Penemuan Candi dari Abad ke 10 di Kota Batu

0
8333

Pada tanggal 7-16 Februari 2020, BPCB Jawa Timur bekerja sama dengan Pemdes Pendem, Komunitas Bumi Palapa, dan Dinas Pariwisata Pemkot Batu melaksanakan ekskavasi arkeologi tahap ketiga di Situs Pendem  yang terletak di Desa Pendem, Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Kegiatan ekskavasi ini untuk melanjutkan kegiatan sebelumnya yang telah dilaksanakan pada bulan Desember 2019.

Tujuan ekskavasi tahap ketiga ini adalah untuk mencari bentuk, keluasan dan fungsi dari struktur bata yang telah nampak dari hasil kegiatan ekskavasi tahap 1 dan tahap 2 sebelumnya. selain itu, untuk melindungi struktur bata tersebut dari kerusakan yang disebabkan oleh panas dan hujan, maka dianggap perlu juga dilakukan pembuatan atap pelindung di situs pendem.

Ekskavasi yang telah dilakukan selama tiga tahap ini berhasil membuka kotak gali seluas 10 m x 8 m. Dari luasan galian tersebut berhasil menampakkan profil pondasi bangunan bata berukuran 7,5 m x 7,5 m yang tersusun dari 6 lapis bata, dengan dimensi bata penyusun berukuran panjang 35-36 cm, lebar 25-26 cm, dan tebal 9-10 cm. Bentuk bangunan memiliki arah orientasi 103 derajat dari arah utara kompas.

Pada bagian tengah bangunan ditemukan konsentrasi tumpukan bongkah2 batu-batu andesit yang kemudian menyulitkan proses ekskavasi. namun ketika batu-batu tersebut diangkat, dikedalaman 1 meter dari tanah permukaan ditemukan lubang sumuran berbentuk bujur sangkar berukuran 2,1 m x 2,1 m. konsentrasi batu-batu andesit pun masih menutup lubang sumuran hingga ke dalam. Penggalian di sumuran dihentikan di kedalaman 1,20 m karena waktu pengerjaan sudah mencapai hari terakhir. lubang sumuran diduga masih lebih dalam karena tatanan bata masih terus berlanjut ke dalam. 

Dalam ekskavasi kali ini ditemukan beberapa pecahan tembikar dari beberapa wadah berhias, seperti bejana, tempayan, dan vas. Ditemukan cuma pecahan mulut botol kaca, yang diduga berasal dari masa kolonial. 

Temuan ekskavasi kali ini semakin menguatkan dugaan sebelumnya yang memperkirakan bahwa struktur bata kuno yang berada di Situs Pendem ini merupakan sisa bangunan candi.

Satu hal yang cukup menarik adalah Keberadaan candi di Situs Pendem ini tidak terdeteksi dalam catatan masa Hindia-Belanda tentang Tinggalan Purbakala di Indonesia, yaitu Rapporten Oudhe-inkudig Commisie op Java en Madoera (ROC) pada awal 1900 dan di dalam Oudheidkundg Verslag (OV) pada 1920. Kedua sumber laporan itu hanya memuat keberadaan yoni dan nandi di Pendem, tapi tidak menyebut adanya candi.

Namun dari sumber sejarah lain, yaitu catatan perjalanan sesorang asal Belanda yang bernama JI van Sevenhoven, disebutkan bahwa ia menjelajah malang pada 1812. Dalam sumber tertulis tersebut, ia melintasi kebun kopi di Naya yang kini menjadi Dinoyo, dan kemudian melintasi Alu yang mungkin kini menjadi Ngelo. Setelah dari Alu, ia berlanjut ke Kaling yang kini menjadi Sengkaling. Setelah dari Kaling, Sevenhoven kemudian menyeberangi Sungai Brantas dan menjumpai adanya candi. Namun dalam catatan Sevenhoven tidak menyebutkan nama candi tersebut.

Diperkirakan bangunan candi di Situs Pendem diduga kuat merupakan bangunan candi yang disebut dalam Prasasti Sangguran yang menurut catatan Verbeek pada tahun 1836 ditemukan di Ngandat, Mojorejo. Letak ngandat dengan situs Pendem hanya berjarak 1 km, yang kedua lokasi ini dipisahkan oleh sungai brantas. Prasasti sangguran yang berangka tahun 850 saka atau 928 masehi, menyebutkan tentang sebuah candi I Sang Hyang Prasada Kabhaktyan ing sima Kajurugusalyan  i Mananjung.   

Berdasarkan sumber sejarah dan bukti arkeologis, bangunan candi di situs pendem masih berdiri hingga tahun 1812, namun pada tahun 1900an, bangunan candi ini tidak dapat ditemukan lagi. Dengan demikian, bangunan candi di lokasi ini sepertinya sengaja di pendam dengan bongkah batu-batu andesit dan tanah diantara tahun 1812-1900. Temuan koin bertuliskan “Nderland Indie 1825”, dan koin bertuliskan “Java 1810”, serta pecahan mulut botol yang ditemukan diantara tatanan bata saat ekskavasi memperkuat dugaan tersebut. Sepertinya peristiwa itu pun terekam dalam memori masyarakat dan kini menjadi nama desa, yaitu desa pendem. (WicaksonoDN)