pabrik gula tanjung tirta 1937

Pabrik Gula Tanjung Tirto tahun 1937

Perjalanan pabrik gula di Indonesia telah berlangsung sejak penjajahan kolonial Belanda. Perjalanan panjang ini pun secara otomatis membentuk persepsi masyarakat terkait nilai sejarah yang melekat erat pada eksistensi pabrik gula di Indonesia. Pada akhir abad 19, perkebunan tebu banyak dijalankan oleh perusahaan-perusahaan swasta Belanda yang kemudian lazim dengan istilah onderneming. Mereka menjalankan usaha ganda di Yogyakarta. Disamping menjalankan usaha tebu mereka juga mendirikan pabrik gula di sekitar areal perkebunan tebu. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Pabrik gula yang diusahakan pihak kolonial dipimpin oleh seorang administratur yang bertindak sebagai pengelola perusahaan. Administratuur dibantu oleh beberapa orang pengawas (ziender). Jabatan seperti administratuur dan ziender diduduki oleh orang Belanda, sedangkan orang-orang pribumi biasanya merupakan pegawai rendahan dan tenaga kasar. Sebagai contoh, sebuah pabrik gula di Yogyakarta biasanya dikelola oleh administratuur dengan bantuan 20-25 orang Belanda. Pada musim giling, jumlah orang pribumi berkisar antara 800-1000 orang, sedangkan pada musim sepi berkisar antara 250-300 orang. Untuk mendukung industri gula, selain ekstensifikasi perkebunan, turut dibangun pabrik-pabrik gula di Yogyakarta.

Tahun 1860, di Yogyakarta didirikan pabrik gula tenaga air, lalu disusul pembangunan empat pabrik lagi, kemudian tujuh pabrik didirikan lagi dan salah satunya menggunakan tenaga uap. Pada masa kejayaan industri gula, di wilayah Yogyakarta berdiri 17 pabrik gula, yaitu Pabrik Gula Gondang Lipuro (Ganjuran), Pabrik Gula Padokan, Pabrik Gula Gesikan, Pabrik Gula Jebugan (Bantul), Pabrik Gula Barongan, Pabrik Gula Pundong, Pabrik Gula Kedhaton Pleret, Pabrik Gula Rewulu, Pabrik Gula Demakijo, Pabrik Gula Cebongan, Pabrik Gula Beran, Pabrik Gula Medari, Pabrik Gula Sendangpitu, Pabrik Gula Sewu Galur, Pabrik Gula Randugunting, Pabrik Gula Wonocatur dan Pabrik Gula Tanjung Tirto.

Pabrik Gula Tanjung Tirto didirikan oleh InternationaleCrediet en Handelsvereeniging “Rotterdam” (Internatio) tahun 1874. Internatio merupakan perusahaan perbankan yang berdiri tahun 1863 dan berkedudukan di Rotterdam, Belanda. Di sekitar pabrik gula Tanjung Tirto, InternationaleCrediet en Handelsvereeniging “Rotterdam” (Internatio) juga mendirikan bangunan-bangunan penunjang seperti kantor Administratuur (1923), perumahan ziender dan pegawai pribumi (1923-1924), rumah sakitpembantu (hulpziekenhuizen) (1922), dan sekolah pertukangan (Ambachtschool) yang dibuka pada tanggal 15 Mei 1928, yang ditandai dengan penanaman sebuah pohon beringin oleh Sultan Hamengku Buwana VIII yang disaksikn oleh Paku Alam VII dan Residen Yogyakarta.

situasi pabrik gula tanjung tirta 1931-1937Situasi Pabrik Gula Tanjung Tirto tahun 1931-1937

Penghasilan dari gula selain menguntungkan Belanda juga memberi penghasilan bagi Sultan Hamengku Buwana VII selaku pemilik tanah. Sultan menghapuskan sistem pembayaran para priyayi dan abdi dalem dengan tanah dan menjadikan tanah itu sebagai perkebunan gula dan pabrik-pabriknya. Dari penghasilan pabrik gula tersebut abdi dalem digaji. Pada tahun 1931 terjadi kesepakatan perdagangan gula yang dikenal sebagai Charbourne Agreement. Pada perjanjian itu Pemerintah Belanda diharuskan mengurangi jumlah produksi. Jawa diwajibkan menurunkan produksi gulanya dari sekitar 3 juta ton menjadi tidak lebih dari 1,4 juta ton per tahun. Hal ini berlaku juga untuk wilayah Yogyakarta. Sembilan pabrik gula tumbang dan harus ditutup. Pabrik-pabrik yang masih bertahan melewati masa malaisseada delapan, yakni, PG Kedaton Pleret, PG Medari, PG Cebongan, PG Beran, PG Gesikan, PG Gondang Lipuro, PG Padokan, dan PG Tanjung Tirto. Pada masa pendudukan Jepang, sebagian besar pabrik gula dialihfungsikan untuk menanam palawija dan padi demi keperluan tentara Jepang. Keadaan ini semakin parah setelah Indonesia merdeka. Semua pabrik gula di wilayah Yogyakarta dibumihanguskan oleh para pejuang dan TNI agar tidak digunakan oleh tentara militer Belanda yang ingin menguasai kembali wilayah negara kita. Walau tidak banyak tersisa, namun ada beberapa bangunan yang masih dapat dikenali sebagai contoh bangunan SMP Negeri 1 Berbah dan Polsek Berbah.

  1. Bangunan SMP Negeri 1 Berbah

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Pada awalnya gedung SMP Negeri 1 Berbah merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun tahun 1923. Pada zaman pendudukan Jepang digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini kosong, seiring dengan adanya Serangan Umum 1 Maret 1949, bangunan ini dikuasai pasukan TNI dan tidak ada yang menempati sampai tahun 1951.Sejak tahun 1951 bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah. Tahun 1951 – 1952 dipergunakan sebagai Sekolah Tenik Negeri Kalasan (STNK), pindahan dari STNK yang berada di Kalasan. Tahun 1952 – 1969 dipergunakan sebagai STN Kalasan. Tahun 1969 sampai sekarang dipergunakan sebagai gedung SMP Negeri 1 Berbah.

  1. Kantor Polsek Berbah

Polisi Sektor Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kalitirto, Berbah, Sleman. Pada awalnya, Kantor Polsek Berbah merupakan salah satu rumah dinas ziender atau Pengawas Pabrik Gula Tanjung Tirto (Suiker Fabrieek Tandjong Tirto) yang didirikan tahun 1924. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini merupakan tangsi / asrama tentara Belanda dengan Pabrik Gula Tanjung Tirto sebagai markasnya.  Seiring dengan adanya Serangan Umum 1 Maret 1949, bangunan ini kosong dan tidak ada yang menempati sampai tahun 1957. Sehubungan dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Pemerintah Daerah No: I / 1957 tentang pembentukan Daerah Swantara , maka susunan Kepolisian berubah . Kepolisian Wilayah Yogyakarta dirubah menjadi Distrik Kepolisian Yogyakarta , sedangkan Kepolisian Kecamatan diubah menjadi Sektor Kepolisian. Sejak tahun 1957 sampai sekarang bangunan ini digunakan untuk kantor Polisi Sektor Berbah.

( Himawan Prasetyo, S.S. / Staf BPCB Yogyakarta )

 

Daftar Pustaka

Ong Hok Ham . 2002. Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong: Refleksi Historis Nusantara. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara

Praptomo SP, 2000. Perkebunan Tebu dan Persoalan Irigasi di Yogyakarta tahun 1860-1950. Skripsi Fakultas Ilmu Budaya UGM (tidak diterbitkan)

Purwanta, 1987. Pemogokan Buruh Tebu di Yogyakarta tahun 1882. Skripsi Fakultas Ilmu Budaya UGM (tidak diterbitkan)

Sugiarti Siswadi, Rumah Sakit Bethesda: dari masa ke masa (Yogyakarta: Andi Offset, 1989)

Suhartono WP, 2010. Bandit-Bandit Pedesaan : Studi Historis 1850-1942. Yogyakarta: Graha     Ilmu.

Utrechts Nieuwsblad 1928

www.tropenmuseum.nl