Manten Kucing adalah sebuah tradisi unik meminta hujan yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur. Ritual ini melibatkan sepasang kucing jantan dan betina yng akan dimandikan di telaga desa setempat.
Tradisi manten kucing atau temanten kucing ini konon sudah ada sejak puluhan tahun lamanya, tradisi ini biasanya dilaksanakan saat musim kemarau panjang dan mendatangkan hujan. Meski tidak setiap tahun dilakukan, namun tradisi meminta hujan ini masih dilestarikan dan dijadikan sebagai sebuah kebudayaan asli daerah setempat. Ritual manten kucing ini memiliki sejarah panjang dari sebuah peristiwa yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Pada jaman dahulu sekitar tahun 1928 di desa ini pernah terjadi kemarau panjang yang membuat sawah, sungai, dan telaga mengering. Saat itu Desa Pelem dipimpin oleh seorang demang yang bernama Eyang Sangkrah. Melihat masyarakat desa yang kesulitan mendapatkan air, Eyang Sangkrah yang dipercaya sebagai sosok linuwih pun merasa bertanggung jawab. Ia kemudian melakukan berbagai ritual untuk memohon agar hujan turun, namun tak satupun membuahkan hasil. Akhirnya Eyang Sangkrah menuju ke telaga di desanya bersama seekor kucing condromowo (berbulu tiga warna) jantan peliharaannya. Di telaga tersebut Eyang Sangkrah mandi, sang kucing juga turut bermain air di telaga tersebut bersamanya. Tak berapa lama setelah sang kucing bermain air, kemudian hujan deras turun di desa tersebut. Dari peristiwa itulah ritual manten kucing dengan cara memandikan kucing di telaga tempat Eyang Sangkrah pernah memandikan kucingnya. Mulanya ritual ini hanya dilakukan dengan cara memandikan kucing saja. Namun kemudian suasana dibuat meriah dengan menambah kesenian lokal untuk mengiringi ritual. Sebelum dimandikan sepasang kucing condromowo yang dilibatkan pada ritual tersebut pun diarak terlebih dahulu berkeliling desa.Prosesi manten kucing diawali dengan mengarak sepasang kucing condromowo jantan dan betina yang dimasukan dalam keranji mengelilingi desa. Masing-masing kucing dibawa oleh seorang lelaki dan wanita yang berpakaian pengantin, dengan diiringi tokoh desa berbusana adat Jawa. Sebelum dipertemukan, kedua kucing akan dimandikan menggunakan air telaga yang telah ditaburi kembang. Selepas dimandikan, kedua kucing kembali diarak ke lokasi pelaminan yang dilengkapi dengan berbagai sesajen. Sepasang lelaki dan wanita berbusana adat tadi akan duduk di pelaminan dengan memangku kucing tersebut. Upacara “pernikahan” ditandai dengan pelaksanaan pembacaan doa-doa yang dilakukan oleh sesepuh setempat. Setelah itu prosesi manten kucing selesai. Biasanya setelah prosesi manten kucing selesai, warga akan berkumpul untuk melakukan selamatan. Ritual ini kemudian akan diteruskan dengan prosesi slametan, pembacaan ujub (doa dalam bahasa Jawa) dan diakhiri dengan Tiban. Tiban merupakan sebuah tarian yang dilakukan oleh dua orang lelaki bertelanjang dada dengan cara mencambuk satu sama lain menggunakan lidi aren.(Deasy Ardhini)