Pekan Budaya Indonesia 2016 menggelar Talkshow menghadirkan pakar kecantikan, Dhani, dan Marsis Sutopo-Kepala Balai Konservasi Borobudur untuk menguak manfaat rempah. Dalam sesi pertama Dhani menyampaikan bahwa Indonesia terkenal di dunia karena rempah-rempahnya. Manfaat rempah untuk kesehatan, kecantikan dan relaksasi. Rempah juga bisa dipakai untuk obat-obatan tradisional, atau jamu. Ketumbar apabila disangrai bisa mengurangi bau badan. Kunyit mengurangi penyakit panas dalam. Buah pala untuk mengurangi gejala influenza. Temulawak digunakan mengurangi menstruasi sindrom. Adas biasa digunakan dalam masakan timur tengah. Lengkuas untuk masakan jawa, kunyit dan merica. Merang dapat menyehatkan kulit kepala dan rambut. Lebih lanjut Dhani mengatakan dewasa ini banyak bahan kimia yang terkandung dalam produk yang digunakan orang. Untuk body treatment, creambath, deep cleansing, antiseptic, body exfoliation, essential oil, terapi.
Pada sesi kedua, Marsis Sutopo memapaparkan tentang penggunaan konservasi rempah rempah yang sudah dilakukan dua tahun ini. Teknik pemugaran yang dipakai Belanda untuk memugar candi-candi adalah dengan teknik memakai lempung/tanah liat. Akibatnya batu yang diolesi tidak bisa bernafas karena pori-porinya tertutup, ketika kena hujan dan evaporasi, menyebabkan meledak permukaannya sehinggga sering ditemukan batu arca yang meledak permukaannya hilang sebagian tubuhnya, karena itu teknik itu tidak dipakai lagi. Teknik konservasi yang selanjutnya dipakai hingga sekarang adalah dengan menggunakan bahan kimia yang mempunyai pengaruh masa pada bahan organik yang terdapat pada benda. Kerusakan benda selain karena factor internal atau factor bawaan, baik desainnya atau teknologi pengerjaannya, juga dipengaruhi factor eksternal. Untuk melakukan konservasi harus mengetahui sifat-sifat bahan dan penyebab, serta cara penanganan. Karena kesadaran akan lingkungan dan dampak negatif penggunaan konservasi obat kimia berjangka pendek, menengah dan panjang, akhirnya kembali kealam. Namun kadangkala mengalami kendala seperti minimnya penelitian pada kajian konservasi tradisional, belum memiliki sarana laboratorium yang memadai untuk membuat ekstrak, minimnya sumber daya manusia yang menguasai konservasi tradisional.