Dalem Jayadipuran pernah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia Pertama. Hari dimulainya kongres ini kemudian dikenang sebagai Hari Ibu. Dalem yang berarsitektur rumah Jawa dengan pengaruh gaya Eropa ini pada masa pergerakan nasional, menjadi tempat kegiatan budaya dan politik yang ada di Yogyakarta seperti pertemuan-pertemuan organisasi berskala nasional (Hamoko, dkk, 2014 : 14).

Kongres Perempuan Indonesia Pertama berlangsung pada 22 – 25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres ini diprakarsai para pemimpin organisasi pergerakan perempuan saat itu antara lain Raden Ayu Soekanto dari perkumpulan Wanita Oetomo, Sutartinah atau Nyi Hajar Dewantara (istri dari Ki Hajar Dewantara) dari perkumpulan wanita Taman Siswa, dan Soeyatin dari perkumpulan Puteri Indonesia. Kongres ini diketuai oleh Raden Ayu Soekanto.

Dalem Jayadipuran. (Dok. BPCB DIY 2013)
Pelopor Kongres Perempuan Indonesia Pertama. (Sumber: Buku Kongres Perempuan Pertama: Tinjauan Ulang Karya Susun Blackburn)

Kongres ini dihadiri 30 organisasi perempuan di antaranya, Wanita Oetomo, Poetri Indonesia, Aisjijah, Poetri Boedi Sedjati, Wanita Sedjati, Darmo Laksmi, Roekoen Wanodijo, Jong Java, Wanita Moelyo, Taman Siswa,  Jong Islamieten Bond, Jong Madoera. Selain itu, hadir pula organisasi-organisasi yang dipimpin oleh laki-laki seperti Boedi Oetomo, Mohammadijah, Sarekat Islam, Partai Nasional Indonesia (PNI) (Blackburn, 2007 : xi-xx).

Kongres Perempuan Indonesia Pertama ini fokus membahas permasalahan sosial, khususnya yang terkait dengan nasib kaum perempuan. Perkawinan dan pendidikan menjadi dua hal utama yang menjadi pembahasan. Pernikahan dini pada anak perempuan ditentang keras dalam kongres ini. Anggota kongres dianjurkan untuk membuat propaganda tentang dampak buruk dari pernikahan dini. Pemberdayaan perempuan diupayakan dengan membiayai pendidikan untuk anak-anak perempuan yang tidak mampu melalui beasiswa. (Blackburn, 2007 : 146)

 

Kongres Perempuan Pertama menghasilkan beberapa keputusan penting. Pertama, didirikan Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) yang menjadi satu wadah bagi seluruh organisasi perempuan pribumi untuk berkomunikasi. Kedua, pendirian PPI tidak melibatkan isu politik dan lebih berfokus pada hak serta peran perempuan dan kehidupan keluarga secara utuh. Ketiga, PPI akan berusaha untuk memberikan beasiswa kepada perempuan-perempuan yang berbakat namun kurang mampu, akan mengadakan kursus-kursus bidang kesehatan, pemberantasan akan pernikahan dini pada anak-anak, serta memajukan kepanduan wanita Indonesia (Stuers, 2008 : 113-114).

Penetapan Hari Ibu

Hari dimulainya Kongres Perempuan Pertama tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu pada Kongres Perempuan III tanggal 22-27 Juli 1938 di Bandung. Kongres ini diketuai oleh Emma Puradireja. Peringatan Hari Ibu secara resmi disahkan sebagai hari nasional oleh Presiden Sukarno melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959.

 

Tanggal 22 Desember dirayakan sebagai Hari Ibu bertujuan untuk menghargai kedudukan dan peran seorang ibu dalam keluarga dan menciptakan generasi penerus yang baik. Di samping itu, juga sebagai penanda peristiwa tonggak sejarah kebangkitan pergerakan perempuan pribumi (Majalah Arsip Nasional, 2012 : 19).

Kegiatan Kongres Perempuan Indonesia Pertama. (Sumber: Buku Kongres Perempuan Pertama: Tinjauan Ulang Karya Susun Blackburn)

Riwayat dan Arsitektur Dalem Jayadipuran

 

Dalem Jayadipuran semula bernama Dalem Dipawinatan. Dalem ini dibangun pada 1874 oleh abdi dalem Bupati Anom di Keraton Yogyakarta yakni Raden Tumenggung Dipawinata. Dalem Dipawinatan diserahkan kembali kepada Keraton Yogyakarta setelah masa penggunaan tanah (hak anggaduh) lokasi berdirinya dalem ini berakhir. Pada tahun 1917, Sultan Hamengku Buwana VII menghadiahkan Dalem Dipawinatan  kepada menantunya, yaitu Kanjeng Raden Tumenggung Jayadipura. Setelah resmi menjadi milik Kanjeng Raden Tumenggung Jayadipura, Dalem Dipawinatan berganti nama menjadi Dalem Jayadipuran.

Dalem Jayadipuran sebelum dipugar. (Dok. BPCB DIY)
Dalem Jayadipuran. (Dok. BPCB DIY 2013)

Pembagian ruangan di Dalem Jayadipuran berdasarkan pola tradisional rumah Jawa. Bagian depan terdiri atas kuncungantopenganpendopo dan pringgitan. Kemudian bagian tengah atau dalam, adalah bangunan inti yang terdiri atas ruang dalam, sentong kiwosentong tengah, dan sentong tengen. Bagian tengah dilingkupi dengan dinding tembok dengan luas ruangan 210 m2. Bagian belakang dalem Jayadipuran terdiri atas dan dua buah kamar mandi. Bagian samping berisikan gandok kiwo dan gandok tengen. Dalem Jayadipuran juga memiliki bagian pelengkap seperti perkantoran, perpustakaan, dan musala (Laporan Pendataan, 1993 : 9-13).

Dalem Jayadipuran ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan Permenbudpar No. PM.25/PW.007/MKP/2007 tanggal 26 Maret 2007. Dalem Jayadipuran terletak di Jalan Brigjen Katamso No. 139, Kelurahan Kaparakan, Mergangsan, Yogyakarta sebagai kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta.

Referensi :

Blackburn, Susan. Kongres Perempuan Pertama Tinjauan Ulang (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007) (semula paling bawah)

De Stuers, Cora Vreede, Sejarah Perempuan Indonesia : Gerakan dan Pencapaian (Depok : Komunitas Bambu, 2008).

 Harnoko, Darto, Sri Retno Astuti, Nurdiyanto, Rumah Kebangsaan Dalem Jayadipuran Periode 1900-2014 (Yogyakarta : Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2014)

Laporan Pendataan Dalem Jayadipuran, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 1993/1994

Media Arsip Nasional, Rekam Jejak Perempuan Indonesia, (Jakarta : ANRI, 2012)

Dewi, Vitriyana Kusuma, Gayung Kasuma. 2014. “Perempuan Masa Orde Baru (Studi Kebijakan PKK dan KB Tahun 1968-1983)”, dalam Jurnal Kesejarahan, Vol. 4, No. 2 Juni 2014.

Sujati, Budi, Ilfa Harfiatul Haq. 2020. “Gerakan Perempuan di Jawa (1912-1941)”, dalam Jurnal Ilmu Usluhuddin, Adab, dan Dakwah, Vol. 2, No. 1, Juni 2020.

 

Ditulis oleh:

Adhestalini Intan Galdhira

Ilmu Sejarah, Universitas Diponegoro

*Penulis adalah mahasiswa yang magang di Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY