Ditemukan Titik Lokasi diduga Tenggelamnya Kapal Van der Wijck di Perairan Lamongan Jawa Timur

0
769

BPCB Jawa Timur pada tanggal 27 April sampai dengan 5 Mei 2021 melaksanakan kegiatan Survey Cagar Budaya Bawah Air di Kabupaten Lamongan. Kegiatan ini diarahkan untuk mencari titik lokasi tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang diduga berada di perairan Lamongan.

Dalam kegiatan ini, tim BPCB Jawa Timur bekerja sama dengan Pemkab Lamongan, dan melibatkan beberapa pihak yang terkait, seperti PB Possi, Polairut Polres Lamongan, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, dan Rukun Nelayan Paciran Lamongan. Kegiatan ini melibatkan 13 orang personil dari BPCB Jawa Timur, 5 orang personil dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan, 2 orang Dive Master dari PB Possi, 1 orang dari Polairut Polres Lamongan, dan 6 orang dari nelayan setempat.

Dalam upaya mencari titik lokasi, tim mengumpulkan berbagai informasi dari para penduduk dan nelayan setempat. Setelah melakukan penyisiran dengan menggunakan sonar di beberapa titik, tim berhasil menemukan titik kapal karam yang diduga merupakan lokasi tenggelamnya kapal Van der Wijck yang berjarak 17 mil dari daratan.

Dari sonar, diketahui bahwa kapal memiliki panjang lebih dari 150 meter yang tenggelam di kedalaman 28-38 meter. Dalam beberapa hari ke depan akan terus dilakukan penyelaman dan pendokumentasian di bawah air untuk mengumpulkan data sebagai langkah untuk mengidentifikasi apakah kapal karam tersebut benar merupakan kapal Van der Wijck.

Peristiwa tenggelamnya Kapal Van der Wijck menjadi dikenal oleh masyarakat Indonesia karena adanya novel yang ditulis oleh Buya Hamka yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” yang ditulis pada tahun 1939. Novel ini mengisahkan persoalan adat yang berlaku di Minangkabau dan kisah perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan sepasang kekasih hingga berakhir dengan kematian. Novel ini menjadi sangat terkenal karena sejak tahun 1969 telah digunakan sebagai bahan bacaan wajib bagi para pelajar tidak hanya di Indonesia, bahkan di Malaysia. Novel ini pun terus dicetak ulang hingga kini. Bahkan pada tahun 2013, dibuat film layar lebar yang mengangkat novel dari Buya Hamka ini.

Banyak masyarakat Indonesia yang menyangka bahwa peristiwa tenggelamnya Kapal Van der Wijck ini hanya merupakan cerita fiksi karena novel dari Buya Hamka tersebut. Padahal peristiwa ini merupakan fakta sejarah. Bukti pertama adalah adanya monumen tugu peringatan sebagai ucapan terima kasih kepada para nelayan yang telah menolong para korban saat kapal van der wijck mengalami kecelakaan pada tanggal 19 oktober 1936. Tugu peringatan ini saat ini masih berdiri kokoh di halaman Kantor Perikanan Brondong, di Lamongan.

Kapal Van der Wijck merupakan kapal penumpang mewah yang dimiliki oleh Perusahaan Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) di Rotterdam pada tahun 1921 yang kemudian digunakan untuk melayani pelayaran di Indonesia. Perusahaan KPM kemudian menjadi cikal bakal perusahaan pelayaran Indonesia (PT Pelni). Nama Van der Wijck diambil dari nama Gubernur Jenderal Hindia, yaitu Jonkheer Carel Herman Aart Van Der Wijck yang memerintah pada tahun 1893 hingga 1899.

Dalam Buku “The Decay of S.S. Van der Wijck”, Ed Bik menuliskan bahwa kapal Van der Wijck berlayar dari Feyenoord pada tahun 1921 ke Indonesia. Pada saat itu, kapal ini dianggap merupakan kapal penumpang yang mewah dan indah. Pada bulan oktober 1936, kapal ini berangkat dari Buleleng di Bali kemudian menuju Surabaya. Di Surabaya tercatat kapal ini kemudian memuat 150 ton besi dan 5 buah kondesor yang masing-masing memiliki berat 3 ton. Setelah itu, kapal ini melanjutkan pelayaran menuju ke Semarang, namun kapal ini tidak pernah sampai di sana. (Wicaksono Dwi Nugroho, M.Hum, Arkeolog BPCB Jawa Timur)