Relief ini dipahatkan pada bagian penampil depan menghadap ke barat.
Cerita ini diawali dari seorang Brahmana yang sangat miskin bernama Dharmaswarni. Ia sangat tekun memuja Dewa Siwa agar menjadi kaya. Dewa Siwa mengabulkan permohonannya dengan mengatakan apapun yang akan ditemuinya pertama kali di jalan itu menjadi miliknya. Ia menemukan seekor lembu jantan anak Nandini yang bernama Nandeka, kemudian sapi tersebut digunakan sebagai muatan kayu dari hutan yang akan dijual ke kota. Akhirnya dia menjadi kaya raya dan mempunyai banyak lembu dan pedati.
Suatu hari dia pergi berdagang ke kota Udyani malawa membawa seribu pedati. Kota itu sangat jauh dan melalui banyak sungai, hutan, gunung, jurang, lembah, sehingga sapi Nandaka kehabisan tenaga dan jatuh karena terlalu banyak muatan. Sang Darmaswarni tidak sabar menunggu. Nandaka ditinggalkan dengan dua orang pembantunya, Teka dan Pinet dengan pesan kalau dia sembuh dan kuat berjalan supaya menyusul, tetapi jika tidak supaya dibakar mayatnya. Karena Teka dan Pinet takut binatang buas di hutan maka dia ingin cepat-cepat menyusul tuannya. Mereka tidak berani membakar Nandaka karena takut dikutuk para dewa. Kemudian mereka mencari akal dengan melepaskan Nandaka, akan tetapi mereka tetap membuat api pembakaran untuk mengelabuhi tuannya. Setelah sampai pada tuannya mereka mengatakan bahwa Nandaka telah mereka bakar dan asapnya masih tampak mengepul. Darmaswarni percaya pada kata-kata pembantunya itu.
Setelah dilepaskan Nandaka masuk hutan Udyani, bertemu dengan tentara serigala yang sedang mencari mangsa binatang untuk raja hutan/singa bernama Candapinggala. Para tentara serigala menyerang Nandaka, tetapi Nandaka sangat kuat dan dapat mengalahkannya. Tentara serigala itu melapor pada rajanya. Keesokan harinya singa Candapinggala diiringi patih serigala bernama Sambada dan tentaranya menemui Nandaka mengajak damai dan mengikat tali persahabatan.
Mula-mula Nandaka ragu karena makanan singa adalah daging, suka dengan kekayaan dan kekuasaan, sedangkan dirinya makan rumput dan binatang hina. Tetapi setelah dibujuk dan singa berjanji mau makan dedaunan maka Nandaka mau bersahabat dengan singa Candapinggala. Mereka dapat hidup rukun kemanapun tidak berpisah, mereka senasib sepenanggungan, tidak ada yang menjadi tuan dan hamba.
Akan tetapi persahabatan antara Nandaka dan Candapinggala hancur karena hasutan patih serigala (Sambada) yang iri melihat kerukunan mereka. Mereka saling seruduk dan terkam, mengakibatkan kematian keduanya. Nyawa Nandaka kembali ke kahyangan Dewa Siwa dan nyawa Candapinggala ke kahyangan Dewa Wisnu. Sedang tubuh mereka dimakan oleh patih Sambada dan tentaranya. Akhirnya mereka mati kekenyangan, nyawa Sambada kembali ke Walukarnawa Tambragomuka menjadi kerak kancah neraka Yamaniloka menderita siksaan. (Sumber: Lap.Pendokumentasian Relief Candi Jago, 2007)