Peranan Pemuda Dalam Melestarikan Budaya dan Pariwisata Maluku Yang Berbasis Ecotourism

0
4758
Sumber: Ora Beach, Rama Prasetia

Penulis : Mezak Wakim, Peneliti Antropologi Budaya

Pengantar

Pada prinsipnya kalau membicarakan Ambon, tentu tidak terlepas orang kemudian merepresentasi manusia Maluku dengan sebutan orang Ambon, bukan menunjuk hanya pada batasan aspek ruang sosial, artinya yang di kenal orang Ambon adalah hanya orang Maluku yang berdomisili di Pulau Ambon saja, tetapi sebutan ini juga sangat populer untuk menyatukan semua orang Maluku. Sehingga kalau asumsi ini kita bangun maka tentu anggapan masyarakat umum [masyarakat Indonesia] telah memetakan orang Ambon dalam penilaian ciri fisik tertentu yang di kenal Nyong Ambon dan Nona Ambon [Jujaro dan Mungare] yang Hitam Manis…… kata hitam manis sangat sering kita dengar dan bagi sebagaian orang kalau yang hitam manis biasanya tidak pernah membosankan sejauh mata memandang. Ini ciri yang memang menggambarkan unsur genetik yang melekat bagi orang Maluku yang lebih cenderung di pandang secara fisikal pada tampilan Nyong Ambon dan Nona Ambon. Ada istilah Laipose, Balagu, ondos dan sebagainya adalah model penyampaian secara verbal bagi keseharian masyarakat Ambon yang dinilai tetap menganggap budaya sebagai pegangan penting bagi keberlanjutan masyarakat Maluku pada umumnya. Tampilan sosok keindahan alam Maluku yang mempesona teryata juga telah menjadi wilayah destinasi pariwisata dunia yang sangat populer pada abad 14 dan 15. Seorang sejarahwan Belanda Valentijin, menulis keindahan teluk Ambon yang begitu indah dengan keanekaragaman hayati. Keramahan masyarakat terhadap lingkungan dengan budayanya juga di catat dalam buku “The Malay Archipelego” perjalanan seorang naturalis Inggris Alfred Russel Walacea di Maluku. Oleh karena itu tema yang di sampaikan panitia kepada saya tentang peran pemuda dalam melestarikan budaya dan pariwisata, menurut saya adalah sangat tepat karena pemuda merupakan garda terdepan dalam berbagai kegiatan termasuk melestarikan kebudayaan.

I. Jujaro dan Mungare: Kedudukan Strategis Peran Pemuda Maluku

Kedudukan Jujaro-Mungare [pemuda dan pemudi] Maluku sangat strategis dalam memainkan peranannya dalam kehidupan bersama. Orang Maluku memiliki pandangan terhadap sosok pemuda atau yang di kenal dengan Jujaro dan Mungare adalah mereka yang memiliki usia produktif 15-30 tahun yang secara fisik memiliki komitmen inovatif, kreatif yang berorientasi masa depan. Gagasan ini tentu memberi pengertian penting bagi keberlanjutan misi pelestarian kebudayaan, dan promosi parwisata baik pada level regional [komunitas, individu] maupun nasional. Karena memang konektivitas kebudayaan dan promosi parwisata merupakan model pelestarian kebudayaan yang urgen bagi kebersaman hidup orang basudara di Maluku. Dalam kebudayaan daerah Maluku tercatat beberapa peranan penting jejak komunitas jujaro dan mungare Maluku dalam memberi efek berarti bagi orientasi nilai kehidupan orang basudara di Maluku. Adapun catatan menarik yang di lihat dari pendekatan ini adalah bahwasanya Jujaro dan Mungare adalah salah satu pilar yang memiliki peran besar dalam perjalanan kehidupan orang basudara di Maluku sehingga maju mundurnya kebudayaan dan promosi pariwsata sedikit  banyak ditentukan oleh pemikiran dan kontribusi aktif dari pemuda di Maluku. Begitu juga dalam lingkup kehidupan bermasyarakat, Jujaro dan Mungare merupakan satu identitas yang potensial dalam tatanan masyarakat  sebagai penerus cita-cita pelestarian kebudayaan yang akan menguasai masa depan. Ada beberapa alasan mengapa Jujaro dan Mungare memiliki tanggung jawab besar dalam tatanan Pelestarian kebudayaan dan promosi pariwisata daerah Maluku, antara lain:

  1. Kemurnian idealismenya
  2. Keberanian dan keterbukaannya dalam menyerap nilai-nilai dan gagasan-gagasan baru
  3. Semangat pengabdiannya
  4. Spontanitas dan pengabdiannya
  5. Inovasi dan kreativitasnya
  6. Keinginan untuk segera mewujudkan gagasan-gagasan baru
  7. Keteguhan janjinya dan keinginan untuk menampilkan sikap dan kepribadiannya yang mandiri

Menurut Azyumardi Azra (2013) bahwa  pemuda  dapat dilihat dari 3 (tiga) kategori yaitu: 1. Generasi muda yang memiliki visi, yaitu generasi muda yang  bisa membangun tradisi intelektual dan wacana pemikiran melalui intelectual enlightement (pencerahan intelektual) dan intelectual enrichment (pengkayaan intelektual). Strategi pendekatan yang digunakan adalah melalui pemaksimalan potensi kesadaran dan penyadaran individu yang memungkinkan terciptanya komunitas ilmiah, 2. Generasi muda yang memiliki nilai yaitu usaha mempertajam hati nurani melalui penanaman nilai-nilai moral, 3. Generasi muda yang memiliki keberanian dalam melakukan aktualisasi program.

II. Pesona Alam Maluku : Suatu Anugerah Untuk Kita Bersama.

  1. Kekayaan Maluku : Pusat Perhatian Dunia

Membuka pemahaman tentang Nyong Ambon dan Nona Ambon yang “Hitam Manis” sebagaimana di ungkapkan di atas, tentu pada bagian ini lebih spesifik menjelaskan konsep “hitam manis” bukan hanya pada manusianya akan tetapi pada alam yang dianugerahi kekayaan sumberdaya yang luar biasa dan menjadi daya tarik tersendiri bagi dunia Internasional dalam melakukan wisata dagang di Maluku. Orientasi dagang yang di maksudkan dalam wisata internasional tersebut adalah munculnya rempah-rempah [cengkih dan pala] yang menjadi komoditi paling termahal di dunia. Catatan ini kemudian menjadi dasar mula Maluku yang di kenal dunia sebagai Spice Island [Pulau Rempah-rempah] dan telah melayarkan ribuan kapal karena cita rasa dan aroma cengkih dan pala itu.

Beberapa sumber yang di sebutkan oleh Antonio Galvao[1] bahwa yang dimaksudkan dengan rempah- rempah ialah; cengkih (Eugenia Aromatika,O.K). dan pala (Miristica fragrans), sejenis tumbuhan tropis yang di dunia yang  menurut para ahli sebelumnya hanya terdapat di kepulauan Maluku. Dinamakan rempah-rempah sebab  bunga cengkih maupun fuli pala  dalam abad ke 3 S.M sudah dipakai di Cina sebagai ramuan, obat-obatan tradisional, wewangian, penyedap makanan dan lainnya. Penulis Yunani, tahun 50 S.M. menamakan cengkih itu, Carphyllum karena dipakai sebagai bumbu masak dan obat-obatan dan dianggap berasal dari India. Sementara Willem dalam buku kerajaan Cina yaitu pada dynasti Hang disebutkan cengkeh dapat di jadikan sebagai bahan wewangian penting bagi para pengawal kaisar yang akan menghadap kaisar sebelumnya harus mengunyah cengkih sebagai penghilang bau mulut. Referensi-referensi ini melengkapi kepekaan dunia terhadap rempah-rempah yang memiliki nilai paling tinggi dalam pasaran perdaganagan dunia internasional. Karena nilainya kini menjadi ukiran tersendiri bagi sejarah daerah Maluku.

Orang Eropa menyebutnya “ The Oriet” yang di artikan sebagai timur dari bola dunia. Istilah oriet di mata eropa adalah bagian dari keindahan bumi yang berseri karena matahari, rempah-rempah dan burung cedrawasih. Dan bagi orang Eropa oriet menjadi wilayah paling indah di dunia.

Ada beberapa hal yang perlu di ketahui secara garis besar tentang sejarah ekspedisi yang di rancang para penguasa dunia untuk menemukan kepulauan rempah-rempah.

  1. Ekspedisi pertama yang di rancang raja Spanyol Franz Ferdinand dan Ratu Isabella adalah upaya menemukan the Spice Island [kepulauan rempah-rempah]. Untuk proyek tersebut telah di perintahkan sebuah ekspedisi pertama yang di atur oleh Colombus yang ahli navigasi untuk menangani proses ini. Namum pencariannya tidak membuahkan hasil karena Colombus hanya menemukan benua baru yang kemudian dikenal sebagai Amerika. Atau pun juga berkat ekspedisi ini Colombus mempertemukan teori baru dalam ilmu pengetahuan yang menerangkan bumi Bulat. Sehingga boleh dikatakan berkat pencarian Maluku sebagai kepulauan paling terkenal di dunia dapat membuahkan banyak manfaat sebagaimana yang di temukan Colombus. Kekeliruan Colombus menemukan Maluku dalam pelayaranya menjadi rachmat bagi bangsa-bangsa Eropa dikemudian hari. Karena benua baru (daratan Amerika) yang ditemukan itu menjadi daerah eksploitasi yang luar biasa oleh bangsa-bangsa Eropa, hingga terbentuknya negara baru Amerika Serikat tahun 1449.
  2. Ekspedisi ke dua di rancang dengan penunjukan Vasco da Gamma sebagai pemimpin Armada namun tidak berhasil karena hanya mengintari tanjung harapan di benua Afrika. Kegagalan ini menandakan sebuah pengalaman yang pahit bagi raja Portogis.
  3. Dan ekspedisi ketiga dirancang setelah india jatuh ke tangan Portugis kemudian yang mengaharuskan Malaka di kuasai oleh Portugis dan memudahkan penemuan spice island . pada tahun 1512 di bawa pimpinan Francisco Serrau tiba di Banda Naira. Dalam buku harianya kami berlayar sejak 100 tahun lamanya untuk mencari kepulauan rempah-rempah dan kini telah kami temukan. Berita ini kemudian tersohor keseluruh dunia sehingga Maluku menjadi pusat pelayaran dunia.

Uraian ini setidaknya menjadi catatan tersediri yang kini penting untuk di ketahui karena sejarah bagaimana perjuangan penemuan Maluku sebagai wilayah paling di cari pada abad ke XIII sebelum masehi adalah masa emas yang melahirkan banyak keuntungan bagi dunia. Kekeliruan kompas pelayaran menuju Maluku juga ternyata menguntungkan dunia ilmu pengetahuan sebagaimana Colombus menemukan teori dunia bulat. Akan tetap sejarah penemuan kepulauan rempah-rempah kemudian menjadi malapetaka tersendiri bagi Maluku karena misi dagang yang konspiratif ternyata membawa malapeta tersendiri bagi Maluku.

  • Keunggulan Maluku Sebagai wilayah Kepulauan : basis Promosi Pariwisata

Fakta Keberadaan Maluku sebagai wilayah kepulauan adalah merupakan sebuah anugerah tersendiri. Wilayah Maluku memang bila di ikuti dalam catatan sejarah diatas bahwa bukan saja, keungulan sumber daya darat (cengkeh dan pala) kemudian menjadi pusat destinasi pariwsiata dunia, akan tetapi Maluku juga memiliki sejumlah kekayaan budaya yang di pengaruhi oleh karakteristik wilayah kepulauan. Julukan Maluku dalam pendekatan antropologi kepulauan, sebagai “ wilayah atau negeri seribu pulau” argumentasi ini menunjuk pada konfigurasi keunikan budaya pada masing-masing pulau itu yang tak terbilang banyaknya. Di Maluku kita mengenal adanya beberapa wilayah budaya antara lain ; 1) Kalwedo bagi masyakaat kepulauan di Maluku Barat Daya, 2) wilayah budaya Kida bela/duan Lolat  bagi masyaakat Maluku Tenggara Barat. 3) wilayah budaya Ain ni ain bagi masyarakat kepulauan Maluku Tenggara, 4) wilayah budaya Sitakena Walike bagi masyarakat kepulauan Aru, 5) wilayah budaya negeri pela gandong  bagi masyarakat kepualauan di Maluku tengah, 6) wilayah budaya kai wai bagi masyarakat kepulauan Buru. Beberapa istilah ini menunjuk pada penyebaran etnis yang ada di Maluku yang kini menjadi kekayaan tersendiri bagi masyarakat Maluku. Dengan demikian lenyakp sudah komposisi keunggulan  wilayah Maluku sebagai wilayah kepulauan yang telah melahirkan beragam sub etnis di Maluku dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Pola hidup; yang di pengaruhi oleh tujuh unsur kebudayaan menurut Koentranigrat juga menjadi gambaran betapa melihat keunggulan wilayah Maluku adalah sesuatu yang perlu di lestarikan. Selain itu juga keunggulan wilaya Maluku sebagai wilayah basis pulau-pulau kecil yang sangat bermanfaat untuk pengembangan pariwisata bahari.

Sahusilawane (2012 : 168) memberikan argumentasi tentang potensi pariwisata Maluku sebagai anugerah Tuhan terindah bagi Provinsi Maluku baik sumber daya alam, maupun sumber daya budaya yang beraneka ragam.  inventarisasi Dinas pariwisata Maluku (2011) diketahui data 302 potensi pariwisata Provinsi Maluku di tentukan oleh keungulan presentasi potensi yang berkaitan dengan potensi wisata sejarah (20%) potensi wisata budaya (15,2%), potensi wisata alam (28%) dan potensi wisata bahari (36,6%). Sangatlah medasar memang bila potensi wisata bahari kemudian menempati angka presentasi yang begitu signifikan karena orientasi luas lautan melampaui daratan melengkapi potensi keungulan wisata bahari di Maluku. Rujukan ini semestinya menjadi harapan besar dari pengembangan potensi pulau-pulau kecil di Maluku.  Laut Maluku yang menyatukan pulau-pulau kecil tersebut adalah aset yang sangat berharga dan menjadi salah satu tumpuan industri pariwisata. Di Maluku biasanya Laut adalah halaman muka jasa Pariwisata, karena itu dan bukan halaman belakang seperti di sejumlah daerah di indonesia.

Sejumlah kawasan perairan laut (bentang laut) di Maluku dapat mengembangkan beberapa jenis kegiatan wisata bahari, antara lain:

  1. Kegiatan wisata permukaan laut dengan memakai orientasi budaya bahari masyarakat untuk promosi pariwisata seperti ; manggurebe aromba ,memancing (fishing), kapal layar bermotor (yachting), yang biasnaya di lakukan di Maluku melibatkan negara tetangga Australia dalam partisipasi perahu layar Ambon-Darwin. Perahu bermotor (booting), perahu layar (sailing), berenang (swimming), dan geowisata bahari. Di kepulauan Banda Naira, kepulauan Kei Maluku Tenggara, Kepulauan Masela Maluku Barat Daya dan beberapa wilayah di Maluku Tengah seperi pulau pombo dan lainya kini menjadi potensi wisata bahari yang cukup di minati wisatawan.
  2. Kegiatan wisata bawah laut berupa menyelam (diving), snorkeling, dengan memnafaatka keindahan bawa laut Maluku sebagai model pelestarikan keanekaragaman terumbu karanag dan biota laut di wilayah Maluku.
  3. Kegiatan wisata budaya pesisir (melihat tradisi etnis pesisir, warisan budaya material seni masyarakat pesisir, komunitas pesisir dan wisata kuliner). Di Maluku memiliki sejumlah kuliner khas masyarakat pesisir misalanya di Maluku Tengah pada wilayah Natsepa, banyak di temui kuliner tradisional rujak dan panganan tradisional lainya. Di Saparua dengan tradisi bakar sagu, di Maluku Tenggara degan kuliner tradisional arwan sir-sir dan lainya. selain itu juga adanya promosi kesenian tradisional yang menggambarkan tradisi bahari orang Maluku mislanya tarian cakalele, trian seka, trian bameti dan lainya. Semua ini menjadi pola promosi pariwisata yang unggul di wilayah Maluku.

III. Kalesang: Local Genius Orang Maluku, Kebudayaan Menuju Ecotourism

A. Konsep Nilai Budaya Kalesang

Orang Maluku pada umumnya sejak leluhur telah mewarisi budaya bersih sebagai bagian dari kebudayaan bersama. Penerapanya biasnaya dari keluarga kecil (keluarga batih: ayah, ibu dan anak), dimana anak yang baru bangun tidur sangat di larang langsung duduk di meja makan, atau berpergian. Namun di sarankan oleh budaya tradisi untuk membersihkan diri dari rambut hingga seluruh tubuh baru kemudian duduk di meja makan atau berpergian. Karena itu menggunakan akat kalesang menjadi warisan leluhur Maluku yang sangat perlu di manfaatkan untuk mengatur pola kehidupan masyarakat Maluku dalam orientasi pelestarian kebudayaan yang berdampak pada promosi pariwsata Maluku. Istilah kalesang yang di pergunakan pada perspektif ini mengacu pada kebisaaan atau tradisi orang Maluku yang berorietasi pada beberapa kebiasaan ; membersihkan, mengatur, menjaga, memelihara dan melestarikan. Implikasi dampak budaya ini tentu akan menemukan keterpaduan dan keselarasan antara manusia dan alam. Tidak sedikit kita menemukan kerusakan alam, (laut dan darat) karena ula manusia itu sendiri dan akibatnya juga fatal bagi keberlangsungan hidup manusia. Kegiatan ilegal fishing, ilegal loging dan lainya juga merupakan malapetaka bagi keberlajutan hidup kebersamaan. Generasi muda yang akan menjadi korban berikutnya kalau semuanya kita tidak di mulai dari model kearifan lokal dan kesadaran diri masyarakat sendiri. Pemberlakukan budaya kalesang di rasa menjadi tren masa kini di Maluku khususnya di kota Ambon dalam membenahi kota Ambon dan terbukti Ambon pasca konflik dengan muda di benahi dan mendapat trofi Adipura sebagai kota bersih di Indonesia. Prestasi cedas yang di ragakan leluhur melalui budaya kalesang melahirkan beberapa kebudayaan yang memang di rasakan menjadi konsep utama budaya orang Maluku. Asumsinya di peroleh dari gambaran “ hidup orang basudara” yang di dekatkan pada konsep hidup yang selaras dan serasi tidak mementingkan kepentingan pribadi golongan yang menggarap keuntungan untuk penderitaan orang lain namun untuk kepetingan bersama.

  1. Adanya budaya Masohi atau gotong royong juga merupakan budaya kalesang yang didasarkan pada orientasi nilai menjaga keselarasan ekosistem laut maupun darat, yang di peruntukan bagi kehidupan masyarakat dan generasi muda kedepan dan untuk promosi pariwisata.
  2. Gandong Hati Tuang : Sapaan penting bagi masyarakat Maluku yang mengidentifikasi kesamaan mendasar antara masyarakat yang memiliki gandong atau sekandung dalam kebudayaan Maluku walupun berbeda secara agama. Atau lebih mengakrabkan kekerabatan antar gandong, yang dilihat bukan dalam artian sempit orang Maluku saja namun juga orang lain. Pendekatan ini dilihat dapat menciptakan budaya ramah, sopan terhadap orang lain juga menjadi ciri budaya kalesang yang juga merupakan faktor pendukung dalam promosi pariwisata di Maluku. Karena keamanan, kenyamanan juga merupakan hal paling esensi dari sebuah promosi wilayah destinasi pariwisasta di Maluku.
  3. Potong di Kuku-Rasa Di Daging; penyebutan ini lebih diarahkan pada rasa kebersamaan antar masyarakat di Maluku dimana bila ada yang susah [katong ; kita] sama-sama menangungnya. Atau kita juga merasa bagian dari apa yang di rasahkan. Implementasinya tidak terbatas berbagai dengan sesama manusia, namun juga dengan alam sekitar. Karena bila menemui berbagai kekurangan atau potensi kerusakan lingkungan baik darat dan laut tentu bilai di hadapkan  dengan budaya kalesang maka itu menjadi tanggung jawab bersama. Sejauh mata memandang akan menganggu ekosistem kewilayahan di Maluku.
  4. Sagu Salempeng Dipatah Dua : Pemaknaan sagu salempeng [satu lempeng sagu dibagi dua] memberikan pengertian kita sama-sama memiliki rasa yang sama. Keadilan dan kebersamaan menjadi bentuk solidaritas antar masyarakat. Kongritnya bahwa hutan sagu dan sumber daya alam lainya menjadi warisan leluhur bagi kita anak cucu di Maluku yang sangat perlu di jaga kelestarianya karena itu budaya kalesang menjadi patokan untuk sama-sama merawatnya, baik alam laut dan darat untuk kesejaterahan bersama.

Gambaran budaya kalesang yang di paparkan di atas menjadi primadona pelestarian kebudayaan daerah Maluku yang menuju pada kegiatan promosi pariwisata di Maluku, karena itu konektivitas antara kebudayaan dan pariwisata sebetulnya kebudayaan yang mejadi mesin penggerak roda pariwisata di Maluku. eksitensi budaya bahari dan sejumlah keunggulan sumber daya alam bila tidak di lestarikan dengan konsep diri yang mengacu pada budaya kalesang maka semuanya akan menjadi mubazir. Mengelontorkan dana milayaran rupiah pun untuk pembangunan kepariwisataan di Maluku namun tidak mempertimbangkan sisi kebudayaan maka apa arti semuanya.

B. Konsep Ecotourism

Konsep Ecotourism adalah salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, pemberdayaan sosial budaya, ekonomi masyarakat lokal. Rumusan Ecotourism pertama kali ditemukan oleh Hector Ceballos-Lascurai pada tahun 1987 yaitu dengan konsep sebagai berikut: ”Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuhan-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini.” konsep ini kemudian pada awal tahun 1990 disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) yaitu sebagai berikut: ”Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat.” Sementara Western dalam Fendeli (1998) mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan bertanggung jawab ke wilayah-wilayah alami yang melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Fenell (1999) mendefinisikan ekowisata sebagai bentuk berkelanjutan berbasis  sumber daya alam pariwisata yang berfokus terutama pada mengalami dan belajar tentang alam, dan yang berhasil etis dampak rendah, non-konsimtif dan berorientasi lokal (kontrol, manfaat dan keuntungan dan skala).

Sumber: Ora Beach, Rama Prasetia

Ecotourism adalah salah satu mekanisme pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Ecotourism merupakan usaha untuk melestarikan kawasan yang perlu dilindungi dengan memberikan peluang ekonomi kepada mesyarakat yang ada disekitarnya. Konsep yang memanfaatkan kecendrungan pasar back to nature ini merupakan usaha pelestarian keanekaragaman hayati dengan menciptakan kerja sama yang erat antara masyarakat yang tinggal disekitar kawasan yang perlu dilindungi dengan industri pariwisata. Ecotourism adalah gabungan antara konservasi dan pariwisata di mana pendapatan yang diperoleh dari pariwisata seharusnya dikembalikan kepada kawasan yang perlu dilindungi untuk perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati serta perbaikan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya.

J. Stphen, Page dan Dowling K. Ross (2000) meringkas konsep dasar ekowisata menjadi lima prinsip inti. Mereka termasuk yang berbasis alam, berkelanjutan secara ekologis, lingkungan edukatif, dan lokal wisatawan bermanfaat dan menghasilkan kepuasan lima prinsip ini antara lain :

a. Nature based (Berbasis alam)

     Pengembangan ekowisata  didasarkan pada lingkungan alam dengan fokus pada lingkungan biologi, fisik dan budaya.

b. Ecologically sustainable (Berkelanjutan secara ekologis)

     Ecotourism dapat memberikan acuan terhadap pariwisata secara keseluruhan dan dapat membuat ekologi yang berkesinambungan. 

c. Environmentally educative (Pendidikan Lingkungan)

    Pengembangan ekowisata harus mengandung unsur pendidikan atau perilaku  seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan.

d. Locally beneficial (Manfaat bagi Masyarakat Lokal)

    Pengembangan ecotourism harus dapat menciptakan keuntungan yang nyata bagi masyarakat sekitar. Pengembangan harus didasarkan atas musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai social budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat di sekitar kawasan.    

e. Generates tourist satisfaction (Menghasilkan kepuasan wisatawan)

    Pengembangan ekowisata harus mampu memberikan kepuasan pengalaman kepada pengunjung untuk memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan.  Selama lima prinsip diatas, dalam penerapan pengembangan ekowisata, juga diharuskan bagi para pengelola dan pengembang untuk memperhatikan aspek legalitas di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional, serta mengembangkan pola kemitraan antar pihak.

C. Menemukan Konsep Ecotourism Dalam Lingkar Budaya Orang Maluku

Pandangan para ahli pariwisata yang yang mengemukakan tentang gagasan ecotourism sebagai bagaian dari model pelestarian lingkungan, yang bernilai sejarah, budaya dan masyarakat, namun jauh sebelumnya leluhur Maluku telah menetapkan konsep ecotourism yang berbasis pada budaya lokal masyarakat Maluku. Semua gagasan yang muncul sebagai bagian dari kepedulian akan lingkungan dan keberlanjutan bagi generasi muda Maluku maka ada beberapa konsep budaya yang selama ini di pegang masyarakat antara lain: (1)Budaya Sasi. Budaya ini merupakan model konsevasi alam yang di tunjukan leluhur Maluku melalui gagsan penyelamatan lingkungan laut maupun darat yang di tunjukan melalui larangan dengan stardar waktu beberapa minggu maupun bulan dan tahun. Budaya ini juga merupakan pola sosialisasi konsep ecotourism yang secara tradisional merupakan gagasan melestarikan keanekaragaman hayati, berupa terumbu karang, ikan dan lainya. Di Maluku sering di kenal beberapa konsep sasi yakni sasi darat dan sasi laut. Sasi darat untuk beberapa tanaman musiman, maupun jagka panjang. Sasi laut untuk kegiatan eksplorasi hasil laut misalnya dilarangan megambil ikan pada kawasan tertentu, dan menunggu sampai batas waktu yang di tentukan bersama. (2) pamali . Istilah ini di pakai untuk beberapa wilayah konservatif yang secara tradisional berfugsi megontrol perilaku manusia dengan larangan tidak boleh merusak ligkungan sekitar; mengotori, dan lainnya karena di situ ada sesuatu nilai yang dipercayai, menyimpan semacam daya hidup yang bersifat misterius dan sakral. Pada beberapa wilayah di Maluku meti (laut dangkal) yang tabuh atau pamali menjadi wilayah yang strategis dalam menjaga endemic kelautan dari kepunahan, serta menjadi tempat budidaya yang baik. Di Pulau Haruku Maluku Tengah memiliki pasukan adat, yang disebut Kewang untuk menjaga dan mengawasi wilayah atau petuanan mereka, baik laut maupun darat, sehingga ada Kewang Laut dan Kewang Darat. Kewang sebagai polisi laut dan hutan menjaga keamanan wilayah laut dengan segala habitannya sehingga tetap terpelihara sampai siap dipanen. (3) konsep bameti. Konsep ini di rasakan sangat rama lingkungan yang telah di praktekan leluhur Maluku dengan tidak mencemari lingkungan laut. (4) konsepp balobe , konsep ini juga menjadi model pelestarian lingkungan laut di mana ikan-ikan yang di tangkap hanya seadanya dan tidak merusak lingkungan. Dalam pengembangan ecotourism di Maluku kebudayaan-kebudayaan yang di paparakan sekilas memberi arti luas bagi keberlanjutan hidup manusa dan di manfatkan untuk kegiata wisata yang medatangkan keuntungan bagi masyarakat sekitar. Konsep ecotourism di Maluku Tengah misalnya memanfaatkan lokasi-lokasi basis rekreasi bahari pantai natsepa dengan melakukan dagang rujak. Ini juga merupakan bagian dari konsep ecotourism. Atau konsep pemeliharaan lingkungan pada pemukiman-pemukiman penduduk yang melestarikan kebudayaan daerahnya misalnya tarian, ritus dan lainya juga di manfaatkan untuk kepentingan kesejaterahan bersama. Di Maluku sangat menjanjikan untuk hal ini.

Penutup

Paparan mengenai peran pemuda yang berhubungan dengan kebudayaan dan pariwisata di Maluku merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa di lepaspisahkan karena gagasan penyelematan, pelestarian, promosi, kreativitas merupakan tanggungjawab pemuda. Di sisi pemuda di lihat sebagai garda terdepan dalam mempelopori semua konsep ini. Apapun budayanya, agamanya namun pemuda tentu menjadi pilihan utama dalam melestarikan kebudayaan daerah Maluku.

Sumber bacaan

Ajawaila, J.W. (2002) Antropologi dan Pulau- Pulau Kecil, Sebuah Kajian Makro tentang Pembangunan Masyarakat Pulau, Ambon (karya tidak di publikasikan)

Alfred Russel Walacea (2012) Kepulauan Nusantara ; Sebuah Perjalanan di terjemahkan Komunitas bambu  Jakarta

Bauigini .M Dkk (2010) Pariwisata Berkelanjutan Dalam Krisis Global, Udayana Univesity Press Bali

Cooley L. Frank (1987) Mimbar Dan Takhta : Hubungan Lembaga-Lembaga Pemerintahan dan Agama di Maluku Tengah Pusata Sinar harapan Jakarta

Wakim Mezak 2013 Masela Pulau Kecil Isu Besar. Balai Pelestarian Nilai budaya Ambon.

Sahusilawane Florence  dalam Alberth Karel Ralahalu, 2012 Berlayar Dalam Ombak Berkarya Bagi Negeri :Pemikiran Anak Negeri Untuk Maluku, Ambon : Ralahalu Institut

Rudy Imam Kurnianto 2018 Konsep Pengembangan Ecotourism tesisi pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.


[1] Kapten Ketujuh yang di tunjuk raja portogis ke Maluku