Pulau Buru sebagai salah satu pulau besar di Kepulauan Maluku yang menyimpan banyak sejarah pada masa orde baru. Tidak hanya wisata sejarah, di Pulau Buru terhampar subur tanaman minyak kayu putih, tidak heran jika minyak kayu putih merupakan komoditi andalan.Tidak hanya minyak kayu putih dan rempah-rempah seperti cengkeh dan Pala, di tanah Fuka Bupolo ini juga mudah dijumpai tanaman hotong yang kandungan proteinnya lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein pada beras maupun kentang. Biji hotong mengandung komponen bioaktif yang mempunyai sifat antioksidan, antara lain tanin dan vitamin E.
Tanaman hotong yang dalam bahasa Buru disebut Feten tak hanya kaya manfaat namun menarik jika ditelusuri dari mitos yang dipercaya oleh orang-orang Buru hingga saat ini. Dikisahkan pada zaman dahulu ada sekumpulan orang yaitu putri dan keluarganya yang melakukan sebuah perjalanan, dan dalam perjalanan mereka kehabisan makanan dan minuman. Mereka kelaparan dan kehabisan tenaga. Sehingga sang Putri pun berdoa kepada Oppolestala (Tuhan) untuk diberikan makanan. Bahkan ia pun merelakan salah satu bagian tubuhnya untuk dapat berubah menjadi makanan. Sang Oppolestala mengabulkan permohonan sang putri hingga merubaha salah satu bagian tubuh menjadi bulir-bulir hotong sehingga dapat diolah menjadi makanan. Sang putri pun dijuluki sebagai Boki Feten (Putri Hotong). Tamanan hotong ini mendapat perlakuan khusus dari orang Buru yang mengerti akan sejarah pengorbanan Boki Feten. Dalam setiap jamuan adat, Waji Hotong merupakan makanan yang wajib dihidangkan.
Pengorbanan dan ketulusan Boki Feten ini kemudian diangkat menjadi sebuah tarian masyarakat Pulau Buru yakni Tari Boki Feten. Gerakan-gerakan dalam tari tersebut menceritakan sejarah sakral tersebut dalam sebuah karya seni yang mengkolaborasikan tarian dengan lagu sebagai perpaduan gerakan munajat, penyerahan diri, proses penyemaian, memanen, perlindungan serta ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta oleh 6 orang penari yang terdiri dari 5 orang wanita, 1 diantaranya berperan sebagai putri, dan 1 orang laki-laki. Gerakan-gerakan tarian Feten Boki mengekspresikan sebuah rasa kegembiraan karena hasil panen yang banyak, gerakan tangan dan kaki yang lembut dan gemulai menggambarkan sifat seorang putri yang lembut dan bersahaja. Selain itu, gerakan-gerakan dalam Tarian Boki Feten juga mencerminkan pergaulan pemuda dan pemudi yang akrab dan hangat. Ekspresi wajah mencerminkan rasa senang dan bahagia sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas berkat kekayaan alam yang diberikan bagi manusia. Musik pengiring yaitu tifa, harmonika, biola.
Sebagai bentuk perlindungan terhadap warisan budaya takbenda, BPNB Maluku telah melakukan pendokumentasian Tari Boki Feten di Kabupaten Pulau Buru dalam bentuk audio visual. Pendokumentasian ini dilakukan agar hasil karya seni masyarakat Buru ini dapat diakui dan tercatat sebagai warisan budaya takbenda dalam daftar UNESCO sebagai warisan budaya nasional. Disamping itu juga untuk menarik perhatian berbagai kalangan akademisi maupun non akademisi pada umumnya dan khususnya generasi muda untuk mencintai dan melestarikan seni budaya lokal.