Sejarah SMPN 5 dan 6 Kota Blitar

0
2868

Gedung yang didirikan pada masa kolonial ini memiliki keterkaitan dengan dua tema dalam sejarah Indonesia, pendidikan dan militer.

Gedung ini awalnya dibuka pada tahun 1910 sebagai tempat penyelenggaraan sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang tergolong jenjang pendidikan menengah. Dalam sistem pendidikan Hindia Belanda ketika itu tingkat MULO sudah bisa dikatakan cukup tinggi bagi seorang pribumi. Siswa-siswa MULO berasal dari anak-anak Eropa, Cina dan pribumi kaya. Sukarni sempat mengenyam pendidikan di MULO Blitar. Aktifitas Sukarni yang kian padat dalam pengorganisasian pemuda dengan dalih kebudayaan dan olahraga, membuatnya semakin sering mengikuti dan mengadakan rapat umum yang mengerahkan massa. Hal itu membuatnya berada dalam pengawasan Politieke Inlichtingen Dienst  (PID), sebuah institusi kolonial yang bertugas memata-matai aktifitas pergerakan. Lantaran aktifitas ekstra-sekolah yang menyita waktu tersebut, Sukarni dikeluarkan dari sekolahnya di MULO Blitar (Kurniawaty Dkk,2012;11)

Pada masa pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai tangsi militer untuk PETA. Pada 14 Februari 1945, daidan PETA Blitar melancarkan pemberontakan terhadap tentara Jepang. Dari markasnya di bekas gedung MULO Blitar memulai tembakan pertama perlawanan.

Pada masa kemerdekaan gedung ini dikembalikan fungsinya sebagai tempat pendidikan. Kurun waktu 1945-1965 dipergunakan sebagai Sekolah Guru A dan Sekolah Guru B, sedangkan pada kurun waktu 1965-1998 gedung ini dipergunakan sebagai Sekolah Teknik (ST), Sekolah Kesejahteraan Keluarga Pertama (SKKP), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan pada kurun waktu 1998 hingga kini digunakan oleh Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3, 5, dan 6, serta Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 3. (Lap. Inventarisasi ODCB di Kota Blitar Tahap II 2015)