Lokasi Gapura Plumbangan cukup mudah dijangkau dari jalan raya kawedanan Wlingi. Secara administratif terletak di Desa Plumbangan, Desa Doko, Kabupaten Blitar.
Para ahli mengatakan Gapura Plumbangan telah menjadi tempat suci sejak jaman Kediri. Hal ini dibuktikan dengan adanya prasasti berangka tahun 1042 Saka (1120 Masehi) yaitu prasasti Panumbangan. Isi prasasti tersebut bahwa Desa Panumbangan menjadi milik umat Budha. Dari nama panumbangan itulah nama Desa Plumbangan sekarang ini berasal.
Prasasti dari Raja Bhameswara memuat cap kerajaan berupa tengkorak yang berhiaskan bulan sabit. …mangkara rasa sang hyang raja nugraha irikang rama lima duwan I dalm thani penumbangan pinratisthaken rilinggopala tinanda candrakapala…(Brandes, 1913: 162). Dalam prasasti Panumbangan disebutkan bahwa Raja Bhameswara sebagai Raja Kediri, pada bulan srawana paro terang, tahun saka 1042 bertepatan dengan tanggal 2 Agustus 1120 M, memberikan hadiah kepada penduduk desa Panumbangan (Plumbangan) berstatus swatantra. Penetapan tersebut berdasarkan keputusan raja yang pernah diberikan kepada warga desa Panumbangan serta desa-desa sekitarnya. Ketetapan raja itu diperkuat dengan ancaman kutukan bagi siapapun yang melanggar keputusan itu (Tim Penggali dan Perumus Hari Jadi Kabupaten Blitar: 1976: 24-27).
Prasasti berkenaan dengan penetapan kembali anugerah haji dewata sang lumah ri gajapada. Hak-hak istimewa bahkan ditambahkan pula berhubungan dengan kebaktian rakyat Panumbangan terhadap raja.
Dalam Nagarakrtagama pupuh LXXVII bait 1 dan 2 menyebutkan nahan muwah kasugatan/kabajradaran akrameka wuwusen, i sakabajra ri nadi tada mwan i mukuh ri samban I tajun, lawan tan amrtasabha ri banbaniri boddi (125b) mula waharu, tampak/duri pareuha tandare kuudaratna nandinagara. Len tan wunanjaya palandit ankil asah in samicyapitahen, nairanjane wijayawaktra magnen I poyahan/bala masin, ri krat lemah tulis I ratnapankaja panumbanan kahuripan, mwan ketaki talaga jambale junul I wisnuwala pameweh (Pigeaud, 1960: 59). Terjemahan dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : selanjutnya tersebut berturut-turut ikut kebudaan bajradara Isanabajra, Naditata, Mukuh, Sambang, Tajung, Amretasaba, Bangbang, Bondimula, Waharu tampak dari Puruhan dan Tadara. Tiada terlupakanlah Kumuda, Ratna serta Nandinagara, Wungajaya, Balandi, Tangkil, Asahing, Samici dengan Acitahen Nairanjana, Wijayawaktra, Mageneng, Poyahan dan Balamasin, Krat, Lemah Tulis, Ratnapangkaja, Panumbangan serta Kahuripan Ketaki, Telaga Jambala, Junggul ditambah lagi Wisnuwala (Slamet Mulyana, 2007: 392).
Penyebutan tersebut menunjukkan bahwa Plumbangan termasuk daerah perdikan bagi golongan penganut agama Budha yang sudah kemasukan unsur-unsur bajradhara yakni golongan pendetanya tetap hidup berumah tangga dan beranak pinak. Apabila kenyataan ini dihubungkan dengan prasasti Plumbangan ataupun prasasti-prasasti lain yang menyebutkan Desa Plumbangan, maka uraian Prapanca memberi petunjuk bahwa Desa Plumbangan bukan hanya dikenal sebagai tanah perdikan dengan bangunan-bangunan Siwaistis tapi juga dihubungkan dengan tempat pendeta-pendeta Budha dari kalangan kebajradaran(Tim Penggali dan Perumus Hari Jadi Kabupaten Blitar: 1976: 27).
Lap. Usulan Penetapan CB 2009