Berdasarkan cerita rakyat Jombang, Jombang berasal dari bahasa Jawa, ijo artinya hijau dan abang berarti merah. Kedua warna ini dihubungkan dengan masyarakat Jombang yang terdiri dari dua golongan, yaitu santri yang dilambangkan dengan warna hijau dan abangan (non santri) yang dilambangkan dengan warna merah. Jika mengacu pada Clifford Geertz, yang membagi masyarakat Jawa ke dalam tiga golongan berdasarkan perbedaan pandangan hidup mereka yaitu santri, priyayi dan abangan. Santri adalah golongan masyarakat yang menjalankan agama sesuai dengan syariat Islam, sedangkan abangan adalah masyarakat yang masih melakukan adat istiadat secara turun temurun dan masih percaya pada mahluk halus dan kekuatan gaib (Geertz, 1982). Kedua golongan ini hidup berdampingan dan saling menghargai sehingga daerah yang mereka tinggali disebut Jombang.
Penelusuran sumber tertua yang menyebutkan nama Jombang sebagai nama wilayah di daerah Jawa Timur sudah ada setidaknya pada masa Hindia Belanda. Tahun 1811 nama Jombang sudah disebutkan sebagai bagian dari afdeeling (Asisten Karesidenan) Mojokerto, dibawah Karesidenan Surabaya. Baru pada 20 Maret 1881 Jombang ditetapkan sebagai Asisten Karesidenan yang berikbukota di Jombang yang terdiri dari district (kecamatan) Mojoagung, Mojoroto, dan Mojodadi.
Tinggalan arkeologi yang tersebar di Jombang diketahui berasal dari periode Airlangga dan pasca Airlangga. (Lap.Inv. ODCB Kab.Jombang,2017)