Makam dapat diidentifikasikan sebagai lubang tempat mengubur jenazah manusia pada permukaan tanah atau dapat berupa bangunan yang dibuat untuk keperluan itu. Bangunan atau struktur yang menandai sebuah makam disebut kijing atau jirat dan pada umumnya terdapat tonggak pendek yang disebut nisan. Pada nisan di Makam Agung Blega ini terdapat hiasan motif-motif stiliran surya majapahit, dan stiliran roset pada bagian rananya. Dengan adanya hiasan motif hias seperti ini terlihat pengaruh kesenian Hindu Budha yang masih kental meskipun telah disesuaikan dengan kebudayaan Islam.
Makam ini tidak meninggalkan inskripsi baik mengenai keterangan siapa yang dimakamkan di tempat ini maupun angka tahun. Masyarakat mengenali makam ini sebagai makam Pangeran Blega anak dari Panembahan Lemah Duwur dan adik Pangeran Tengah. Dalam sejarah Madura, kedua anak Panembahan Lemah Duwur ini saling bermusuhan sehingga timbul peperangan diantara keduanya. Tentara Arosbaya beberapa kali menyerang Blega, tetapi dapat terkalahkan karena peran Patih Blega Gusti Macan. Akhirnya Pangeran Tengah mengumumkan bahwa perang dihentikan. Pangeran Tengah menyambut baik pernyataan kakaknya. Pada saat kunjungan Pangeran Blega ke makam ayahnya di Arosbaya, Gusti Macan tidak menyertainya. Kesempatan ini dimanfaatkan Pangeran Tengah untuk menyusun siasat. Pangeran Tengah menghadiahkan sebuah jubah untuk Gusti Macan yang dititipkan adiknya. Tidak disangka jubbah tersebut membawa malapetaka besar sehingga Gusti Macan meninggal. Kepergian Gusti Macan membuat Pangera Blega menjadi lemah, kemudian tunduk kepada kekuasaan Pangeran Tengah Arosbaya. (Lap. Kegiatan Verifikasi Kab. Bangkalan, 2013)