Pada tanggal 18-27 September 2020, BPCB Jawa Timur melaksanakan Kegiatan Ekskavasi Penyelamatan Situs Patakan Tahap III bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan. Tujuan kegiatan kali ini adalah menampakkan lebih jelas bentuk dari bangunan utama dan bangunan selatan, yang pada tahun 2019 belum dapat diselesaikan.
Situs Pataan merupakan kompleks bangunan yang sementara ini diinterpretasi memiliki keluasan 5.112 m2 yang dibatasi oleh dinding keliling yang membentuk denah persegi empat dengan ukuran 72 m x 71 m. Pada bagian barat, menyatu dengan dinding keliling, terdapat sisa pondasi gapura pintu masuk dengan ukuran panjang 8 m dan lebar 6 m, yang diduga merupakan satu-satunya akses penguhubung antara halaman dalam dengan halaman luar kompleks Situs Pataan. Baik gapura dan dinding keliling disusun dari perpaduan antara batu putih dan bata. Di halaman dalam kompleks terdapat dua buah bangunan, yang sementara ini disebut sebagai Bangunan Utama dan Bangunan Selatan.
Kegiatan ekskavasi berhasil membuka 24 buah kotak gali, dengan masing-masing kotak gali berukuran 4 m x 4 m. Kotak gali ekskavasi sebagian besar ditempatkan di bagian atas bangunan utama dan bangunan selatan untuk menampakkan bentuk kedua bangunan secara keseluruhan.
Kegiatan ekskavasi berhasil menampakan dengan lebih jelas bentuk bangunan utama yang berdenah persegi empat yang memanjang utara-selatan dengan ukuran 17,88 m, lebar 11,81 m, dan tinggi mencapai 5,20 m. Pada bagian tengah di sisi barat terdapat profil bangunan yang sebelumnya diduga terdapat pintu masuk menuju ruangan bagian dalam dari bangunan utama. Setelah runtuhan diangkat, ternyata dibalik profil pilar terdapat dinding batu putih dengan ketinggian 3,8 meter. Di sisi tengah pada bagian atas bangunan terdapat pelataran dengan ukuran lebar 3,8 m dan panjang barat timur sepanjang 6,20 m. Di sisi utara pelataran, terdapat tatanan batu putih yang membentuk sebagian bagian atap. Sangat disayangkan, tatanan batu putih tersebut telah mengalami kerusakan akibat pertumbuhan akar-akar pohon yang masuk dan merusak konstruksi bangunan, serta adanya kegiatan penggalian masyarakat di tempat itu di masa lalu. Di sisi selatan pelataran, terdapat tatanan batu putih berbentuk persegi yang sebagian besar juga telah mengalami kerusakan. Di sisi selatan ini ditemukan lubang persegi berukuran 65 cm x 64 cm dengan kedalaman mencapai 170 cm. Belum diketahui dengan pasti terkait dengan fungsi dari lubang persegi tersebut. Berdasarkan observasi terhadap tatanan batu putih di seluruh bangunan utama, tidak ditemukan adanya tatanan batu yang menunjukkan indikasi dari tangga dari bangunan utama.
Di sisi selatan bangunan utama dengan jarak 4 m terdapat bangunan kedua yang secara keseluruhan berdenah persegi empat dengan ukuran panjang keseluruhan adalah 9,9 m, lebar 7 m, dengan tinggi 4,20 m. Tatanan batu putih secara keseluruhan masih membentuk profil kaki bangunan yang dilengkapi dengan pilar-pilar, sedangkan pada bagian atas telah banyak mengalami kerusakan. Walaupun demikian, didapati adanya indikasi tatanan batu yang membentuk lingkaran pada bagian atas, sehingga sementara ini bangunan selatan diduga merupakan bangunan stupa.
Dalam kegiatan ekskavasi ini dilakukan pula kegiatan pemotongan pohon dan pembuatan atap pelindung bagi bangunan utama dan selatan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan dari material penyusun bangunan yang tersusun dari batu putih.
Kompleks bangunan di Situs Pataan ini berasosiasi dengan Prasasti Pataan yang telah dipindahkan dan saat ini disimpan di Museum Nasional Jakarta dengan nomor inventaris D.22. Prasasti Pataan mengisahkan penetapan daerah Patakan menjadi Sima (bebas pajak) untuk memelihara bangunan suci Sanghyang Patahunan. Dalam Prasasti Terep 954 Çaka/1032 M, Airlangga mengalami kekalahan dan mengakibatkan Airlangga harus meninggalkan keraton di Wwatan Mas dan berlari menuju Patakan, Dengan demikian, Situs Pataan kemungkinan besar berasal dari abad 10 – 11 Masehi, dan berlangsung hingga masa Majapahit. Hal ini juga dibuktikan dengan ditemukannya fragmen porcelain dari Dinasti Song (abad 10-13 masehi), dan temuan mata uang cina dari Dinasti Song dan Dinasti Ming (abad 14-17 Masehi) dari hasil ekskavasi di situs ini. (WicaksonoDN)