Candi Sawentar II

0
450

Candi Sawentar II terletak di Dusun Centong, Desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, berjarak kurang lebih 200 meter di barat daya Candi Sawentar I. Penemuan Candi ini, bermula saat Bapak Sugeng Ahmadi menggali tanah untuk keperluan pembuatan sumur di sekitar Pasar Sawentar, temuan tersebut kemudian dilaporkan lembaga purbakala kala itu yang masih bernama SPSP Jawa Timur, pada bulan Agustus 1999 Balai Arkeologi Yogyakarta, melakukan ekskavasi untuk menampakkan struktur candi yang terkubur endapan material dari letusan Gunung Kelud dan menurut penelitian dari Balai Arkeologi Yogyakarta, diketahui bahwa tanah asli (maaiveld) Candi Sawentar II berada antara 130 cm – 200 cm dari permukaan tanah sekarang (Tjahjono, 2000: 36). Menurut Baskoro Daru Tjahjono, candi ini merupakan sebuah monumen peringatan dan didirikan untuk mengenang peristiwa perebutan tahta (paregreg) pada masa pemerintahan ayahnya, yang terjadi 40 tahun lalu sebelum bangunan ini didirikan. Dasar dari dugaan ini adalah pahatan Candra sengkala bergambarkan naga memakai mahkota dan menelan matahari, ditafsirkan berbunyi “nagaraja anahut surya”, yang bermakna tahun 1318 Saka (1436 M).

Apabila diamati dari makna penggambaran naga yang mengenakan mahkota, sangat mungkin hal itu merupakan simbolisasi seorang raja yang marah, dan digambarkan sedang berusaha menelan matahari. Sedangkan matahari yang dicaplok naga raja tersebut merupakan simbolisasi dari kekuasaaan Majapahit yang sedang dicabik-cabik untuk diruntuhkan. Sebab matahari yang digambarkan pada panil itu adalah “Surya Majapahit” yang merupakan lambang kebesaran Kerajaan Majapahit. Dengan demikian penggambaran “nagaraja anahut surya” adalah untuk menggambarkan adanya upaya-upaya untuk meruntuhkan kekuasaaan Majapahit melalui perebutan tahta oleh Wirabhumi terhadap kekuasaan Wikramawardhana yang oleh Pararaton disebut “paregreg”. (Tjahjono.1999:72-74).

Upaya pelestarian yang dilakukan terhadap Candi Sawentar II, melalui penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta dari tahun 1999 s.d 2006 dari tahap I hingga tahap VI yang termuat dalam Berita Penelitian Arkeologi Balar Yogyakarta, selain itu upaya lainnya adalah dengan melakukan pencatatan melalui kegiatan inventarisasi, konservasi secara berkala dan menempatkan juru pelihara.(enik yumastutik)