Situs Biting Kabupaten Lumajang

0
9101

Berdasarkan cerita rakyat, pendiri benteng di wilayah ini adalah Menak Koncar yang menjabat sebagai Adipati Majapahit. Graaf dan Pigeaud (1865) menyebutkan Menak Koncar sebagai tokoh legendaris yang dianggap masyarakat sebagai penguasa Lumajang pada akhir masa kerajaan Majapahit. Peristiwa tersebut terjadi sekitar abad XIV Masehi. Diduga yang dimaksud dengan Menak Koncar adalah orang yang memiliki hubungan dengan Nambi, yaitu Arya Wiraraja.

Berita tentang Lumajang terdengar kembali pada masa Mataram Islam (abad XVI-XVIII), yaitu pada masa pemerintahan Panembahan Senopati ketika Panembahan Senopati memerintahkan untuk menaklukkan daerah-daerah sebelah timur, maka Lumajang dan Renong diserang dan dihancurkan oleh pasukan Ki Tumenggung Alap-Alap (Olthoff, 1941 dalam Tim Studi, 1995).

Situs Biting yang berada di Dusun Biting, Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, merupakan benteng dan pemukiman dari masa Majapahit hingga kerajaan Mataram Islam. Hal ini didasarkan atas hasil penelitian arkeoogi dan cerita rakyat. Hasil penelitian arkeologi menunjukkan bahwa Situs Biting merupakan benteng dan pemukiman yang berkaitan dengan sejarah kerajaan Majapahit. Menurut Schrieke (1957), Nambi memperkuat tentara Lumajang dan membangun benteng pertahanan di Kuta Renong karena kecewa terhadap pemerintah Kerajaan Majapahit yang tidak memenuhi  janjinya untuk memberi kekuasaan Arya Wiraraja di “Lamajang Tigang Juru”, yang meliputi daerah Lumajang, Panarukan, dan Blambangan. Pada tahun 1316 M, Nambi dan kekuatannya dapat ditumpas oleh pasukan Jayanegara di Pajarakan dan Lumajang kembali di bawah kekuasaan Majapahit. Selanjutnya daerah Lumajang oleh Hayam Wuruk diserahkan kepada puteranya yaitu Bhre Wirabhumi (Slametmulyana, 1979). Toponim “Kuto Renong” saat ini berubah menjadi Kutorenon, yang menjadi daerah pemukiman dan pertanian serta lokasi tinggalan-tinggalan purbakala.

Situs Biting merupakan daratan yang dikelilingi aliran sungai, yaitu Sungai Bondoyudo di sisi utara, Sungai Winong di sisi timur, Sungai Cangkring di sisi selatan dan Sungai Ploso di sisi barat. Sepanjang aliran sungai-sungai itu terdapat dinding dan 6 (enam) menara benteng yang dibuat dari susunan bata. Keenam menara atau pengungakan berada di kelokan sungai dan diletakkan lebih tinggi dari dinding benteng. Pengungakan adalah istilah lokal yang digunakan untuk menyebut bangunan pengintaian. Diantara dinding benteng yang mengelilingi daratan, terdapat beberapa struktur dan temuan-temuan lepas yang berada di lokasi yang biasa disebut oleh masyarakat daerah Kraton, Jeding, Salak, dan Randu, berupa fragmen genteng, struktur bata lepas. Temuan non-bangunan terdiri dari fragmen gerabah, fragmen terakota, fragmen keramik, fragmen logam, serta fragmen tulang dan gigi binatang (Abbas, 1992).

Lap. Kegiatan Verifikasi CB Kab.Lumajang