Candi merupakan bangunan suci yang digunakan untuk pemujaan. Menurut Soekmono, candi bukanlah makam, akan tetapi bangunan suci sebagai monumen peringatan tokoh yang telah meninggal (dharmma). Candi berasal dari kata Sansekerta candika yang merupakan bangunan pemujaan dari salah satu aspek Dewi Durga. Berdasarkan fungsinya candi dibagi menjadi dua, yaitu candi pemujaan yang digunakan untuk memuja dewata tertentu dan candi pendharmaan yang menjadi tempat pemujaan tokoh yang telah meninggal dan didewakan.
Candi Tegowangi terletak di Desa Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri. Mpu Prapanca, sang pengarang karya sastra Nagarakrtagama menceritakan candi ini didedikasikan sebagai tempat pendharmaan Raja Watsari, nama lain Bhre Matahun. Bhre Matahun adalah ipar Hayam Wuruk yang meninggal pada tahun 1388 Masehi. Jika menilik dari konsep pembuatan candi pendharmaan seorang tokoh maka harus menunggu 12 tahun setelah kematiannya. Akan tetapi terdapat kasus lain pada Candi Tegowangi yang diduga ketika candi belum selesai dibangun sang raja telah meninggal dahulu. Indikasi pendukung adanya kasus tersebut berupa pemahatan relief candi yang belum selesai pada sisi utara.
Candi Tegowangi tersusun dari batu andesit dengan sistem kuncian dengan arah hadap ke barat. Candi ini memiliki denah dasar bujur sangkar dengan panjang 11,2 meter, lebar 11,2 meter dan tinggi keseluruhan 4,35 meter. Bagian candi hanya tersisa kaki candi dengan gaya batur. Kaki candi bertingkat dua dan menggambarkan relief yang berbeda.Pada setiap bagian tengah fasad candi terdapat tonjolan seperti kolom yang dihias pahatan dasar relief pria dan wanita. Pada sudut timur laut terdapat struktur candi perwara dalam ukuran kecil.
Relief yang terdapat pada Candi Surawana adalah Sudhamala. Relief ini berkisah tentang peruwatan Bhatari Durga kembali ke bentuk semula sebagai Bhatari Uma oleh Sadewa. Relief dibaca dengan posisi berlawanan arah jarum jam (prasawya). Relief ini diawali dengan adegan wanita bertubuh besar sedang bermain gendang pada sisi kanan dinding tangga. Adegan dilanjutkan dengan permintaan Bhatari Durga kepada Dewi Kunti supaya mambawakan Sadewa. Adegan dilanjutkan dengan Dewi Kunti yang telah dirasuki setan Kalika membawa paksa Sadewa ke Setra Gandamayit, tempat Bhatari Durga. Sadewa kemudian diminta Bhatari Durga untuk meruwatnya, akan tetapi ia tidak tahu caranya. Sang Dewi hampir saja membunuh Sadewa. Pada akhirnya Bhatara Siwa menitis pada Sadewa dan peruwatan Durga berhasil dilaksanakan. Atas keberhasilannya, Sadewa dijuluki Sudhamala (penghilang penyakit) oleh Durga. Adegan dilanjutkan pertemuan Sadewa dengan Ni Padapa di Pertapaan Prangalas dan kemudian pertemuan keluarga Pandawa secara utuh.
Relief pada candi perwara berupa motif floral seperti kelopak bunga (padma) dalam posisi menghadap bawah, sulur-suluran maupun relief naratif. Relief naratif yang ada menceritakan aktivitas kehidupan sehari-hari manusia seperti adegan manusia memikul benda yang kemungkinan merupakan adegan perdagangan. Relief lainnya berupa gambar hewan yang terdapat pada bidang hias berbentuk belah ketupat. Relief ini serupa dengan medalion pada Candi Naga dan Candi Induk Panataran.
Kegiatan pelestarian terhadap Candi Surawana telah dilakukan sejak masa Hindia Belanda. Ialah N. W. Hoepermans yang pertama kali membuat kajian terhadap candi ini. Selanjutnya R. D. M. Verbeek dan J. Knebel pada tahun 1902 merekonstruksi dan mengkaji tinggalan yang ada. Tak lupa J. Perquin juga melakukan penelitian terhadap bangunan tersebut pada tahun 1915. Candi Tegowangi dipugar oleh Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditlitbinjarah) Republik Indonesia pada tahun 1983 – 1984. Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur juga pernah melakukan konsolidasi pada candi ini tahun 1993 – 1994.