Publikasi Tanpa Arah, Perlu Standarisasi

0
201
Rapat pembahasan publikasi kebudayaan di Hotel Puri Dalem, Denpasar.

Publikasi dilingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud berjalan sendiri-sendiri, tanpa komando dan arahan. Tak ada sistem publikasi. Dampaknya pencapaian publikasi tak maksimal. Produktivitas publikasi juga rendah.

Hal demikian diungkapkan Staf Khusus Dirjen Kebudayaan, Anom Astika dalam Rapat Pembahasan Publikasi Kebudayaan di Hotel Puri Dalem, Denpasar, Selasa (27/2) kemarin.  Ia juga mengingatkan perlunya pemahaman publikasi lebih luas lagi.
“Publikasi itu bukan hanya penerbitan. Tapi membuat poster biaya murah, tapi lebih mengena. Itu publikasi yang lebih tepat sasaran. Ketimbang menerbitkan buku atau buletin yang tak beredar luas,”kata Anom.

Anom menilai satuan kerja dibawah Ditjen Kebudayaan harus lebih dekat dengan publik melalui kegiatan-kegiatan. Sarana publikasi jadi lebih efektif. Publikasi, kata dia, intinya seni berkomunikasi dengan publik. “Saya sepakat dengan pendapat kawan-kawan dari daerah. Publikasi selama ini tanpa arah, tak ada komanda. Pusat juga tak memberikan arahan yang
jelas. Jadi satker atau UPT seperti berjalan sendiri-sendiri,”ujarnya.

Dalam acara dialog, Kasubag TU Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan, Dr Muslimin Effendy AR mengharapkan agar Ditjen Kebudayaan membuat standar operasional prosedur (SOP) tentang sistem publikasi dilingkungan Ditjen Kebudayaan. Standarisasi ini jadi acuan publikasi oleh satker baik BPNB, BPCB, museum dan Galeri Nasional. “Saya berharap ada
standarisasi. Masalah sinergitas atau koordinasi publikasi antara pusat dan UPT-UPT jangan taraf wacana. Hanya sebatas diskusi atau rapat-rapat saja, tapi harus diwujudkan,”kata Muslimin.

Dalam rapat ini dibahas berbagai permasalahan publikasi di BPNB,BPCB, museum dan galeri nasional. Ada empat satker yang memberikan paparan, yakni BPNB Aceh, BPNB Sulawesi Utara, BPCB Sumbar dan BPCB Sumbar. Ada 25 poin yang menjadi catatan
permasalahan yang nantinya digodok lagi untuk ditetapkan menjadi beberapa poin untuk disampaikan ke Dirje Kebudayaan, Hilmar Farid.

Ada sejumlah usulan dan permasalahan yang mengemuka antara lain, produk publikasi sifatnya masih untuk internal, tampilan produk publikasi tak memikat, SDM publikasi yanh tak memadai disatker, keterbatasan dana, belum ada standarisasi publikasi, produk penerbitan seperti buku dan produk lainnya bahasanya terlalu ilmiah dan tak menarik  bagi umum.

Acara rapat publikasi ini dibuka Kepala BPCB Kalimanta Timur, I Made Kusumajaya mewakili Sesditjen Kebudayaan, didampingi tuan rumah Kepala BPCB Bali, I Wayan Muliarsa dan Kepala BPNB Bali,. Penutupan dilakukan Kepala Balai Konservasi Borobudur, Marsis Sutupo. Acara ini dihadiri seluruh Kepala BPCB, sejumlah kasubag TU BPNB dan staf publikasi masing-masing satker. **