Panarukan dan Situbondo

0
2296

Situbondo terletak di daerah pesisir utara pulau Jawa dengan Pelabuhan Panarukan yang terkenal sebagai ujung timur dari Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan di Pulau Jawa yang dibangun oleh Daendels pada era kolonial Belanda.

Nama Panarukan telah tercantum dalam Nagarakrtagama. Dalam kumpulan sajak pujian dari abad XIV itu diceritakan perjalanan Hayam Wuruk mengelilingi ujung timur Jawa yang dilakukannya pada 1359. Disebutkan banyak nama-nama tempat yang kini sebagian sudah tidak bisa dikenali lagi, tetapi garis besar perjalanannya cukup jelas. Menurut Empu Prapanca, penjelajahan Hayam Wuruk itu tidak lebih jauh dari Patukangan. Tempat itu bisa kita hubungkan dengan Panarukan sekarang ini. Di tempat itu sang penguasa Majapahit menerima upeti dari para vasalnya di bagian timur. Utusan Bali, Blambangan dan Madura hadir disitu. Sehingga bisa kita simpulkan Panarukan pada waktu itu mupakan salah satu pangkalan penting bagi kekuasaan Majapahit.

Berita selanjutnya tentang Panarukan muncul dari Tome Pires, dalam penjelajahannya di Jawa awal abad XVI. Konon dalam masa itu penguasa Panarukan dan Pajarakan membentuk aliansi dan mengakui Raja Cantjam sebagai pemimpinnya. Raja Cantjam ini bernama Pate Pular, sayangnya nama ini tidak mempunyai sumber pengenal lain. Aliansi ketiga daerah tersebut cenderung mengakui kekuasaan raja Surabaya. Tetapi hal ini rupanya tidak disenangi oleh raja Blambangan yang kemudian mengangkat senjata untuk mencegahnya. Raja-raja Cantjam, Panarukan dan Pajarakan kemudian tewas dalam atau sebagai akibat pertempuran itu, dan tanah mereka diambil dan dikuasai secara langsung oleh raja Blambangan (H.J. De Graaf & Th. Pigeaud, 2001:211).

Kekuasaan Blambangan atas Panarukan itu tidak stabil dan hanya sementara. Pada 1535, Pasuruan yang berada di barat Panarukan ditaklukan oleh Demak melalui sebuah serangan dari laut. Takluknya Pasuruan ini secara strategis mengancam kekuasaan Blambangan. Pasuruan bagi demak merupakan pintu masuk untuk menguasai daerah-daerah di ujung timur Jawa. terbukti kemudian pada 1546 Demak memulai kembali serangan ke timur melalui Pasuruan. Dalam tahun itu pula Panarukan berhasil diduduki. Meskipun harus bayar mahal dengan gugurnya Sultan Trenggana (M.C. Ricklefs, 2007:56).

Gugurnya Sultan Trenggana membuat ekspansi ke arah Timur terhambat. Apalagi sejak Sultan Pajang yang tidak seagresif Demak, berkuasa. Panarukan kemudian menjadi rebutan antara Pasuruan dan Blambangan selama beberapa decade hingga Sultan Agung menguasai secara penuh daerah itu pada 1639-1640 (H.J. De Graaf & Th.Pigeaud, 2001:212).

Dengan jatuhnya daerah itu ke dalam kekuasaan Mataram, maka nasibnya seketika terpilin dengan pasang surutnya pamor Mataram. Dalam suatu sengketa tahta yang turut melibatkan VOC, Mataram terpaksa harus kehilangan daerah kekuasaannya di daerah ujung timur Jawa sebagai imbal jasa bantuan VOC atas naik tahtanya Pakubuwono II. Maka dimulailah babak baru sejarah Situbondo di bawah kekuasaan kolonial. (Lap. Keg. Inventarisasi ODCB Bangunan Kolonial Kab. Situbondo, 2016)