Kawedanan Sidayu terletak di Desa Sidomulyo, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Bangunan ini batas utaranya berbatasan dengan Jalan K.H. Ahmad Fadhil, sebelah barat, Selatan dan Timur berbatasan dengan Pemukiman Penduduk. Bangunan ini memiliki luas total 220.85 m2. Dengan masing-masing ukuran untuk bangunan I, Luas Bangunan 783 m2 dengan Panjang 29 m, Lebar 27 m. Bangunan II, Luas Bangunan 84 m2 dengan Panjang 21 m, Lebar 4 m. Bahan utama pada bangunan ini yakni terbuat dari bata berplester, dan kayu, kaca. Letak titik koordinat geografis bangunan SDN Sidomulyo 1 di Kabupaten Gresik ini berada di titik 6°59’30” LS – 112°33’57” BT.
Bangunan ini seringkali dianggap sebagai salah satu gedung bekas sekolah tertua yang tetap bertahan hingga kini. Bahkan ada yang menganggap sebagai satu-satunya dari jamannya yang tersisa di seluruh Gresik. Berdasarkan keterangan dari Khafidz, seorang guru SDN Sidomulyo, ada sebuah akta yang menerangkan bahwa gedung sekolah itu dibangun pada tahun 1871. Bangunan ini tetap digunakan sebagai ruang kelas SDN Sidomulyo sampai tahun ajaran 2006/2007 dan sempat pula digunakan oleh santri-santri pondok pesantren di Sidayu. Kota ini memang dikenal sebagai kota santr dan banyak tersebar pondok pesanten untuk anak kecil atau yang disebut masyarakat sekitar sebagai pondokan cilik.
Sebagian masyarakat Sidayu, terutama warga seniornya, mengenang tempat itu sebaga gedug Sekolah Rakyat (SR). SR adalah nama bagi Sekolah Dasar (SR) jaman dulu. Sejak tahun 1950 bersamaan dengan diberlakukannya UU No. 4 tahun 1950 strata pendidikan ini menjadi pendidikan wajib bagi warga negara. UU ini adalah kebijakan pertama pemerintah dalam sektor pendidikan. Dikembangkan sejak tahun 1949 dan baru dapat diundangkan pada tahun 1950 tersebut. Melalui UU tersebut pemerintah menetapkan kebijakan bahwa pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya bagi setiap warga negara. Untuk itu UU menetapkan bahwa pendidikan di Sekolah Rakyat sebagai wajib belajar. Anak yang sudah berusaha 6 tahun berhak untuk bersekolah sedangkan yang berusia 8 tahun wajib mengikuti pendidikan dan pengajaran selama enam tahun. Peraturan sekolah sendiri ketika itu masih sangat longgar. Tidak ada kewajiban untuk memakai seragam dan sepatu. Untuk mencatat pun murid-murid masih menggunakan batu tulis (sabak).
Dalam pelaksanaannya tidak mudah untuk menyelenggarakan pendidikan wajib bagi seluruh warga negara. Pada masa awal-awal Indonesia merdeka itu pemerintah tidak mempunyai cukup uang. Sementara pendidikan membutuhkan anggaran yang besar. Mulai dari menyiapkan sekolahnya, guru, perlengkapan belajar hingga biaya operasional. Jumlah penduduk usia sekolah SR pun setiap tahun semakin meningkat. Pada masa antara tahun 1950-1959, pemerintah membangun SR di banyak wilayah Indonesia. Sekolah jaman Belanda dijadikan sekolah negeri dan disamping itu peerintah membangun gedung-gedung baru SR. Tetapi itu semua tidak cukup untuk mengkomodasi.
Jika benar keterangan tahun 1871 dalam akta sebagai tahun pendirian gedung sekolah tu maka bisa jadi fungsi awal bangunan itu bukan sebagai sekolah. Pendidikan dasar merupakan buah dari kebijakan kolonial yang baru dibuka untuk pribumi sejak tahun 1892/1893. Sekolah-sekolah dasar ini dibag dalam dua kelas. Sekolah Kelas Satu ditujukan untuk golongan elit atau anak-anak para bangsawan. Sedangkan Kelas Dua, 2de Inlandsch School, untuk rakyat jelata.
Pada tahun 1907 terjadi perubahan kurikulum pada sekolah Kelas Satu. Sekolah itu menerapkan maa pendidikan lima tahun yang mengajarkan bahasa Belanda dan ditahun ke enam menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya. Perubahan pada sekolah Kelas Satu tersebut tidak diikuti oleh sekolah Kelasa Dua. Pendukung-pendukung gagasan politis etis sama sekali tidak berminat untuk memajukan pendidikan bagi seluruh rakyat. Alasannya karena biaya yang besar. Karena itu Gubernur Jenderal Van Heutsz menyiasatinya dengan mendirianya sekolah-sekolah desa (dessascholen atau yang juga disebut volkssholen: sekolah rakyat). Sekolh-sekolah itu dibuka dengan biaya yang sebagian besar dari rakyat sendiri dan pemerintah hanya membantu seperlunya saja. Mata pelajaran yang diberikan di sekolah itu hanya ketrampilan dasar saja seperti mmbaca, berhitung dan ketrampilan praktis. Masa pendidikannya tiga tahun dengan bahasa pengantar bahasa daerahnya masing-masing. Model pendidikan inilah yang menjadi cikal bakal dari Sekolah Rakyat. Berdasarkan UU No. 4 Tahun 1950 nama Sekolah ini disebut sekolah rendah atau Sekolah Rakyat.
Sumber: Laporan Kegiatan Inventarisasi Tinggalan Purbakala Di Kabupaten Gresik, BPCB Mojokerto, 2014.