari menyebabkan kami wartawan terpaksa menyewa kapal kayu milik nelayan untuk diantarkan ke Pancur. Sewanya sebesar Rp400 ribu.

Malam saat pembukaan acara, tak ada wartawan Lingga yang meliput. Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Lingga saat itu, Junaidi Adjam sibuk menghubungi. Kami sengaja tak angkat ponsel saat dihubungi. Tengah malam ponsel baru dibuka dan dihubungi. Kami bokiot acara karena panitia menyepelekan wartawan Lingga. Malam itu para wartawan duduk bersantai di Pancur menikmati malam. Besok paginya balik ke rumah masing-masing.
Semuanya kompak: boikot acara LFF.

Beberapa kali ke sana, alam Pulau Penaah yang indah tak terlupakan bagi penulis. Penduduknya yang ramah. Ada bungalow yang menjelang senja tempat
yang asyik untuk bersantai. Dari kejauhan hutan bakau yang masih asri dan kampung Orang Laut yang masih terjaga. Pulau Penaah terlupakan setelah LFF tak lagi digelar.
Pulau Penaah makin sepi dan terlupakan. (bersambung).