Makam Aer Mata Ebho

0
1270

Situs Makam Aermata Ebhu yang secara administrasi terletak di Jalan Raya Buduran No. 39 RT 01/RW 01, Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan. Komplek makam ini terletak di perbukitan pada ketinggian 19,35 m dari permukaan air laut, dengan luas sekitar 8.000 m². Keberadaannya tidak terlepas dari sejarah panjang Pulau Madura. Madura telah eksis dalam panggung sejarah nusantara dari masa prasejarah hingga pada masa kolonial .Pada masa klasik Madura memiliki peran dalam pembentukan kerajaan Majapahit seperti yang diceritakan dalam Pararaton diakhir pemerintahan Majapahit penguasa Madura telah mengadakan hubungan dengan pemimpin agama Islam di Gresik dan Surabaya Islam. Diceritakan dalam sumber Babat penguasa Madura pertama yang meeluk agama islam adalah Pangeran Pratanu pada tahun 1528 M .Beliau naik tahta menggantikan ayahnya yang bernama Kyai Pragalbo pada tahun 1531 M yang ditandai dengan candrasangkala Sirnoning Buto Pratano ning Negoro (1450 Ḉ). Pangeran Pratanu bergelar Panembahan Lemah Duwur yang pusat pemerintahannya dipindahkan dari Plakaran ke Arosbaya (Sartono Kartodirdjo, 1973:4). Kekuasaan Pangeran Lemah Duwur tidak hanya meliputi Arosbaya saja tetapi meluas hingga ke Blega, Sampang bahkan ke Pamekasan dan Sumenep.

Sebagai pemeluk agama Islam Panembahan Lemah Duwur secara tidak langsung menguasai kekuasaan Demak sebagai pengganti Majapahit. Hal ini diperjelas dengan dikirimnya utusan dari Madura untuk belajar agama Islam di Demak.

Panembahan Lemah Duwur memeluk agama Islam dianggap sebagai titik awal pengakuan Madura Barat atas kekuasaan Demak sebagai pengganti Majapahit. Hal ini didasarkan bahwa sebelum memeluk Islam Panembahan mengirimkan utusan untuk belajar agama Islam di Demak. Panembahan Lemah Duwur wafat pada tahun 1592 M dan digantikan putranya yang bernama Kanjeng Panembahan Tengah (1592-1620). Pengganti Panembahan Tengah adalah adiknya Pangeran Mas yang berkuasa antara tahun 1621-1624 M. sebenarnya yang berhak atas tahta kerajaan adalah Pangeran Prasena (putra Pangeran Tengah), akan tetapi karena masih terlalu muda maka pemerintahan diwakilkan kepada pamannya. Pada masa pemerintahan Pangeran Mas terjadi penyerangan yang dilakukan oleh Sultan Agung terhadap Arosbaya yang menyebabkan jatuhnya Arosbaya ke tangan Mataram. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1624 M, Pangeran Mas melarikan diri ke Giri dan Pangeran Prasena dibawa ke Mataram (Pranyoto, dkk, 1991: 20).

Pangeran Prasena dijadikan anak angkat oleh Sultan Agung dan diberi kekuasaan atas seluruh wilayah Madura yang berpusat di Sampang dengan Gelar Tjakraningrat I (1631-1648 M). Beliau menikahi adik sultan tetapi tidak memiliki keturunan. Beliau menikah lagi dengan Sarifah Ambami dan memperoleh beberapa keturunan, yaitu Raden Undagan, Raden Ario, Atmojoadiningrat, dan Ratu Maospati. Beliau memperoleh putra dari selir diantaranya adalah Pangeran Maluyo (Abdurrahman, 1988: 13).

Pada Tahun 1648 M Tjakraningrat I wafat dimakamkan di Imogiri, penggantinya dalah Raden Undagan yang bergelar Tjakraningrat II (1648-1707 M). Beliau lebih banyak mengabdikan dirinya pada Mataram, hal inilah yang menimbulkan kekecewaan rakyat Madura. Muncullah pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh Trunajaya, putera Pangeran Maluyo, terhadap Mataram. Pangeran Tjakraningrat II meminta bantuan VOC untuk menghentikan pemberontakan tersebut. Pangeran Tjakraningrat II diangkat menjadi Bupati Madura Barat oleh VOC. Pada masa pemerintahannya, beliau memindahkan keratonnya dari Sampang ke Tonjung (daerah Bangkalan). Pangeran Tjakraningrat II wafat pada tahun 1707 M di daerah Kamal, oleh sebab itu beliau dikenal dengan sebutan Panembahan Sidhing Kamal dan dimakamkam di komplek Makam Aermata  Ebhu (Pranyoto, dkk, 1991: 20).

Penggantinya adalah Raden Tumenggung Sosrodiningrat yang bergelar Tjakraningrat III (1707-1718 M). Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh menantunya Adipati Ario Adikoro I dan saudara beliau yang bernama Suroadiningrat. Raden Tjakraningrat III mengalami kekalahan dan melarikan diri ke sebuah kapal dan  wafat pada tahun 1718 M, oleh sebab itu dikenal dengan sebutan Pangeran Sidhing Kapal dan dimakamkan di Situs Makam Aermata Ebhu (Abdurrachman, 1988: 27-28).

Sepeningggal Pangeran Sidhing Kapal adiknya yang bernama Suroadiningrat dan bergelar Tjakraningrat IV berkuasa atas Madura Barat. Beliau memindahkan keratonnya dari Tonjung ke Sembilangan. Pada tahun 1740 M di Batavia terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap etnis China. Hal ini menimbulkan pemberontakan orang-orang China diseluruh Jawa terhadap pemerintah kolonial. Kompeni meminta Tjakraningrat IV untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Beliau menyanggupinya dengan syarat daerah Jawa sebelah Timur Gunung Lawu menjadi daerah kekuasaan beliau. Kompeni menyetujui usulan tersebut, akan tetapi setelah pemberontakan dapat dipadamkan Kompeni ingkar janji. Terjadilah peperangan antara Tjakraningrat IV dan Kompeni. Tjakraningrat IV melarikan diri ke daeraj Klampes (Bangkalan) setelah itu beliau menyingkir ke Banjarmasin namun tertangkap dan diasingkan ke Kaap de Goede Hoop (Tanjung Harapan) dan meninggal disana pada tahun 1753 M. beliau dikenal dengan nama Pangeran Sidhing Kaap. Salah satu putera beliau yaitu Pangeran Adipati Secoadiningrat meminta kepada Kompeni agar mayat Tjakraningrat IV dimakamkan di Kompleks Makam Aermata (Abdurrachman, 1988: 28-30).

Tahun 1762 di Semarang diadakan konferensi semua bupati daerah pesisiran.,saat itu Madura diperintah oleh Secoadiningrat dengan  gelar Tjokroadiningrat V Beliau adalah Bupati Wadhono Bang Wetan yang berkuasa dari Madiun sampai Blambangan . Pada masa pemerintahan  keadaan aman sentausa, beliau meninggal tahun  1815 M dengan gelar Panembahan Sidho Mukti dan dimakamkan di kompleks Makam Aer Mata. Kemudian diganti oleh  Raden Tumenggung Mangkuadiningrat, anak tertua dari Panembahan Adipati Secoadiningrat Beliau bergelar  Panembahan Adipati Tjokroadiningrat VI. Juga dikenal dengan sebutan Panembahan Tengah .  Panembahan Tengah meninggal dunia tahun 1780 M dan dimakamkan di kompleks Makam Aermata (Abdurrachman, 1988: 56).

Pengganti beliau di Madura adalah saudara dari pihak ayah dengan gelar Panembahan Adipati Tjokroadiningrat VII, yang setelah wafat dimakamkan di Komplek Aermata Ebhu.

Situs Makam Aermata Ebhu memiliki orientasi arah utara – selatan dengan pembagian komplek menjadi tiga halaman. Memasuki Situs Makam Aermata Ebhu pengunjung disambut dengan gapura depan bertipe  paduraksa  dengan tulisan “AERMATA” pada bagian atapnya.

Terdapat tiga halaman di dalam situs ini, untuk memasuki halaman 1, pengunjung harus melewati gapura 1 yang bertipe  paduraksa  berwarna putih. Pada halaman 1 ini akan dijumpai sejumlah makam kuno yang berada di sebelah barat jalan setapak. Makam-makam tersebut diperuntukkan bagi para abdi dalem, juru kunci, dan umum pada zaman dulu. Pada halaman ini juga terdapat bangunan yang sebagai gudang penyimpanan barang juga terdapat pendopo (Paseban) yang berada tepat sebelum memasuki Gapura 2.

Memasuki halaman 2, pengunjung harus melewati gapura 2 yang juga bertipe  paduraksa dengan pintu kayu bertipe kupu tarung. Terdapat  cungkup  yang menaungi sepuluh makam terdapat di sebelah timur jalan setapak. Bangunan ini diperuntukkan bagi makam cucu dari Adiningrat beserta keturunannya. Terdapat pula lima makam umum di luar cungkup  ini. Sebuah bangunan pendopo yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu terdapat di sebelah barat jalan setapak. Terdapat pula sebuah gapura  paduraksa lainnya di sisi barat halaman 2 ini, yaitu gapura 4. Gapura 4 ini merupakan pintu menuju sumber mata air yang terdapat di sisi barat bukit.

Halaman 3, ditandai dengan gapura 3 berbahan batu putih dengan pintu besi buatan baru bertipe kupu tarung. Pada  halaman 3, terdapat sebuah bangunan cungkup dengan 2 makam di sebelah timur jalan setapak. Sepuluh makam kuno terdapat di depan bangunan cungkup ini. Pada sisi barat juga terdapat 5 makam kuno dan 1 cungkup yang terdiri dari 19 makam yang merupakan makam K.P. Tjakraadiningrat VI, K.P. Panembahan Tjakraadiningrat V, P.A.A. Tjakraningrat (wali negara Madura), R. A.R. Moh. Roeslan Tjakraningrat, dan beberapa makam lain tanpa nama.  Pada cungkup ini bagian kiri  terdapat 10 hiasan berbentuk gunungan berbahan bata putih berukir. Sedangkan  cungkup bagian kanan, namun dibatasi oleh tembok pemisah berupa pagar batu putih. Pada Cungkup  ini terdapat 11 makam, dimana salah satu tokoh yang dimakamkan bernama R. Demang Meloyo, juga terdapat 4 buah hiasan gunungan polos berbahan batu putih.

Halaman 3 merupakan yang paling penting karena terdapat makam utama, yaitu Makam Syarifah Ambami, permaisuri dari Pangeran Tjakraningrat I yang terletak di Cungkup 1. Bangunan lain di Halaman 3 adalah Cungkup  yang menaungi 46 makam yang diantaranya adalah makam Panembahan Tjakraningrat II (1570-1630) dan K. Pangeran Tjakraningrat IV (1640-1669).  Pada sisi utara atau belakang makam terdapat 11 gunungan dengan ujung sisi timur dan barat polos.

Setelah melewati Cungkup ini akan kita menjumpai Cungkup utama (Makam Syarifah Ambami) berada pada trap paling tinggi. Makam Syarifah Ambami tepat di bagian tengah dengan 11 makam di sisi timur, 8 makam di sisi barat, sedangkan di belakang makam tersebut terdapat gunungan besar dan diapit gunungan polos (sisi barat dan sisi timur).

Pada sisi barat Situs Makam Aermata Ebhu terdapat pula empat halaman makam dengan dua gapura masuk. Keempat halaman makam ini memanjang dengan orientasi utara selatan. Secara keseluruhan halaman berukuran  30,6 m  x 12,3 m makam-makam yang ada di sini berbahan batu putih dan pagar yang mengelilingi halaman makam juga berbahan batu putih. Gapura makam yang berada di dekat masjid banyak ditumbuhi oleh rerumputan dan alang-alang yang menghalangi para peziarah yang datang. Meskipun demikian kondisi makam yang ada cukup terawat. Situs makam terbagi menjadi empat halaman makam yaitu, halaman 4, halaman 5, halaman 6, dan halaman 7.

Halaman 4 terletak bersebelahan halaman 5, dengan dua pintu gapura 5 yaitu di utara dan di selatan. Pada halaman 4 terdapat enam buah makam dengan posisi sejajar (1 baris) bahan batu putih. Pagar yang mengelilingi halaman 4 berbahan batu putih. Gapura 5 memiliki bentuk gapura  padura ksa  beranak tangga dan berbahan batu putih. Gapura 6 berada di sebelah utara yang menghubungkan dengan halaman 5 banyak memiliki bentuk gapura bentar beranak tangga naik keatas.

Halaman 5 terletak diantara halaman 4 dan halaman 6, dengan satu pintu gapura 6  paduraksa  pada sisi selatan yang menghubungkan dengan halaman 4. Pada halaman 5 terdapat empat belas makam berbahan batu putih terdiri 2 baris. Baris pertama (sebelah selatan) terdapat 8 makam dan baris kedua (sebelah utara) terdapat 6 makam. Pagar pada Halaman 5 berbahan batu  putih dengan ukuran 8,6 m x 12,3 m.

Halaman 6 terletak diantara halaman 5 dan halaman 7, dengan satu pintu masuk tanpa gapura pada sisi timur. Pagar yang mengelilingi halaman 6 di sisi timur hanya tersisa 3 lapis yang masih terlihat. Pada halaman 6 terdapat sebelas makam berbahan batu putih terdiri dari 2 baris. Baris pertama (sebelah selatan) terdapat 3 makam dan baris kedua (sebelah utara) terdapat 8 makam. Pagar pada halaman 6 berbahan batu putih dengan ukuran 8,3 m x 13,4 m.

Halaman 7 terletak sebelah utara halaman 6 dengan satu pintu masuk tanpa gapura pada sisi timur. Pada halaman 7 terdapat empat belas buah makam berbahan batu putih yang terdiri dari 2 baris. Baris pertama (sebelah selatan) terdapat 6 makam dan baris kedua (sebelah utara) terdapat 8 makam. Pagar Halaman 7 berbahan batu putih dengan ukuran 8,3 m x 12 m. Pagar yang terdapat pada sisi timur hanya tersisa 4 lapis.

Kegiatan pelestarian yang telah dilakukan pada Situs Makam Aermata Ebhu cukuplah banyak antara lain Kegiatan Registrasi dan Inventarisasi Tahun 1993 , Pemugaran tahun anggaran 1979/1980 sampai tahun anggaran 1985/1986, Kegiatan observasi pasca pemugaran Komplek Makam Aermata Rato Ebhu pada tahun 2004 berupa denah peta hasil pemugaran, kegiatan konservasi pada tahun 1986, 1987 dan tahun 2011, serat kajian pengembangan informasi tahun 2019.(Rizki)

Sumber :

Laporan Verifikasi Kabupaten Bangkalan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Tahun 2013.

Laporan Kajian Pengembangan Informasi Situs Aermata Ebhu Kabupaten Bangkalan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Tahun 2019.