Ngejaman Keben merupakan salah satu bukti keharmonisan hidup yang telah dijalin oleh masyarakat Tionghoa, pegawai Gubermen, dan Keraton Yogyakarta. Monumen yang terdiri atas dua bagian berupa prasasti dan jam ini, juga sekaligus menjadi penanda semangat kebersamaan antar masyarakat multikultural yang ada di Yogyakarta. Keberagaman multietnis yang hidup berdampingan di Yogyakarta telah mendapat peneguhan dari Keraton pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VIII.

     Monumen Ngejaman Keben terletak di Jalan Rotowijayan, dan berada dalam satu kompleks dengan Masjid Rotowijayan. Dahulu monumen Ngejaman Keben berada di halaman Sri Manganti sisi timur.

Ngejaman Keben memuat isi prasasti yang berbunyi:

“Penget kagungan Dalem jam nama Seinkrun, pisungsung saking paguyubanipun abdinipun Kangjeng Gubermen sarta bangsa Tiyohwa ingkang manggen ing nagari Dalem Ngayogyakarta Hadiningrat amengeti wiyosan Dalem Jumenengan tumbuk kalih windu, marengi ing dinten Senen Wage tanggal kaping 29 wulan Jumadilawal tahun Alip 1867 utawi kaping 17 Agustus 1936.”

Terjemahannya:

“Persembahan dari paguyuban para pegawai pemerintahan dan masyarakat Tionghoa yang bertempat tinggal di wilayah Ngayogyakarta Hadiningrat dalam rangka memperingati penobatan Sri Sultan HB VIII tepat dua windu, pada hari Senen Wage tanggal 29 Bulan Jumadilawal tahun Alip 1867 atau 17 Agustus 1936.”