Cerita ini dipahatkan pada bagian penampil menghadap ke selatan, menggambarkan satu angsa yang membawa terbang kura-kura dengan cara mengigit sebatang ranting di paruhnya, sedang kura-kura menggigit ranting di kanan-kirinya.
Kura-kura jantan bernama Durbudi dan betina bernama Kacapa bertempat tinggal di danau Kumudawati yang sangat permai. Mereka bersahabat dengan angsa jantan bernama Cakrangga dan betina bernama Cakranggi yang berkeliaran mencari makan di danau itu. Pada waktu musim kemarau semakin keringlah air di danau. Angsa mencoba minta diri kepada kura-kura kalau akan pergi ke telaga Manasasara di Gunung Himawan yang airnya jernih dan dalam, tidak akan kering pada musim kemarau. Mendengar hal itu kura-kura mohon diperbolehkan ikut pergi.
Kemudian angsa mencari akal dengan sebilah kayu, kura-kura disuruh mengiggit bagian tengah kayu tersebut dan kedua angsa akan memagut kedua ujungnya dan membawa terbang, tetapi dengan syarat kura-kura tidak boleh kendor gigitannya dan tidak boleh berbicara apapun yang terjadi selama dalam perjalanan. Jika syarat itu tidak dipatuhi maka kura-kura tidak akan pernah sampai di tujuan dan akan mati. Kura-kura sanggup, maka merekapun terbang menuju telaga tersebut.
Setelah jauh terbang sampailah mereka di ladang Wilanggana, ada anjing jantan bernama Nohan dan anjing betina bernama Babiyan di bawah pohon melihat mereka terbang. Anjing betina bertanya pada suaminya tentang kura-kura yang dibawa terbang oleh dua angsa tersebut. Anjing jantan menjawab dan mengejek kura-kura dengan mengatakan bahwa yang dibawa angsa itu bukan kura-kura tetapi tinja kerbau kering, oleh-oleh untuk anak angsa. Kata-kata itu terdengar oleh dua kura-kura itu. Mereka marah dan ingin menjawab sindiran anjing itu, maka terbukalah mulut mereka dan terlepas dari kayu yang digigitnya. Akhirnya kura-kura jatuh ke tanah dan dimakan dua anjing tersebut. (Sumber: Lap.Pendokumentasian Relief Candi Jago, 2007)