Masih dalam rangkaian Semarak Hardiknas 2019, di hari ketiga ini (22/04/2019), berlangsung Seminar tentang Pembelajaran Seni bagi anak PAUD dan SD yang dihadiri mayoritas dari kalangan pendidik PAUD dan SD/MI, di bagian samping belakang Unit Pengelolaan Informasi Majapahit.
Seminar Pembelajaran Seni untuk SD/MI dan PAUD dengan pembicara pertama Fika Setiana Sari, M.Pd, adalah Dosen Sekolah Tinggi Institut Ilmu Tabiyah NU Al Hikmah dan juga Dosen di Universitas Terbuka Pokjar Mojokerto, menjelaskan apa itu Anak Usia Dini (AUD). AUD berdasarkan Undang-undang Sisdiknas Tahun 2003 adalah anak-anak dengan rentang usia 0-8 tahun. Anak-anak dengan usia ini merupakan Usia emas Golden Age yang harus diberikan stimulus yang baik dan bermanfaat, karena mereka cepat menirukan dan menangkap sesuatu yang mereka amati.
Pembelajaran seni bagi stimulus otak sangat penting. Dalam PAUD seni bisa berupa senam, tepuk semangat, salam sapa di kelas dan lain-lain. Inti dari seni dapat mengekspresikan kegiatan melalui indrawi bisa menggunakan media yang ada disekitar. Sehingga Pendidik PAUD dituntut untuk kreatif dalam mengajar Anak Usia Dini. Dalam menilai seni Anak Usia Dini tidak bisa disamakan dengan orang dewasa, yang penting anak-anak ini memiliki kemauan dan cara mengekspresikannya. Disela-sela seminar, pembicara/narasumber meminta peserta mengikuti gerakan tari ayam, dan seluruh peserta mengikuti tarian tersebut dengan antusias.
Yang dimaksud seni dalam seminar ini adalah seni tari dengan pembicara Sumartini Rahayu, S.Sn, S.Pd, M.Pd yang merupakan lulusan Seni Tari Institut seni Indonesia Yogyakarta dan salah satu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah NU Al Hikmah. Pendidik harus memotivasi anak agar aktif dan kreatif dalam menerima pelajaran. Dalam hal Tari pertama-tama anak dikenalkan berdasarkan dari tingkat usia. Apresiasi anak agar senang dulu dengan melihat video tari-tarian yang sesuai dengan umurnya, buat pertanyaan dari video tersebut untuk menarik minat anak. Kemudian buat anak-anak mengikuti gerakan tari seperti tari binatang bisa diambil dari ciri bentuk atau gerak binatang tersebut.
“Tarian tidak akan membosankan jika dilakukan dengan senang, formasi menarik/unik meskipun gerakannya sederhana. Dan hitungan dalam tari hanya 8 kali hitungan yang diulang-ulang dengan gerakan bervariasi,” ujar Sumartini. Dengan mengajak beberapa peserta ke depan untuk melakukan gerakan dengan media batok. Peserta yang awalnya malu-malu akhirnya melakukan gerakan dengan senang dan tidak terasa jika sudah tercipta beberapa gerakan tari dengan media batok tersebut.
Diakhir seminar Sumartini memberikan pesan agar bunda-bunda selalu belajar/menggali ilmu/wawasan tentang seni budaya untuk anak didiknya dan agar selalu haus dan kreatif akan sesuatu yang baru demi memotivasi Anak Usia Dini. (Anggardini)