Tempat ibadat Tri Dharma lazim disebut dengan nama klenteng merupakan nama sederhana yang berarti rumah tempat untuk bersembahyang bagi kebanyakan orang Tionghoa yang menganut agama seperti yang diajarkan Sakyamuni sebagai Buddha Dharma, oleh Nabi Konghu Cu sebagai agama Konghucu, dan Tao yang dituturkan oleh Nabi Lao Tze
Penyebutan klenteng tidak diketahui secara jelas asal muasalnya, namun jika ditilik dari etimologi memiliki arti “bunyi seperti bunyi genta/ bel”. Hal ini disebabkan pada setiap kegiatan sembahyang selalu menggunakan genta/bel yang berbunti “teng-teng”, sedangkan berdasarkan istilah asing klenteng biasanya disebut dengan Chinese Temple yang berarti Kuil orang Tionghoa.
Klenteng Hok Sian Kiong berada di persimpangan jalan di Kota Mojokerto yaitu di Jalan Residen Pamuji dan Jalan PB. Sudirman. Posisi bangunan Klenteng merapat ke lahan sisi selatan, halaman depan merupakan halaman yang luas.
Bangunan klenteng menghadap ke arah utara dengan batas halaman luas berpagar tembok tinggi. Memiliki gapura megah didominasi warna merah pada bagian depan, gapura bagian samping, dan satu pos jaga di dekat gapura sisi timur.
Pada dinding halaman baik sisi timur maupun barat terdapat lukisan panorama alam dan taman bunga. Bangunan Klenteng Hok Sian Kiong secara umum terbagi menjadi empat gedung. Sisi barat digunakan sebagai aula di lantai satu dan tempat peribadatan Budha dan Kong Hu Cu di lantai atas.
Di antara bangunan utara dan selatan, ada kolam ikan berbentuk segi delapan dengan jembatan penghubung di antara bangunan utara dan selatan. Dinding bagian selatan kolam dihiasi lukisan panorama alam yang sangat indah. Pintu melengkung setengah lingkaran merupakan akses menuju bangunan sisi barat atau aula.
Tempat ibadat Tri Dharma Hok Sian Kiong didirikan pada tahun 1823 dengan akte notaris tanggal 23 Desember1823 pada masa penjajahan kolonial Belanda berlokasi di Sentanan Kidul (Sekarang Jalan Kapten Piere Tendean) yang merupakan gudang milik Oei Kiem Hoa.
Berkat jasa dari Letnan Ong An Thay, Oei Kiem Hoa, dan Letnan Tjoa Sien Kie, (dari Surabaya), keberadaan tempat ibadat Tri Dharma Hok Siang Kiong dipindahkan ke Jalan Panglima Sudirman No. 1 pada tahun 1874 hingga sekarang.
Bangunan awalnya berada di halaman sisi selatan yang saat ini digunakan sebagai ruang altar Kwan Im Hud Co, baru pada tahun 1906 atas usaha Letnan Ong An Thay dilakukan pembangunan gedung yang baru berada di depannya (utara bangunan lama) yang saat ini digunakan sebagai bangunan induk altar Makco Thian Shang Sheng Mu.
Perubahan dan perbaikan terus dilakukan tahun 1930 atas usaha Kongsi Tan Oen Liang dengan arsitek Liem Toen Thay. Pembangunan ini mencakup bagian sayap di kanan dan kiri bangunan induk.
Setelah kegiatan perbaikan dan pembangunan selesai, Klenteng Hok Sian Kiong dijaga oleh Bio Kong, The Ting Kiauw dengan tugas sehari-hari penata pelaksana kegiatan peribadatan baik untuk diri sendiri maupun untuk kepentingan umat.
Pembangunan fisik dan fasilitas pendukung tempat ibadat Tri Dharma Hok Sian Kiong terus berlangsung dari masa kolonial Belanda hingga Jepang, meskipun pada masa Jepang mulai menurun drastis karena situasi politik yang ada.
Setelah memasuki masa kemerdekaan tahun 1945, mulai ada kebebasan untuk beribadah termasuk di Klenteng Hok Sian Kiong yang berarti Klenteng “perikebajikan” ini. Sekitar tahun 1955 bangunan sebelah barat klenteng digunakan sebagai Vihara.
Usaha peremajaan, pembenahan, perbaikan hingga pembangunan terus dilakukan dengan mendapat bantuan dan dukungan sepenuhnya dari para umat dan simpatisan. Peresmian Vihara Metta Sraddha dilakukan pada tanggal 21 Oktober 1984. (Lap.Inv.Bangunan Kolonial, 2018)