Pada Rabu, 11 Desember 2024, Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XX menerima Sertifikat Tanah Benteng Amsterdam di Negeri Hila, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Sertifikasi ini merupakan bagian penting dari upaya perlindungan dan pelestarian Cagar Budaya Nasional Benteng Amsterdam, yang menjadi salah satu prioritas kerja BPK Wilayah XX dalam memastikan status hukum dan kepemilikan situs cagar budaya yang sah serta terlindungi secara legal.
Penyerahan sertifikat dilakukan secara resmi oleh Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah ATR/BPN Maluku Tengah, Ibu Brevelin Stevani Laukon, S.H., kepada Kasubbag Umum BPK Wilayah XX, Bapak Stenli R. Loupatty, S.Pd. Acara serah terima ini berlangsung dengan khidmat dan disaksikan oleh perwakilan dari BPN Maluku Tengah serta tim dari BPK Wilayah XX.
Sertifikasi tanah untuk Benteng Amsterdam memiliki peran yang sangat penting dalam:
- Kepastian Hukum: Memberikan kepastian hukum terkait status kepemilikan lahan benteng sebagai aset cagar budaya yang dilindungi negara.
- Perlindungan dari Alih Fungsi Lahan: Mencegah potensi alih fungsi lahan yang dapat merusak integritas dan keaslian situs bersejarah ini.
- Pengelolaan yang Lebih Optimal: Mempermudah pengelolaan dan pengembangan Benteng Amsterdam sebagai destinasi wisata sejarah dan pusat edukasi budaya.
- Dukungan dalam Pemeliharaan Berkelanjutan: Memastikan adanya dasar hukum yang kuat untuk mendapatkan alokasi anggaran dan dukungan dalam upaya pelestarian jangka panjang.
Dalam kesempatan yang sama, BPK Wilayah XX juga melakukan konsultasi terkait proses sertifikasi lanjutan untuk situs-situs cagar budaya di Banda Naira. Banda Naira dikenal sebagai salah satu kawasan yang kaya akan situs bersejarah, termasuk Benteng Belgica dan Benteng Nassau, yang memiliki nilai historis tinggi dalam konteks perdagangan rempah-rempah pada masa kolonial.
Proses sertifikasi ini diharapkan dapat memberikan dasar hukum yang kuat untuk melindungi dan melestarikan situs-situs bersejarah di Banda Naira dari potensi ancaman seperti degradasi fisik, pergeseran fungsi lahan, serta eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.
Bapak Stenli R. Loupatty, S.Pd., menyampaikan harapannya agar proses sertifikasi lanjutan ini dapat berjalan lancar dengan dukungan penuh dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Beliau menekankan bahwa perlindungan cagar budaya tidak dapat dipisahkan dari kepastian status hukum lahan tempat situs tersebut berdiri.