Relief Cerita Garudeya di Candi Kedaton

0
4465

Rangkaian relief yang terpahat di dinding batur sisi selatan  (belakang) atau relief nomor 13 sampai 21 menggambarkan cerita Garuda. Cerita ini bermula ketika Kadru dan Witaka, dua isteri Begawan Kasyapa meminta anak kepada suaminya. Kadru ingin seribu anak sedangkan Winata hanya ingin dua anak. Kemudian Kasyapa memberikan seribu telur kepada Kadru dan dua buah telur untuk Winata.

Telur milik Kadru menetas terlebih dahulu dan menghasilkan seribu naga sehingga membuat iri Winata, yang membuatnya memecahkan salah satu telur miliknya yang belum saatnya menetas dan melahirkan Aruna (akhirnya menjadi sais Dewa Brahma) dalam keadaan belum sempurna. Terlahir dengan kondisi tersebut Aruna marah kepada ibunya dan mengutuk ibunya, suatu saat akan menjadi budak Kadru beserta anak-anaknya. Aruna berpesan pada ibunya agar menjaga telur lainnya karena dari telur tersebut akan lahir anak yang dapat membebaskan dari perbudakan.

Peristiwa perbudakan Kadru oleh Winata diawali ketika mereka mendengar berita tentang pengadukan Ksriramawa yang menghasilkan kuda sembrani bernama Ucchaihcrawa. Pada saat itu Kadru dan Winata bertaruh tentang warna ekor kuda sembrani tersebut, siapa yang salah menebak akan menjadi budak yang benar menebak. Sebenarnya Winata  menang dengan menebak warna putih, akan tetapi Kadru yang licik menyuruh anaknya untuk menyemprotkan bisa atau racun naga ke ekor kuda sembrani hingga berubah warna menjadi hitam. Pada awalnya anak-anak Kadru menolak siasat licik tersebut, meski akhirnya mereka melaksanakan siasat itu dengan ancaman kelak ibunya akan menjadi korban ular Maharaja Janamejaya.

Ketika Garuda menetas dari telurnya, Winata sedang menjalani masa perbudakannya. Setelah mengetahui ibunya tidak berada di tempat, Garuda mencari dan menemukannya di Ksrirarnawa. Garuda hidup bersama ibunya di tempat tersebut dan ikut menjalani masa perbudakan ibunya dengan tugas menjaga para naga.

Garuda bertanya kepada ibunya mengapa harus melayani Kadru dan anak-anaknya. Setelah mendapat penjelasan dari ibunya, Garuda bertanya kepada para naga tebusan apa yang bisa diberikan agar dirinya dan ibunya bebas dari perbudakan. Para naga menjelaskan bahwa tebusannya adalah air amrta yang ada di tangan para dewa. Garuda menyanggupinya dan sebelum berangkat dia berpamitan kepada ibunya.

Sang ibu berpesan bahwa di pulau Kucapadwipa terdapat Candala (orang-orang kerdil yang jahat) yang harus dimakan ketika Garuda merasa lapar. Sang Garuda juga dipesan agar tidak memakan brahmana karena ayahnya adalah seorang brahmana. Untuk membedakan antara Candala dan Brahmana adalah ketika memakan Brahmana tenggorokan Garuda akan terasa panas dan jika hal itu terjadi maka Garuda harus memuntahkannya.

Ketika sampai di Kucapadwipa Garuda membuat keonaran dengan memakan para Candala, tetapi tenggorokan Garuda terasa panas karena dua orang brahmana ikut tertelan sehingga dimuntahkan lagi apa yang telah ditelannya.

Garuda melanjutkan perjalanannya, ditengah perjalanan bertemu dengan ayahnya  dan meminta makan kembali.

Bagawan Kasyapa memberitahu bahwa nanti Garuda akan bertemu dua orang kakak beradik,  yaitu Wibhawasu dan Supratika yang saling mengutuk. Wibhawasu mengutuk adiknya menjadi gajah (gaja), sedangkan adiknya (Supratika) mengutuk kakaknya menjadi kura-kura (kaccapa) sehingga mereka menjadi gaja-kaccapa (gajah dan kura-kura) raksasa.

Mereka berdua inilah yang diserahkan Bagawan Kasyapa untuk dijadikan makanan Garuda jika lapar.

Garuda bertemu dengan gaja-kaccapa lalu dimakanlah mereka berdua.

Garuda menuju ke Somalagiri (gunung Somala) tempat para dewa menyembunyikan air amrta.

Tempat tersebut penjagaannya sangat ketat tetapi dengan kesaktiannya Garuda dapat melewati semua rintangan dan membawa pulang air amrta. Garuda dihadang oleh Dewa Wisnu dan Indra dalam perjalanan pulang yang membujuknya agar Garuda tidak menyerahkan air amrta kepada para naga, tetapi diserahkan kembali kepada mereka.

Garuda tidak mau menyerahkan air amrta kepada para dewa, tetapi Garuda berjanji apabila ibunya sudah terbebas dari perbudakan akan menyerahkan kembali air amrta kepada para dewa. Garuda menawari Dewa Wisnu untuk meminta apapun akan dituruti oleh Garuda asalkan bukan air amrta itu. Dewa Wisnu meminta Garuda untuk menjadi kendaraannya dan hal itu dituruti oleh Garuda.

Setelah sampai di tempat para naga, Garuda menyerahkan air amrta itu kepada para naga, namun sebelumnya Garuda berpesan agar sebelum meminum air itu para naga bersuci terlebih dahulu karena air itu merupakan air suci. Mendengar itu para naga segera mandi dan meninggalkan guci berisi air amerta di padang ilalang tanpa penjaga. Keadaan ini dimanfaatkan para dewa untuk mengambil kembali air amrta tersebut sehingga para naga tidak dapat meminumnya.