‘Blitar kutho cilik sing kawentar, edi peni gunung Kelud sing ngayomi….’
Siapa yang tak kenal Blitar? Kota Blitar identik dengan Gunung Kelud dan Candi Penataran. Kota kecil ini memiliki banyak julukan, diantaranya Kota Peta, Kota Koi, dan kota tempat dimakamkannya Bung Karno.
Blitar pada jaman dahulu hanyalah sebuah hutan lebat yang dibabad oleh Nilasuwarna atau Gusti Sudomo, anak Adipati Tuban, menjadi medan perang untuk mengalahkan Tentara Tartar, yang akhirnya dihadiahkan kepadanya atas jasa-jasanya. Gelar Adipati Aryo Blitar I disandangnya di bawah Kerajaan Majapahit. Sengguruh Kinareja, Patih Kadipaten Blitar, memberontak dan berhasil membunuh Aryo Blitar I. Sengguruh Kinareja bergelar Adipati Aryo Blitar II, yang akhirnya dikalahkan oleh Djoko Kandung, anak Nilasuwarna, yang diberi gelar Adipati Aryo Blitar III yang tidak pernah mau menerima tahta tersebut meskipun pada praktiknya tetap memimpin warga Kadipaten Blitar.
Sekitar tahun 1723, di bawah Kerajaan Kartasura Hadiningrat yang dipimpin Raja Amangkurat, menghadiahkan Blitar kepada Belanda yang dianggap berjasa membantu Amangkurat dalam perang saudara termasuk dengan Aryo Blitar III. Peristiwa ini mengakhiri eksistensi Kadipaten Blitar sebagai daerah pradikan. Seperti daerah-daerah lainnya, rakyat Blitar tidak menghendaki dijajah. Rakyat bersatu melakukan perlawanan, yang tidak hanya terdiri dari warga pribumi, namun juga dari etnis Arab, Cina dan beberapa bangsa Eropa yang mendiami Blitar.
Tanggal 1 April 1906 dikeluarkan sebuah Staatsblad van Nederlandche Indie No 150 yang isinya adalah penetapan pemberntukan Gemeente Blitar. Momentum pembentukan Gemente Blitar inilah yang kemudian dikukuhkan sebagai hari lahir Kota Blitar. Status Blitar berubah-ubah seiring dengan pergantian kekuasaan penjajah dari Belanda ke Jepang di Blitar. Pemberontakan PETA tanggal 14 Februari 1945 yang dipimpin Soedancho Suprijadi merupakan bukti perlawanan paling dahsyat yang dipicu rasa empat dan kepedulian tentara PETA atas siksaan lahir dan batin yang dialami rakyat Indonesia. Pertama kalinya bendera Sang Merah Putih dikibarkan yaitu oleh salah satu anggota pasukan Suprijadi, Partohardjono, di tiang bendera di seberang asrama PETA yang saat ini berada di kompleks TMP Raden Wijaya yang dikenal sebagai Monumen Potlod.
Blitar menjadi daerah yang paling ramai dikunjungi rakyat Indonesia, terutama pada bulan Juni karena pada bulan itu terangkai berbagai momentum penting sejarah bangsa terutama yang terkait dengan Bung Karno, yaitu pada hari lahir Pancasila rakyat Blitar memperingati dengan upacara Grebeg Pancasila, hari lahir Bung Karno, dan hari wafatnya Bung Karno. (Sumber : Laporan Inventaisasi ODCB Di Kota Blitar Tahun 2015)