Ruang yang dikelola sebagai ruang pelestarian Cagar Budaya bertumpang tindih dengan ruang lain dalam bentuk pemukiman, penambangan, pertanian, kehutanan. Untuk menyinergikan kepentingan-kepentingan tersebut diperlukan aturan, tata cara, sehingga masing-masing bisa saling memperkuat antara kepentingan yang satu dengan yang lainnya.
Untuk tujuan tersebut PCBM kemarin siang mengadakan pertemuan yang membahas hasil kajian Zonasi Kawasan Cagar Budaya Trowulan di ruang pertemuan BPCB Jawa Timur. Menghadirkan Daud Aris Tanudirjo sebagai tim kajian zonasi yang memaparkan hasil kajian Zonasi Kawasan Cagar Budaya Trowulan.
Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman menyampaikan bahwa Kawasan Cagar Budaya Trowulan adalah kawasan yang sangat luas dengan banyak aktifitas di dalamnya, untuk melindungki aset-aset yang ada didalamnya tentu ada aturan-aturan yang kita buat. Selama ini kita menganggap bahwa trowulan adalah kawasan sangat penting bagi kita bahkan kita masih bisa menyaksikan tinggalan-tinggalannya dari awal abad 10 hingga 15. Pembagian zonasi itu membuat aturan-aturan tertentu, kita harus membuat kawasan dalam pemanfaatan dan itu tidak bisa kita lakukan hanya dengan tiba-tiba, harus dengan kajian, sehingga masyarakat dan pemerintah bisa mengeksekusi apa yang harus dilakukan di kawasan itu supaya tidak terjadi pertentangan. Bahkan ada kebijakan satu peta dimana kita berada dalam zona yang saling tumpang tindih. Fitra Arda melanjutkan bahwa tidak banyak negara yang mempunyai kawasan seperti Indonesia, kita mempunyai peluang untuk menyejahterakan masyarakat, pendekatan kita bukan jangka pendek tapi investasi jangka panjang terhadap kawasan itu, sehingga berdaya guna.
Membuka sesi panel, Andi Muhammad Said menjelaskan, mengingat luas Kawasan Cagar Budaya Trowulan, kegiatan zonasi sudah mencapai tiga tahap. Kebijakan satu peta yang telah diluncurkan oleh pemerintah dari sisi cagar budayanya kami mengambil peran dengan menunjukkan ruang-ruang pelestarian yang ada di wilayah kami, jadi supaya tidak tumpang tindih, masing-masing sektor harus menunjukkan ruang wilayah yang yang dikelola sehingga bisa menjadi satu kesatuan, jadi tidak ada saling tumpang tindih dan bisa rujuk antara satu dengan yang lain. Sektor-sektor saling beradaptasi dan tidak ada yang egois karena semuanya dilatar belakangi oleh aturan dan undang-undang yang berlaku di sektor masing-masing, artinya semuanya mempunyai kekuatan hukum, tinggal bagaimana mensinergikan aturan yang ada serta kepentingan-kepentingannya.