Memburu Jejak Istana Kota Lama

0
1491
Daik Lingga yang menawan. (Foto:Said Fauzi/www.pulaulingga.com)

Lebih kurang 114 tahun, Daik Lingga menjadi pusat ibukota kesultanan Melayu. Mulai dari era kerajaan Johor-Pahang-Riau-Lingga (1787-1830) selama 43 tahun dan lebih kurang 70 tahun sebagai pusat kerajaan Lingga-Riau (1830-1900).

Seabad lebih perjalanan kesultanan tersebut tentu menyimpan berbagai jejak dan peninggalan sebuah kerajaan. Seperti Istana dan berbagai sarana penunjang. Transportasi, jalan, sumber air, pasar dan jejak-jejak pembangunan lainya.

Yang cukup menarik dan masih belum terungkap, adalah jejak-jejak Istana sultan yang pernah digunakan saat beribukota di Daik. Menurut sejumlah sumber sedikitnya ada 4 buah Istana yang dikenali oleh masyarakat Daik. Yakni Istana Kenanga, Istana Kota Batu, Istana Robat dan Istana Damnah yang berdampingan dengan Bilik 44.

Namun dari sumber lisan mengatakan terdapat juga Istana lain yang pernah dibangun. Sayang belum ditemukan jejaknya secara pasti. Sampai saat ini, hanya Istana Kota Batu dan Istana Damnah saja dapat dilihat berupa puing-puing. Sedangkan Istana Kenanga, Istana Robat juga belum dapat ditemukan jejaknya.

tauhid bersama said husin
Tauhid pecinta sejarah dari Singapura bersama Said Husin berfoto dikawasan yang diduga sebagai lokasi Istana Kenanga Sultan Mahmud III. (foto: tauhid)
Kenanga Istana Sultan Mahmud III

“Walaupun wilayahnya telah diketahui namun karena keterbatasan informasi yang bisa dipercaya, sulit menemukan titik lokasi Istana Kenanga milik Sultan Mahmud Syah III, Abdurrahman Syah, dan Mahmud Muzzafar Syah itu,” kata pecinta sejarah di Daik, yang beberapa waktu lalu melakukan pecarian jejak Istana kota lama bersama pecinta sejarah dari Singapura.

Lokasi yang diduga sebagai pusat dan wilayah Istana Kenanga kini telah berubah menjadi semak belukar. Ada juga yang menjadi perkebunan dan rumah-masyarakat.

“Sangat sulit mengetahui keadaan lingkungan istana-istana itu dan berbagai sarana penunjang. Istana, bangunan dan sebagian jalan telah lenyap. Kini yang nampak hanya belukar. Sulit untuk mencari posisi titik bangunan. Perlu mengumpulkan berbagai data penting dan mengadakan pencarian di dalam hutan belukar,” lanjut Informan Lingga Geografia.

Istana yang menjadi tempat empat Sultan Mahmud III bertahta, menjalankan roda pemerintahan wilayah-wilayah taklukannya seakan lenyap ditelan zaman. Sejarawan Kepri, Aswandi Syahri juga pernah menuliskan ulang sebuah catatan seorang jurnalis Belanda yang bercerita soal bentuk dan lokasi Istana Sultan Mahmud III ini. Letaknya bersebelahan dengan Sungai Daik yang waktu itu menjadi jalur transportasi penting.

Tak jauh dari Istana terdapat sebuah masjid. Lokasi Istana Kenanga dipercaya berada diantara Sekolah SD 001 Pabean, jalan Siak hingga kampung Pahang kelurahan Daik.

Dekat lokasi yang diduga sebagai tapak istana Kenanga, telah didirikan rumah warga. Dikenal sebagai Kampung Putus. Terdapat juga berbagai peninggalan dilokasi tersebut seperti Meriam Katak. Yaitu meriam kecil dengan laras yang pendek. Kini dipajang di depan rumah Said Husin Al Qudsi. Dan perlu ditelusuri lagi apakah Said husin adalah salah satu keturunan dari Said Muhammad Zain Al Qudsi pejabat Kerajaan Lingga-Riau yang pernah tinggal di Daik bawahan Yang Dipertuan Muda Raja Jakfar.

meriam katak foto tauhid
Meriam Katak, salah satu peninggalan kesultanan Lingga yang berada di rumah Said Husin. (foto: tauhid)
Ada pula Jangkar Kapal, yang diduga sebagai kelengkapan alat perahu Sultan. Berukuran cukup besar.

Menurut Said Husin, tak jauh dari rumahnya ada juga terdapat sebuah kolam yang pernah ia dengar sebagai tempat mencucui pakaian keluarga Istana.

Lokasi rumah yang berdampingan dengan Sungai Daik ini juga terdapat sebuah Lubuk. Diberinama Lubuk Sentul. Di yakini sebagai tempat tambatan perahu Sultan. Beberapa tahun silam, warga masih dapat melihat sebuah alat pembakaran batu bara yang digunakan sebagai tenaga penggerak perahu Sultan Lingga. Kini, alat tersebut tenggelam di dalam lubuk dan belum dilakukan penyelamatan.

Istana Sultan Muhammad (1832-1841)

Sultan Muhammad ialah keturunan ketiga dari Sultan Mahmud III. Ia memerintah lebih kurang 9 tahun menggantikan Sultan Abdurahman anak dari Mahmud III.

Menurut informan Lingga Geografia, Istana Sultan Mahammad pernah juga dituliskan dalam sebuah Syair Sultan Mahmud IV. Bergaya Belanda. Letaknya dikampung Hulu, Sungai Daik. Hingga kini, lokasi pasti istana tersebut masih menjadi misteri yang belum dapat dipecahkan.

Berikut isi Syair Sultan Mahmud IV yang meceritakan sedikit Istana ayahndanya Sultan Muhammad

Istana Kuning cara wilanda

Di situlah tempat paduka anakda

Serta dengan paduka bunda

Pangkalan ayahnda marhum brida

(Syair Sultan Mahmud, Arsip Nasional Indonesia: 1990)

Istana Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (1857-1883)

Sebelum membangun Istana Damnah yang menjadi tempat bertahtanhya Sultan Sulaiman, saudara kandung Sultan Muhammad yang menggantikan keponakannya Sultan Mahmud IV sebagai pemegang tampuk kekuasaan, Sultan Sulaiman juga pernah membangun sebuah Istana.

Pioner dunia pertanian Kesultanan Lingga yang mengembangkan perkebunan sagu dan rumbia ini sebagai ketahanan pangan kesultanan Lingga-Riau, dari sumber tadi pernah mendirikan Istana bersebelahan dengan Istana Robat.

Yang tersisa kini hanya kolam yang telah kering dan berukuran cukup besar. Lokasinya tak jauh dari lapangan Kantor Bupati Lingga. Kolam tersebut diyakini sebagai bagian dari pabrik sagu Sultan Sulaiman. Sebagai sumber air untuk mencuci sagu yang jaringannya dibangun dari lubuk Bendung di hulu Sungai Tanda.

Selama 26 tahun menjabat sebagai Sultan, pertanian dan tambang timah di pulau Singkep milik sultan begitu maju. Menjadi salah satu sumber pendapatan kerajaan kala itu. Pernah pula, Sultan membuka sawah dan menanami dengan benih padi. Lokasinya kini dikenal dengan nama kampung Sawah Indah. Sayangnya padi yang ditanami gagal dan Sultan tetap meneruskan pengembangan perkebunan sagu sebagai pekerjaan masyarakat dan ketahanan pangan.

Kini lokasi yang diduga sebagai Istana Sultan Sulaiman menjadi rumah dan perkebunan masyarakat. Terdapat sejumlah pohon Durian, Rambutan dan berbagai jenis tumbuhan buah disekitar hulu Sungai Daik tersebut. Titik pasti lokasi belum dapat ditemui. Berada disekitar jalan Istana Robat dekat pusat pemerintahan kabupaten Lingga.

lokasi yang diperkirakan sebagai Istana kota robat kini menjadi halaman kantor bupati Lingga foto tauhid
Halaman kantor Bupati Lingga yang diduga adalah tempat Istana Robat yang pernah dibangun Raja Muhammad Yusuf di Daik. (foto: tauhid)
Robat Istana Raja Muhammad Yusuf

Imam dan guru Tarekat Naq Sabandiah, Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi atau Yang Dipertuan Muda X, dikatakan juga pernah membuat sebuah Istana. Istananya disebut Robat. Istana yang juga menjadi tempat pembelajaran agama dan tarekat.

Kini jejaknya menghilang. Ada yang meyakini, lokasi pusat pemerintahan perkantoran Bupati Lingga saat ini adalah titik Istana Robat yang pernah didirikan.

Tergerus pembangunan, jejak Robat pun semakin sulit ditemukan.

“Istana Robat milik Yang Dipertuan Muda Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi kini lenyap bagai tanpa jejak. Menurut sebuah informasi wilayahnya berada di halaman kantor Bupati Lingga. Sebelum lagi berdiri kantor Bupati, Istana ini telah lenyap dan sempat menjadi kebun masyarakat,” menurut sumber lisan tadi.

Khalid Hitam dan Peta Istana Kota Lama

Khalid Hitam adalah salah seorang yang begitu peduli dengan dengan sejarah Kota Daik. Ia adalah salah satu murid Tengku Mumamad Saleh, ulama besar yang pernah dimiliki Lingga. Semasa hidupnya, pria yang disapa Tokcu Khalid ini juga menjadi seorang pengajar agama dan seni. Memiliki puluhan murid. Mengajarkan fiqih dan ilmu agama. Dunia dan akhirat. Tinggal dan meninggal di Kampung Tanda Hulu.

Selain giat dalam ilmu agama, Tokcu Khalid juga hobi menulis dan mencatat berbagai informasi yang ia terima. Kini sejumlah catatan tangan miliknya disimpan oleh pihak keluarga. Salah satunya yaitu Peta Istana Kota Lama. Peta Istana-istana yang pernah dikunjungi dan dipetakan olehnya sendiri di Daik. Peta yang berisi letak istana-istana yang pernah dibangun Sultan Lingga di Daik.

Tepatnya pada tahun 1987, peta tulisan tangan dibuat. Peta itu menunjukkan denah kota dan keadaan Daik saat itu. Setelah kesultanan dihapuskan.

peta arsip fadli
Peta istana-istana kota lama yang di buat Khalid Hitam. (foto: koleksi fadli)
Sebelumnya hingga saat ini, belum pernah ada peta serupa yang pernah dibuat. Termasuk peta saat kesultanan masih ada. Meski termasuk baru era 80 an, dapat terlihat dan diketahui secara jelas keadaan jalan dan letak istana satu dan lain yang dapat dihubungkan. Meski sekalanya tidak tercantum namun cukup menjadi gambaran letak tapak-tapak istana Kota Lama.

Kondisi jalan saat itu jauh lebih sedikit dibanding sekarang. Berikut penjelasan peta Khalid Hitam yang dibuat tahun 1987:

Dua garis merah dari barat ke timur adalah jalan. Jalan yang lurus itu pertama dari arah Istana Kota Batu dan jalan yang kedua dari arah Damnah. Kondisi saat itu jalan dalam hutan belukar. Kini hanya jalan lurus Istana Damnah yang masih dapat bertahan, sedangkan jalan menuju Kota Batu telah lenyap. Karena berada dilokasi pemukiman penduduk.

Peta ini telah diberikan warna agar dapat dibedakan antara jalan, aliran sungai dan juga letak Istana Sultan Lingga sesuai keadaan masa lalu. Data ini merupakan data awal, perlu telaah lebih jauh dan pendalaman serta pengkajian agar lokasi-lokasi ini dapat dipetakan kembali.

Catatan Meramu Kota Pusaka

Beberapa waktu lalu, Daik Lingga telah ditetapkan sebagai Kota Pusaka. Kota yang memiliki peninggalan sejarah. Yang bakal mendapat perlakukan dan sentuhan khusus pembangunan. Pemantapan sarana penunjang situs.

Sedikitnya ada Rp 7 Miliar dana APBN yang bakal dikucurkan pemerintah pusat tahun 2017 ini. Nilai yang lumayan besar jika dilaksanakan sungguh-sunggu membangun Kota Pusaka. Meramu kota dan peninggalan kota lama sesuai dengan konsep dan pembangunan yang juga bakal menjadi kebanggaan orang-orang di Daik.

Sejumlah catatan penting, kota-kota yang hilang dan penataannya juga harus di teliliti kembali. Konsep-konsep pembangunan yang semula banyak menghilangkan situs seperti jaringan air dan sungai kuno seperti kawasan komplek perkantoran kabupaten Lingga yang sebenarnya merupakan situs. Parit dan jaringan air haruslah dipugar kembali, di tata tanpa merubah bentuk dan memunculkan lagi fungsi penunjang Kota Lama.

Jaringan air, jalan dan pembangunan Ibukota Kesultanan ini adalah bagian dari Ilmu Pengetahuan yang pernah diterapkan era kesultanan. Menjadi bagian kekayaan budaya dan boleh jadi tolak ukur ilmu pengetahuan melayu Kuno.

Kedepan, literasi yang belum tergarap juga perlu dilengkapi oleh daerah khusunya lembaga dan dinas terkait. Keberadaan Kota Lama dan Istana-istana yang hilang seperti catatan seorang penulis luar negri yang pernah menyebut Lingga sebagai Lost Kingdom. Penggalian, sejarah untuk memantapkan lagi Bunda Tanah Melayu.
(Penulis: Hasbi Muhammad)