Relief cerita ini dipahatkan mulai dari sudut barat daya kaki II hingga sudut barat daya kaki III.
Cerita Parthayajnya diawali ketika Yudhistira kalah dalam permainan dadu melawan pihak Korawa, sehingga merekapun mendapat hinaan di luar batas dari pihak Korawa. Dan kini, mereka harus keluar dari kerajaan Hastina, untuk memasuki masa pembuangan yang akan berlangsung selama dua belas tahun. Sebenarnya Bhima lebih suka mati melawan Korawa daripada hidup sebagai seorang pengecut, tetapi Yudhistira memberi pengertian mengenai makna kematian serta persiapan diri menghadapi kematian itu dengan menjalankan hidup sebagai seorang wiku.
Widura memberi nasehat kepada Yudhistira, bagaimana orang harus bertingkah laku dalam kemalangan serta mencapai batin dalam suka dan duka. Demikian pula Dhomya penasehat rohani mereka, memberi nasehat bahwa kejahatan hendaknya jangan ditentang dengan kejahatan. Dengan menjalankan hidup seperti seorang wiku, manusia harus membersihkan diri dan mengembalikan acintya (yang tak terbayangkan) ke dalam hatinya. Untuk mempersiapkan diri menghadapi pertempuran dahsyat nanti Arjuna harus melatih diri lewat tapa brata agar memperoleh bantuan ilahi yang mereka perlukan. Atas permintaan Yudhistira, Dhomya lalu memberikan pelajaran kepada Arjuna bagaimana ia harus melakukan tapa itu serta menghindari mara bahaya yang bersangkutan dengannya. Gunung Indrakila merupakan tempat ia dapat berjumpa dengan para dewa, tetapi itu baru dapat dilaksanakan sesudah ia menghadap sang bijak (rsi) Dwaipayana, mahaguru dalam ajaran dan praktek Siwadharma.
Kemudian Arjuna mohon pamit kepada ibunya (Kunti), dan saudara-saudaranya serta Dropadi, lalu ia berangkat utuk melaksanakan tugasnya. Ia berusaha memaksa diri untuk berjalan terus dan menghilangkan segala pikiran yang dapat menggagalkan niatnya. Dalam perjalanan tersebut, ia sampai di sebuah pertapaan dan melihat-lihat sekelilingnya. Ketika ia sedang beristirahat dalam sebuah bale, ia berjumpa dengan dua orang pertapa wanita yang meskipun mereka menutupi sikapnya tetapi terlihat bahwa mereka mencintai Arjuna. Arjuna menerangkan maksud kedatangannya dan ia diberitahu bahwa pertapa tersebut bernama Wanawati dan didirikan oleh Mahayani, seorang wantia berdarah ningrat dari kalangan kraton (rajyawadhu). Di bawah bimbingannya pertapaan ini menjadi tempat pemukiman para apsari dari surga.
Oleh kedua kili, Arjuna diantar ke bagian dalam patapan itu, tempat tinggal Mahayani. Ia disambut seperti layaknya tamu agung. Mahayani menceritakan bahwa semenjak pertapaan ini didirikan ia sudah menantikan kedatangan Arjuna. Arjuna lalu menceritakan kesedihan yang dialaminya beserta saudara-saudaranya dan juga tentang tugas yang dipercayakan oleh Yudhistira kepadanya. Mahayani merasa terharu dan berusaha menyembunyikan air matanya, dengan berpura-pura memperbaiki celak matanya (sipat). Kemudian Mahayani memberikan pelajaran panjang lebar mengenai hala-hayu, yaitu kebaikan dan kejahatan, untung dan rugi yang menimpa kehidupan manusia terus menerus silih berganti.
Ketika malam tiba Arjuna mengundurkan diri ke kamar tidurnya namun ia tidak dapat tidur karena merasa sedih bila ingat betapa berat tugas yang diembannya. Tapi ia ingat akan pelajaran yang didapatkannya dari Mahayani, dan batinnya yang gundah menjadi terang kembali. Tengah malam secara diam-diam dan seorang kili menjumpainya karena sewaktu masih hidup di kraton ia sudah mencintai Arjuna, namun cinta itu tidak diungkapkannya dan kini masih tetap berkobar-kobar, ia sanggup menjalani resiko akan dipergoki dan dilaporkan kepada Mahayani, namun Arjuna berhasil meyakinkan sang Kili bahwa ia harus belajar menguasai rajas dan tamas yang masih bergejolak dalam hatinya.
Keesokan harinya pagi-pagi Arjuna meneruskan perjalanannya. Dalam perjalanan tersebut disergap badai, guntur dan hujan lebat. Sesudah hujan badai di waktu malam tiba-tiba seluruh alam diterangi oleh cahaya yang menyilaukan. Nampaklah Dewi Sri (pelindung keraton), yang meninggalkan Indraprasta setelah kehancuran Yudhistira. Ia meramalkan bahwa Arjuna akan menerima senjata dari dewa Kirata (Hyang Kirata), yang akan mengakibatkan mereka (Pandawa) dapat kembali ke keraton. Kemudian ia memberi pelajaran mengenai musuh-musuh dalam hati sanubari manusia yang harus diperangi, yang berasal dari Tiga Serangkai (Rupanya ketiga guna), yang memberi bentuk dan watak kepada apa saja yang mulai berada di dunia ini. Setelah memberi petunuk-petunjuk mengenai tapa brata yang akan dilaksanakan Arjuna maka sang dewi lenyap dalam ketiadaan.
Arjuna melanjutkan perjalanannya menyusuri pantai. Di suatu tempat yang sangat indah dinaungi oleh pohon-pohon, terlihat Kama dan Ratih (dewa dan dewi asmara), sedang berolahraga bersama sejumlah bidadari surga. Arjuna mengamati mereka dari balik sebatang pohon. Kecantikan dewi Ratih menimbulkan kebimbangan hatinya, apakah ia mampu mengejar dan mencapai tujuan yang dicita-citakannya. Kemudian Arjuna keluar dari persembunyiannya dan menghadap Dewa Kama dengan segala hormat kepadanya. Arjuna menjelaskan maksudnya untuk bertapa brata di Guung Indrakila, tapi ia bimbang akan tekadnya karena daya tarik kenikmatan duniawi. Dewa Kama kemudian menjelaskan tentang hakekat kebahagiaan yang sering disalahartikan oleh manusia sehingga ia tidak bisa menemukan kebahagiaan tersebut.
Nasehat ini menimbulkan tekad baru bagi Arjuna untuk meneruskan perjalanannya. Atas permohonan Arjuna, Kama lalu menunjukkan jalan ke Gunung Indrakila. Di sebelah timur laut, ia akan menemukan pertapaan Dwaipayana. Tetapi Kama memperingatkan Arjuna, bahwa seorang raksasa bernama Nalamala ingin mengadu kekuatan dengannya. Raksasa ini dilahirkan oleh lidah isteri Siwa sebelum ia melahirkan Ganesa. Kama menjelaskan penampilan Nalamala yang mengejutkan dan menerangkan bahwa raksasa tersebut dapat dikalahkan dengan melakukan meditasi Siwa. Setelah meramalkan Arjuna akan tinggal di surga maka lenyaplah Kama.
Tiba-tiba muncullah dari air segerombolan raksasa disusul oleh Nalamala. Terjadilah perang tanding dan ketika si raksasa menampakkan diri dalam wujud Kala sehingga membuat para dewa dan pertapa melarikan diri dalam wujud Kala sehingga membuat para dewa dan pertapa melarikan diri dalam wujud Kala sehingga membuat para dewa dan pertapa melarikan diri maka Arjuna teringat akan nasehat Kama lalu melawan Nalamala dengan samadi yang mempersatukannya dengan Siwa. Raksasa yang melihat sang dewa dalam bentuk sinar yang bercahaya diatas dahi Arjuna menjadi takut dan melarikan diri sambil mengancam Arjuna.
Sambil mengikuti petunjuk Kama, Arjuna meneruskan perjalanannya ke Gunung Indrakila. Akhirnya ia sampai ke Inggitamrtapada, tempat kediaman Dwaipayana, kakeknya. Setelah mendengar apa yang terdjadi di Hastina dan apa yang menjadi tujuan perjalanan Arjuna, Dwaipayana menerangkan kepada Arjuna sifat para Korawa dan Pandawa yang sebenarnya. Para Korawa merupakan inkarnasi kejahatan, sedang para Pandawa “Dewa Pancakusika” (kelima Dewa Kusika), yang diutus ke bumi oleh sang Mahadewa untuk membunuh para Korawa bila waktu yang telah ditetapkan tiba. Dwaipayana juga memberikan nasehat yang sama dengan nasehat-nasehat yang diberikan pertapa dan rsi sebelumnya, yaitu mengenai kejahatan yang merajalela bahkan dalam diri mereka yang telah menjadi wiku, dan bagaimana kejahatan itu dapat diberantas sambil membersihkan batinnya. Dengan cita-cita ini dalam hatinya, Arjuna menuju Gunung Indrakila. Setelah satu tahun tujuannya tercapai dan Siwa menampakkan dri sebagai orang Kirata. (Sumber: Lap.Pendokumentasian Relief Candi Jago, 2007)