Bangunan gedung sekolah ini dahulu adalah bangunan untuk sekolah Cina. Masyarakat Cina di Blitar masa kolonial terbagi dalam dua kelompok. Pertama adalah Cina Baba, disebut juga Cina Peranakan, artinya generasi kedua dan seterusnya yang tinggal di Indonesia. Biasanya mereka lebih terasimilasi secara sosial dan kultural dengan masyarakat pribumi. Golongan kedua adalah Cina asli atau singkek. Singkek artinya orang baru, mereka generasi pertama yang baru datang dan masih berkewarganegaraan Cina. Bangunan SMA YP ini, dulu digunakan sebagai sekolah bagi golongan Cina asli atau singkek. Sedangkan gedung sekolah Cina Baba berada di utara kelenteng. Komunitas Cina di Blitar awalnya memang menyelenggarakan pendidikan sendiri ketika itu karena merasa kurang mendapat perhatian dari pemerintah kolonial. Mereka akhirnya membentuk sekolah sendiri tahun 1900, dengan sebutan Choeng Hwa Choeng Hwi, di Blitar terealisir di Sumbersoka (Jl. Cepaka) dengan lama belajar 7 tahun. Merasa kecolongan pemerintah membentuk sekolah dasar berbahasa Belanda bagi anak-anak Cina yaitu Holandsh Cineesche School-HCS pada tahun 1908 termasuk di Blitar (sekarang SMP II).
Blitar masa kolonial merupakan kota yang multi etnis. Pada 1920 jumlah penduduk kota 19.700 orang (termasuk 500 orang warga Eropa dan 1700 orang Cina), pada 1930 berubah Timur Asing). Peningkatan jumlah yang cukup besar adalah warga Cina, yaitu mencapai hampir 67%, sedang warga Eropa meningkat 33,6%.
Masyarakat Cina di Blitar tersebut bergerak dalam berbagai bidang usaha. Salah satunya adalah industri rokok. Awalnya, di Blitar rokok diproduksi dalam skala rumah tangga, tetapi usaha tersebut semakin terdesak oleh para pengusaha Cina yang memproduksinya dengan sistem pabrik. Akibatnya usaha rumah tangga itu kemudian beralih menjadi bekerja untuk pengusaha Cina, sehingga pada 1927 dan 1928 Asisten Residen G.H. Barro mencatat mereka dapat memperoleh keuntungan puluhan ribu gulden.
Bidang usaha lain adalah bidang perdagangan. Pada 1910-an di Blitar dibangun Pasar Legi yang menunjukkan makin berkembangnya perekonomian kota. Pembangunan pesat ini dimaksudkan untuk menampung para pedagang lokal dan luar daerah, dan menjadi salah satu pusat aktivitas perekonomian. Jalan menuju lokasi tersebut diperlebar dan diperbaiki sehingga menjadi De Passarstraat pada 1923. Di sekitar pasar muncul rumah dan pertokoan Cina, bahkan rumah Capiten der Chineezen. Kompleks tersebut menjadi lokasi pemukiman etnis Cina lengkap dengan kelenteng yang berada di sudut timur laut Pasar Legi. Selanjutnya, bayak toko Cina didirikan di pusat kota, terutama di sepanjang De Heerenstraat, De Stationstraat dan beberapa jalan kota di sekitarnya. (Lap. Inventarisasi ODCB di Kota Blitar Tahap II 2015)