Sumur berada di kawasan Taman Nasional Alas Purwo dan baru dibuka kembali setelah mendapat beberapa informasi dari masyarakat akan keberadaan air tawar di sekitar wilayah Sembulungan.
Sumur berupa dinding batuan berplester sudah terlihat tidak beraturan, namun oleh pihak Taman Nasional Alas Purwo diberi dinding sumur baru berbahan base beton pada bagian tengahnya dengan ukuran diameter yang lebih kecil agar tidak mengganggu keberadaan dinding sumur aslinya.
Dinding sumur lama memiliki ketinggian yang sama dengan permukaan tanah, sedangkan dinding sumur baru terlihat lebih tinggi dari permukaan tanah yang ada. Saat ini sudah diberi perancah bambu dan katrol untuk mengambil air dari dalam sumur. Di sebelah barat sumur terdapat bak air berbentuk balok berbahan bata berlapis semen yang dibangun bersamaan dengan dibukanya kembali sumur air tawar tersebut.
Pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan air dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat mengambil air tanah dengan cara membuat sumur yaitu menggali tanah dengan kedalaman sekitar 3 – 4 m untuk mendapatkan kualitas air yang baik. Sumur tersebut kemudian diberi perkuatan berupa lapisan struktur bata dan tembikar atau disebut dinding sumur. Secara umum temuan sumur pada masa klasik terbagi menjadi dua macam bahan yaitu berbahan bata dan tembikar.
Sumur yang terbuat dari struktur bata berbentuk bujursangkar dan atau bulat, sedangkan sumur berbahan tembikar berbentuk bulat atau biasa disebut jobong. Namun pada masa berikutnya sumur telah mengalami perkembangan berupa dinding sumurnya terbuat dari bahan semen (base beton). Sehingga keberadaan sumur air tawar di wilayah Sembulungan kemungkinan sebagai suplai air bersih terhadap keberadaan manusia pada masa kolonial(Lap.Inv.ODCB Kab.Banyuwangi,2018)