Ancaman kerusakan cagar budaya bisa datang kapan saja, baik dalam situasi alamiah maupun situasi ciptaan manusia, termasuk saat kondisi perang. Indonesia memiliki peraturan tentang pelestarian cagar budaya yaitu Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Namun, dalam regulasi tersebut belum ada pasal yang mengatur tentang pelindungan cagar budaya pada masa konflik bersenjata.

     Ketiadaan hukum formal yang mengatur tentang pelindungan cagar budaya pada masa konflik bersenjata, membuat pemerintah Indonesia membentuk Panitia Tetap Penerapan dan Penelitian Hukum Humaniter (PANTAP). Anggota PANTAP terdiri dari perwakilan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, Palang Merah Indonesia, Kementerian Sosial, Tentara Nasional Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ICRC (International Committee of the Red Cross), dan Universitas. Tugas PANTAP yaitu memberikan rekomendasi kepada Kementerian Hukum dan HAM perihal kebijakan pemerintah terkait dengan konvensi Jenewa 1949 dan protokol tambahan 1977, dan peraturan internasional lainnya yang bekenaan dengan hukum humaniter.

Kegiatan diseminasi (Foto: Dok. BPCB DIY 2021)

     Tugas PANTAP merumuskan rancangan Undang-Undang Pelindungan Benda Cagar Budaya Pada Masa Konflik Bersenjata sejalan dengan apa yang diamanahkan dalam Pasal 3 Konvensi Den Haag 1954, yaitu negara peserta pada masa damai mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk melindungi benda cagar budayanya. Selain merumuskan rancangan Undang-undang tentang pelindungan benda cagar budaya, PANTAP juga memiliki tugas lain. Di antaranya melingkupi kegiatan pelatihan hukum humaniter bagi tenaga pengajar, pegawai dan jurnalis, diseminasi hukum humaniter di beberapa provinsi di Indonesia.

     Pada Selasa, 23 Maret 2021, Sekretariat PANTAP melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan diseminasi hasil rekomendasi PANTAP tahun 2020 tentang “Langkah Kebijakan Pemerintah Indonesia Berkaitan dengan Kemungkinan Ratifikasi Protokol II Tahun 1999 tentang Pelindungan Cagar Budaya Pada Masa Konflik Bersenjata” di ruang rapat Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (BPCB DIY). Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta perwakilan dari BPCB DIY selaku salah satu Unit Pelaksana Tugas (UPT) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam diseminasi ini membahas beberapa hal antara lain sebagai berikut.

1. Pokok-pokok isi rekomendasi PANTAP tahun 2020 tentang “Langkah Kebijakan Pemerintah Indonesia Berkaitan dengan Kemungkinan Ratifikasi Protokol II Tahun 1999 tentang Pelindungan Cagar Budaya Pada Masa Konflik Bersenjata” di antaranya yaitu.

a. Merekomendasikan bahwa sekarang ini dipandang tidak akan efektif apabila dilakukan ratifikasi protokol II tahun 1999 tentang pelindungan cagar budaya pada masa konflik bersenjata karena legislasi atau aturan hukum nasional, khususnya KUHP, belum mencakup tentang kejahatan perang;

b. Merekomendasikan bahwa meskipun ratifikasi tidak dilakukan, namun semangat dari protokol II tahun 1999 tentang perlindungan cagar budaya pada masa konflik bersenjata perlu dimasukkan ke dalam peraturan nasional;

c. Merekomendasikan bahwa karena proses peraturan pemerintah turunan dari undang-undang cagar budaya (11/2010) sedang dalam proses penetapan, sebaiknya poin-poin semangat dari protokol II tahun 1999 tentang perlindungan cagar budaya pada masa konflik bersenjata tersebut perlu dimasukkan ke dalamnya.

2. Tindaklanjut dari hasil rekomendasi di atas yaitu mengupayakan instrumen hukum lain dalam menerapkan semangat protokol II tahun 1999 tentang perlindungan cagar budaya pada masa konflik bersenjata, khususnya dengan adanya peluang terkait amandemen undang-undang cagar budaya yang didorong dari pihak legislatif.

3. Penyusunan Peraturan Pemerintah, sebagai aturan pelaksana Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dalam rangka menghimpun masukan-masukan dari pemangku kepentingan di daerah.

 

Kepala Subdirektorat Hukum Internasional Agvirta Armilia Sativa (kanan) menyerahkan hasil rekomendasi PANTAP tahun 2020 kepada Kepala BPCB DIY, Zaimul Azzah (kiri). (Foto: Dok. BPCB DIY 2021)

     Protokol II Tahun 1999 tentang Pelindungan Cagar Budaya Pada Masa Konflik Bersenjata merupakan bagian dari Konvensi Den Haag 1954. Protokol ini merupakan bagian yang membahas pelindungan khusus bagi benda budaya pada masa konflik bersenjata. Namun Protokol II ini menjelaskan bahwa praktik pelepasan status pelindungan benda cagar budaya harus ditetapkan oleh perwira setingkat komandan divisi dan telah didaftarkan dalam International register of cultural property under special protection.

Peserta diseminasi berfoto bersama (Foto: Dok. BPCB DIY 2021)

     Kegiatan ini menghasilkan tiga kesimpulan. Pertama, mengupayakan instrumen hukum lain dalam menerapkan semangat protokol II tahun 1999 tentang pelindungan cagar budaya pada masa konflik bersenjata, khususnya dengan adanya peluang terkait amandemen undang-undang cagar budaya yang didorong dari pihak legislatif. Kedua, logo tiga perisai biru di Candi Prambanan dan Candi Borobudur tidak perlu dilepas meskipun belum didaftarkan UNESCO sebagai penyemangat untuk segera didaftarkan. Ketiga, proses pendaftaran tersebut akan diupayakan dan terus berkoordinasi antara Tim PANTAP dan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan.