Tari Topeng Natuna yang Terancam Punah

0
1248
Darmawan, Pelaku Tari Topeng dari Desa Tanjung, Natuna

Natuna memiliki sejumlah kesenian tradisi yang terancam punah. Ada Mendu, Langlang Buana dan ada pula Tari Topeng. Berbeda dengan Mendu dan Langlang Buana yang sudah ditetapkan jadi warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia, Tari Topeng masih terasa asing bagi masyarakat Provinsi Kepri. Wajar sebab kesenian ini hanya ada di Desa Tanjung, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Natuna.

Kesenian ini dimainkan Sanggar Buana Sakti. Pimpinan sanggar, Darmawan yang ditemui di Desa Tanjung, Jumat (19/10) kemarin, menyebutkan, mereka sudah jarang tampil kecuali ada undangan acara di Pemkab Natuna dan undangan pihak lain. “Kita sibuk dengan urusan kehidupan masing- masing. Apalagi anggota sanggar sebagian besar perekonomiannya orang susah. Jadinya kita susah berkumpul. Kecuali ada undangan. Jadi nyaris tak ada lagi latihan,”kata Darmawan.

Kata Darmawan, Tari Topeng hanya ada di Desa Tanjung, sementara kesenian lain seperti Langlang Buana tumbuhnya di desa lain, yakni Desa Kelanga. Namun, saat penampilan Tari Topeng dan Langlang Buana, pemainnya kadang orang yang sama. Maklum saja kedua desa berdekatan. Rata-rata pemain Tari Topeng dan Langlang Buana memiliki hubungan keluarga.

Tari Topeng berbeda dengan Gubang. Kesenian ini fungsinya untuk pengobatan orang sakit. Dalam tampilan ada tiga pola gerak dalam Tari Topeng, yakni tari tangan, tari kain dan tari piring. Penarinya bisa lima atau enam orang. Sementara pemain musiknya terdiri lima orang. Satu orang memainkan limpung, dua orang gong dan dua orang gendang.

Ada berbagai versi terkait keberadaan Tari Topeng. Versi pertama, menurut Darmawan, konon dulunyaada seorang raja yang memerintah yang memiliki seorang anak gadis yang cantik. Anak itu dipingit, tak boleh keluar istana tanpa dikawal. Suatu kali anak gadis itu jatuh sakit dan raja pusing kepala memikirkan cara mengobati anaknya. Dicarilah orang pintar, tapi tak ada yang mampu mengobati. Tak lama raja memperoleh informasi ada kesenian yang mampu mengobati. Jumlah pemainnya 40 orang, namun mereka malu masuk ke istana karena kondisinya hanya orang biasa. Disepakati kesenian itu tampil ke istana dan memainkan Tari Topeng. Tiga gerakan dalam Tari Topeng dimainkan mulai tari tangan, tari kain dan tari piring. Barulah saat tari piring, anak raa itu siuman dan
sadarkan diri. Ia sembuh dari sakitnya.
“Dalam rombongan Tari Topeng ada satu orang yang pemainnya nakal. Ia memakai topeng tapi tak ikut main. Ia hanya memantau saat tarian ditampilkan,”kata Darmawan.

Versi lain menyebutkan, Tari Topeng ditampilkan saat anak raja sakit dan tak ada yang mampu menyembuhkan. Mereka yang menyembuhkan adalah orang bunian. Proses pengobatan lewat tarian dan penarinya memakai topeng.

Budayawan Melayu Natuna, H Wan Suhardi menyebutkan, kendala utama dalam pelestari kesenian tradisi Natuna adalah regenerasi. Untuk Tari Topeng, Langlang Buana dan Mendu tak lagi banyak dimainkan. “Kalau maestronya meninggal, kemungkinan besar kesenian tradisi itu terancam habis pula,”kata Wan Suhardi di Ranai, kemarin.

H Wan Suhardi

Ia tak sepakat alasan kondisi ekonomi para pemain seni tradisi yang susah menjadi alasan utama para pemainnya tak lagi berkesenian. Sebab dahulunya para pemain seni tradisi itu jugaorangnya bekerja sebagai nelayan, petani dan sebagainya. “Anak muda tak lagi tertarik pada kesenian tradisi. Generasi milineal lebih suka pada teknologi, medsos. Makanya kesenian tradisi Natuna terancam,”ujarnya.

Wan mengaku pernah membawa grup Tari Topeng dari Natuna tampil di Tanjungpinang. Para penonton cukup antusias menonton karena pertunjukkan terbilang unik dan berbeda dengan kesenian lain yang ada di Kepri. Saat tampil yang diubah hanya pakaian para penari dan peralatan. “Biasanya penampilan para pemain Tari Topeng sederhana. Seadanya. Peralatan juga seadanya seperti lampu petromak dan alat musiknya juga sederhana. Saat tampil dalam acara besar, inilah yang dikemas biar enak ditonton,”sebutnya. **