Reog Bulkiyo merupakan salah satu warisan budaya tak benda berupa kesenian Tradisional dari Desa Kemloko, Kecamatan Ngelgok, Kabupaten Blitar. Kesenian ini merupakan kesenian yang bernafaskan Islam dan kemunculannya bersamaan dengan kesenian Jedor dan Genjring. (Karimatur Rofiqoh & Baiti Rohmah, 2022). Fungsi awal dari kesenian ini adalah sebagai media latihan perang, namun dengan pergantian zaman, fungsinya bergeser menjadi sarana ritual, hiburan dan seni pertunjukan. Meskipun sama-sama memiliki nama Reog, namun Reog Bulkiyo berbeda dengan Reog Ponorogo, hal ini bisa dilihat dengan tidak adanya penggunaan barong. Perbedaan lainnya adalah iringan musiknya, serta gerakan tariannya yang menggambarkan latar belakang peperangan yang berbeda
Sejarah Reog Bulkiyo tidak dapat dilepaskan dari perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825 hingga 1830. Perang tersebut merupakan perlawanan pangeran DIponegoro dengan rakyat Jawa untuk melawan kekuatan pasukan Belanda yang dianggap bersikap sewenang-wenang dengan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat (Santoso, 2016). Kesenian ini diciptakan oleh mbah Kasan Mustar dan mbah Kasan Ilyas, pengikut pangeran Diponegoro yang lari ke daerah Blitar Ketika perang Dipongero berakhir. Pada mulanya, sambil menunggu kepastian kabar kelanjutan perjuangan mereka, keduanya mengasah gerakan -gerakan perang dalam bentu gerakan tari.
Terdapat beberapa teori asal nama Bulkiyo , pertamaditemukan dalam urutan pasukan Diponegoro yang bentuk pengangkatan pemimpin prajuritnya didasarkan pada model Janissari (pasukan elit kesulatanan Ottoman) Pasukan elit ini merupakan pasukan terpilih yang memiliki kemampuan unggul, pemahaman medan perang dengan taktik yang baik, dan dilengkapi dengan senjata yang lengkap, sementara pasukan khusus milik pangeran Diponegro bernama Laskar Bulkiyo. (Karimatur Rofiqoh & Baiti Rohmah, 2022). Kedua, adalah nama diambil dari kitab Ambiya salah satu pahlawan perang dalam pertempuran antara negeri Mesir dan negeri Tepas.
Dalam tradisi lisan cerita dalam reog Bulkiyo yaitu penggambaran sosok Bulkiyo yang sedang melakukan perjalanan lantaran mencari nabi Muhammad karena terpesona dengan dua kalimat syahadat. Bulkiyo merupakan tokoh dari daerah Mesir sebelum Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Tokoh Bulkiyo ini penasaran tentang Muhamad yang sering didengardari kitab-kitab sebelum Alquran yaitu Injil dan taurat. Di dalamnya sering disebutkan Nabi kekasih Allah yang terakhir. Dalam perjalanan Bulkiyo terlibat perang dengan kerajaan Rum di wilayah Mesir yang dipimpin oleh Bagindo Lawe dengan kerajaan Kerungkolo. Bulkiyo berpihak pada kerajaan Rum membantu kemenangan Islam. Dalam peperangan tersebut, Islam tidak keluar sebagai pemenang, peperangan berakhir dengan seimbang. Setelah peperangan berakhir, Bulkiyomelanjutkan pencariannya dan mendapati bahwa Nabi Muhammad belum dilahirkan.
Kesenian Reog Bulkiyo menggunakan properti berupa bérang, sejenis pisau berukuran besar terbuat dari besi dan jika kedua bérang bersentuhan mengeluarkan percikan-percikan api. Properti lainnya adalah bendera panji bergambar Hanoman dan Dasamuka, sebagai lambang putih dan merah, mewakili makna kebaikan dan kejahatan, yang dibawa dan digunakan sebagai properti menari oleh Plandhang atau wasit. Tarian Reog Bulkiyo dibawaoleh 8 orang Pengarep, penari prajurit lainnya dan 1 orang berperan sebagai Rontek (pemimpin) jalannya pertunjukan yang diiringi dengan berbagai alat musik. Gerakan dalam reog Bulkiyo diawali dengan gerakan hormat penari kepada penontonReog. Sahutan dari alat musik kenong, bende, kempul, dan pecer saling berirama dengan konstan. Disusul dengan suara slompret yang menyeruak di udara dengan suara samar-samar dari alat musik rebana (Karimatur Rofiqoh & Baiti Rohmah, 2022).
Rontek memiliki peran yang penting. Rontek yang selalu berada di depan menjadi pemimpin jalannya pementasan. Rontekmengatur setiap perubahan fase formasi yang ada dalam gerakan reog dengan membawa bendera di tangan. Gerakan perang merupakan klimaks dari pertunjukan ini. Gerak perang dilakukan oleh dua pemain Pengarep yaitu dengan membenturkan kedua pedang yang dibawanya. Dalam adegan perang ini menggambarkan perkelahian yang berusaha dalammempertahankan hidup. Adegan perang ini merupakan klimaks dari pementasan kesenian Reog Bulkiyo. Untuk gerakan penutup, dikalukan hormat kepada para penonton. (Syeikhoni)
Sumber :
Santoso, I. (2016). Pasukan Khusus Pangeran Diponegoro Masih Menari ( Studi Historis Kesnian Tari Tradisional Reog Bulkiyo Blitar. Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis , 21-27.
Website warisan Budaya Takbenda