Sunan Drajat dikenal pula dengan nama Raden Qosim bin Muhammad Ali Rahmatullah bin Ibrahim Assamaraqandi. Diantara para wali, Sunan Drajat yang mempunyai nama paling banyak, yaitu Sunan Mahmud, Sunan Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, dan Maulana Hasyim. Sunan Drajat adalah anak dari pasangan Sunan Ampel dan Retna Ayu Manila alias Dewi Candrawati. Sunan Drajat menikahi tiga wanita, yaitu isteri pertama Sufiyah, puteri Sunan Gunung Jati; Kemuning ketika menetap di Drajat; Renayu Candra Sekar, puteri Adipati Kediri; Beliau menyebarkan agama islam di desa Banjaranyar, paciran, Lamongan. Dari Banjaranyar beliau melanjutkan perjaanan ke arah selatan di sebuah perkampungan bernama Desa Jelak yang masih menganut agamaH Hindu – Budha. Di desa ini, Sunan Drajat mendirikan mushallah untuk berjamaan dan mengajarkan agama islam kepada santrinya. Peristiwa ini berlangsung pada tahun 1481 M. Setahun kemudian beliau membuka daerah baru di sebuah bukit yang masih berupa hutan belantara yang dinamakan Desa Drajat. Dari sinilah beliau mendapat gelar Sunan Drajat. Disamping itu beliau mempunyai gelar yang lain yaitu pada tahun 1484 M Raden Patah dari Demak memberikan gelar Sunan Mayang Madu sekaligus pemberian tanah perdikan. Dalam menyiarkan agama Islam, beliau memfokuskan pada pendidikan, dakwah, dan sosial. Beliau sangat memperhatikan nasib para fakir miskin, yatim piatu dan orang-orang terlantar. Beliau mempelopori orang-orang kaya dan para bangsawan untuk mengeluarkan infak, shodaqoh, dan zakat sesuai dengan tuntunan ajaran agama islam. Ajaran Sunan Drajat dikenal dengan nama Catur Piwulang, yaitu:
“paring teken marang kang kalunyon lan wuto”
“paring pangan marang kang keliren”
“paring sandang marang kang kawudan”
“paring payung marang kang kodanan”
artinya:
“berikan tongkat kepada orang yang berjalan dijalan licin dan buta”
“berikanlah makan kepada orang yang kelaparan”
“berikanlah busana kepada orang yang telanjang”
“berikanlah payung kepada orang yang kehujanan”
Dalam mengajarkan agama islam, Sunan Drajat menggunakan media kesenian dengan menciptakan tembang Pangkur, sedangkan alat musik yang digunakan berupa gamelan yang bernama Singo Mengkok yang sekarang disimpan di Museum Sunan Drajat.
Sumber: Laporan konservasi makam sunan drajat di kabupaten lamongan – BPCB Mojokerto