Tradisi unik dan cenderung ekstrim ini masih banyak ditemukan di beberapa daerah di Jawa Timur seperti di Sumenep, Bondowoso, Situbondo, Lumajang, Mojokerto, Jombang. Kata ujung berasal dari bahasa Madura yakni Ojhung. Dalam permainan ujung, dua orang pria saling memukul dengan senjata rotan. Permainan ini dilengkapi satu orang wasit. Aturan permainan mungkin berbeda di masing-masing daerah. Penyelenggara permainan ujung menyiapkan uang untuk diberikan kepada kedua pemain yang saling cambuk.
Tradisi yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ini dilakukan selain untuk mendatangkan hujan, juga menjadi pertunjukan awal dari sebuah pertunjukan utama dan sejumlah kesenian rakyat lainnya. Di beberapa tempat dipercaya bahwa permainan ini dulu adalah sarana latihan kanuragan bagi prajurit Majapahit yang kemudian menjadi tradisi masyarakat. Ujung juga digelar sebagai rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa dan harapan agar terhindar dari malapetaka dan bencana.
Rotan yang digunakan sebagai senjata telah disiapkan khusus oleh panitia penyelenggara. Begitu pula para pemain ujung yang bukan berasal dari pria sembarangan. Pemain-pemain ini telah ‘diisi’ secara spiritual sehingga tidak merasakan sakit ketika dicambuk. Untuk memeriahkan terdapat juga alat musik untuk mengiri permainan berupa gamelan dan kendang.