Rumah Kartowibowo

0
2064

Rumah Kartowibowo dahulu menjadi tempat tinggal bagi R. Kartowibowo, seorang tokoh yang dihormati oleh penduduk Blitar hingga kini. Dia adalah keponakan dari Soekeni Sosrodihardjo, ayah Bung Karno.

Sekarang mungkin orang luar Blitar jarang ada yang mengenal sosoknya. Tetapi di masa Hindia Belanda, Kartowibowo merupakan sedikit dari orang pribumi yang menduduki jabatan profesional dalam pemerintahan Hindia Belanda. Sebagaimana yang termuat dalam majalah Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië; No. 10-Kamis, 13 Januari 1910, yang menyebut Kartowibowo Assistent Landbouwkundige Raden Kartowibowo yang berarti Dewan Asisten ahli  dibidang Pertanian Hindia Belanda.

  1. Kartowibowo lahir di Tulungagung pada 18 Maret 1885 dan meninggal dunia di Blitar 30 Desember 1948. Riwayat pendidikan dasarnya diselesaikan pada 1898 dari Sekolah Jawa di Kediri. Setelah itu memasuki OSVIA (Opleiding-shool voor Inlandsche Ambtenaar) di Probolinggo. Dia menamatkan pendidikan bagi calon pegawai kolonial (ambtenaar) tersebut pada 1902.

Selepas dari OSVIA, seharusnya Kartowibowo bisa memasuki dinas pemerintahan di Hindia Belanda, tetapi hal itu urung dilakukannya. Dia malah memilih untuk bersekolah lagi di Sekolah Tinggi Pertanian di Bogor hingga 1905 dan di sana dia meraih kompetensinya sebagai ahli pertanian.

Setelah lulus dari Bogor, Kartowibowo lantas bekerja di berbagai dinas pemerintahan Hindia Belanda. Beberapa kota yang pernah menjadi tempat tugasnya antara lain di Jombang, Tulungagung, Mojokerto, Nganjuk, Madiun, Kediri, Semarang, Salatiga dan tentu saja, Blitar.

Ketika ditempatkan di Blitar, Kartowibowo tidak lagi diberi tanggungjawab dibidang pertanian, melainkan diberi tugas sebagai guru. Dia ditempatkan di Noormalschool satu tempat tugas dengan Soekeni Sosrodihardjo, ayahanda Bung Karno. Tidak hanya sama-sama menjadi guru, dienshuis atau rumah dinas ke duanya juga menjadi satu kesatuan asrama di Noormalschool, satu diantara 6 sekolah serupa yang ada di tanah air dan berdiri tahun 1915.

Sebagai guru di Noormalschool, Kartowibowo boleh dibilang cukup istimewa. Tidak hanya dari soal mata pelajaran yang ia asuh tetapi Kartowibowo juga mengajar ditempat lain dan kemudian mendirikan sekolah sendiri dengan Mardi Siswo.

Pada saat mengajar itu pula Kartowibowo di Jl. Kalimantan No.55, Sanan Wetan, Blitar, beliau mendirikan rumah yang sekarang dikenal sebagai Wisma Kartowibowo, pada 1932. Sebuah keterangan lain yang dituliskan oleh Sawito Kartowibowo, anak Kartowibowo, menyebutkan bahwa ketika membeli tanah untuk rumah tersebut, dia sudah pensiun sebagai pegawai kolonial. Rumah tersebut dibangun cukup besar dengan pendopo berukuran 10×10 m di depannya. Pendopo tersebut kemudian diisi dengan gamelan jawa pelok dan slendro, wayang kulit dan perlengkapan pakaian wayang orang.

Kartowibowo juga mulai merintis kembali keberhasilannya di waktu lalu saat menjadi penyuluh pertanian. Di Blitar setidaknya aktifitas pertanian Kartowibowo mulai dibangun. Beberapa petilasan yang ada di Blitar saat ini juga masih ada kendati sudah berubah fungsi seperti Balai benih di Bence Garum, Area pembibitan di daerah Jiwut dan lain sebagainya. Disamping berkutat dalam bidang pertanian, Kartowibowo juga membuat karya khas daerah  yang ia tujukan sebagai kurikulum lokal di Mardi Siswo, sekolah yang ia dirikan.

Beberapa karyanya antara lain,  Buku berjudul Arja Blitar, Matjan Malihan, Goenoeng Keloet, yang semuanya diterbitkan oleh G. Kolff & Co., tahun 1941. Kartowibowo juga menulis buku Gagasan Prakara Tindaking Ngaoerip terbitan Balé Poestaka, 1921, Bakda Mawi Rampok Balé Poestaka, 1923, Dongeng Asale Toembak Kyai Oepas lan Telaga Ngebel terbitan Kolff & Co., 1941, Dongeng Badjoel Kowor lan Sjeh Bela-beloe yang diterbitkan oleh G. Kolff & Co, 1941, Mardi Tani yang diterbitkan oleh van Dorp & Co., 1919. Khusus buku Mardi Tani karya Kartowibowo ini pernah menjadi salah satu diktat penting bagi pemerintah Belanda dalam penyelenggaraan pendidikan pertanian. Selain menyusun buku-buku secara mandiri, Kartowibowo juga berkolaborasi dengan para sahabatnya. Buku yang berhasil diwujudkan antara lain, Djawa Binangoen oleh R Soepari, R Kartowibowo diterbitkan 1922 dan buku Toneel Stuk: Tjarios Mèn-Mèn Lampahan Tjoba Ning Sésémahan Oleh Sasradihardjah, Kartowibowo diterbitkan 1924.

Kontribusinya yang paling nyata dalam membangun pendidikan di Kota Blitar adalah pendirian Mardi Siswo. Pendirian sekolah ini berawal dari keterusikan Kartowibowo terhadap sistem pendidikan yang diselenggarakan penguasa kolonial. Pada kenyataannya, di Blitar banyak sekali kegagalan untuk murid sekolah dasar yang akan melanjutkan ke jenjang lebih atas. Salah satu diantara kegagalan itu banyaknya murid di Blitar tidak dapat melanjutkan pendidikan dasarnya di HIS Blitar, sekolah lanjutan satu-satunya yang ada di Blitar kala itu. Sedangkan MULO, Osvia dan lain-lain telah terstruktur sebagai sekolah yang berorientasi khusus. Demikian juga kasus yang sama terjadi pada sekolah lanjutan lainnya yang sudah disusun sesuai kebijakan penguasa.

Menjawab tantangan ini, Kartowibowo di tahun 1930 mendirikan Particulire Hollans Indise School (PHIS) Mardi Siswo. Keterangan ini secara terperinci termuat dalam testamen yang disusun oleh Sawito Kartowibowo tanggal 13 Januari 1994. PHIS Mardi Siswo kala itu berada di jalan aloon-aloon straat, kini bernama Jalan Sudanco Supriyadi No.36 kota Blitar, disebelah utara jalan raya dan menghadap ke selatan. PHIS Mardi Siswo bertujuan mendidik dan mencerdaskan anak-anak bumiputra (inlanders ) yang tidak dapat diterima masuk HIS Diens atau HIS Negeri.

Jika penguasa Belanda menganggap PHIS Mardi Siswo hanya sebatas sekolah swasta biasa, tidak demikian dengan peguasa lokal kala itu. Bupati Blitar menyambutnya dengan sangat baik, bahkan dukungan penuh juga diberikan bagi PHIS Mardi Siswo.

Kendati tidak sebanding dengan subsidi penguasa kepada sekolah-sekolah resmi pemerintah kala itu, dengan dukungan penguasa lokal PHIS Mardi Siswo mampu berkibar dan memecahkan kebuntuan yang ada. Murid-murid sekolah yang tidak dapat diterima di HIS Diens memperoleh pendidikan yang sama di PHIS Mardi Siswo. Lebih dari itu, Kartowibowo yang juga penulis buku dan memiliki jaringan yang kuat dengan perguruan Taman Siswa-nya Ki Hadjar Dewantara juga memberikan materi pendidikan berbasis kearifan lokal. Nilai-nilai budaya lokal diajarkan sebagaimana judul buku yang ia tulis. (Lap. Inventarisasi ODCB Kota Blitar 2017)