medium_594893D245461

Semenjak gempa tahun 2006, Candi Siwa ditutup untuk pengunjung dalam rangka penelitian dan pemugaran. Tahun 2014, Candi Siwa telah selesai dipugar dan telah diresmikan oleh Wakil Presiden RI, Prof. Dr. Boediono di Istana Wakil Presiden RI di Kebon Sirih Jakarta pada tanggal 19 Oktober 2014. Setelah kegiatan peresmian tersebut, maka Candi Siwa yang telah lama ditutup kini dibuka kembali untuk umum. Pembukaan kembali Candi Siwa dilakukan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Prof. Dr. Kacung Marijan pada tanggal 5 November 2014 dengan sebuah acara syukuran.

Sejarah pembangunan Candi Prambanan belum diketahui dengan pasti, namun berdasarkan interpretasi Prasasti Siwagrha, kompleks candi ini diresmikan pada tahun 856 Masehi. Catatan C. A. Lons pada tahun 1733 dalam lawatannya ke Yogyakarta dan Surakarta pada akhir abad XVIII M, menyebutkan adanya reruntuhan bangunan di kawasan Prambanan. Pada awal abad XIX, Raffles, memerintahkan C. Mackenzie dan G. Baker untuk melakukan penelitian kekunaan Candi Siwa di Kompleks Candi Prambanan. Pemugaran di kompleks Candi Prambanan pertama kali dimulai tahun 1918, yaitu ketika FDK Bosch menugaskan P.J. Perquin di bawah Dinas Purbakala untuk menyusun kembali Candi Siwa.

Pada tanggal 27 Mei 2006, terjadi gempa bumi tektonik yang mengguncang wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sekitarnya. Akibatnya, banyak bangunan cagar budaya mengalami kerusakan, termasuk bangunan candi pada Kompleks Candi Prambanan. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa semua bangunan di Kompleks Candi Prambanan mengalami kerusakan struktural maupun kerusakan material dengan jenis dan kondisi kerusakannya cukup bervariasi. Akibat kerusakan pada bangunan Candi Siwa, maka Candi Siwa ditutup untuk umum, karena kondisinya berbahaya bagi pengunjung. Secara umum, kerusakan yang terjadi akibat gempa 2006 dapat dibedakan menjadi kerusakan struktural dan kerusakan material. Kerusakan struktural biasanya ditandai adanya retakan yang menyambung baik secara vertikal maupun horizontal, sedangkan kerusakan material berupa kerusakan pada batu candi. Adanya perbedaan karakteristik retakan tersebut mengakibatkan adanya perbedaan penanganan terhadap kerusakan yang terjadi.

Dalam rangka merumuskan konsep penanganan yang paling tepat bagi Candi Siwa, maka dilakukan penelitian yang cukup panjang mulai tahun 2007 hingga 2012 serta beberapa diskusi ilmiah yang melibatkan BPCB Yogyakarta, Tim UNESCO dan beberapa staf ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti, Arkeologi, Geologi, dan Teknik Sipil dari UGM. Penelitian yang telah dilakukan antara lain :

·      Penelitian Aspek Geologi (tahun 2007)

·      Penelitian sungai purba (tahun 2007)

·     Penelitian struktur mekanika tanah halaman I kompleks Candi Prambanan (tahun 2007)

·      Pemasangan alat seismometer dan crack monitoring (tahun 2009 dan 2010)

·      Penelitian fondasi (tahun 2010)

·      Penelitian struktur Candi Siwa (tahun 2009-2011)

·      Penelitian bahan isian (filler) (tahun 2010-2012)

·      Penyusunan DED (Detail Engineering Design) / tahun 2012

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disimpulkan bahwa fondasi Candi Siwa masih cukup stabil sehingga penanganan kerusakan Candi Siwa dilaksanakan dengan cara memberi perkuatan pada struktur Candi Siwa, tanpa melakukan pembongaran total. Metode tersebut selanjutnya disebut sebagai konsolidasi. Kegiatan konsolidasi ini dilakukan dengan injeksi menggunakan bahan pengisi (filler) mortar hidrolik yang terdiri dari campuran bahan alami seperti pasir, kapur, dan zeolit. Filler mortar hidrolik berfungsi untuk mengisi rongga-rongga yang ada di dalam tubuh candi. Kegiatan konsolidasi Candi Siwa dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap I dilaksanakan tanggal 19 Agustus – 16 September 2013. Sedangkan tahap II dilaksanakan selama tujuh bulan, mulai tanggal 3 Februari – 1 September 2014 untuk melaksanakan konsolidasi Candi Siwa Kwadran II, III, dan IV.