Judul

Edisi

Penerbit                      

Unduh

Catatan Redaksi

: Buletin Narasimha

: No. 03/III/2010

: Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi D.I. Yogyakarta

: bit.ly/narasimha2010

:Peranan Kaum Intelektual dalam Pelestarian: Sebuah Tantangan

     Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa aspek pelestarian dan pemanfaatan pusaka budaya atau warisan budaya bangsa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Pusaka budaya harus dilestarikan dan diselamatkan dari ancaman kerusakan agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masa kini dan masa akan datang. Pusaka budaya tersebut tidak hanya bermanfaat untuk “menghidupi dirinya sendiri” tetapi juga masyarakat dan lingkungannya. Pemanfaatan untuk berbagai kepentingan apabila dilakukan dengan berlebihan atau tidak terkontrol dapat pula mengancam kelestarian serta keselamatannya dan pada gilirannya akan merugikan warisan pusaka budaya itu sendiri. Jika yang terjadi demikian pusaka budaya tersebut akhirnya akan berubah bentuk dan bahkan dapat merusak konteks kebudayaannya. Akhirnya, berdampak bahwa pusaka budaya yang ada tidak dapat menghidupi dirinya sendiri bahkan masyarakat lingkungan sekitarnya.

      Konflik kepentingan dalam pemanfaatan pusaka budaya adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Berbagai benturan kepentingan dalam pemanfaatan akan terjadi, baik antarlembaga, antarmasyarakat, ataupun antarmasyarakat dengan lembaga. Di sinilah, diperlukan kesamaan pandangan dan kesamaan pemahaman terhadap aspek pemanfaatan yang berwawasan pelestarian. Aspek pemanfaatan ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan harus mendukung pada usaha pemeliharaan dan pelestarian. Kepentingan yang satu tidak boleh mendominasi kepentingan yang lain. Dengan demikian, harus disadari bahwa pemanfaatan pusaka budaya sebagai sebuah sumberdaya budaya harus dilakukan terkontrol dan semua kepentingan harus dalam keseimbangan serta keselarasan.

    Oleh karena itu, pemanfaatan warisan budaya harus tetap mengacu pada usaha pelestarian yakni pemanfaatan yang berwawasan pelestarian. Pada dasarnya upaya tersebut ditegaskan dan diatur dalam pasal 2 UURI No. 5 Tahun 1992 yaitu “Perlindungan benda cagar budaya dan situs bertujuan melestarikan dan memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional”. Pada dasarnya untuk mendukung kemajuan kebudayaan nasional, maka upaya pelestarian pusaka budaya harus dilakukan secara menyeluruh dan melalui suatu proses yang berkelanjutan. Perlu ditegaskan bahwa misi pelestarian, penyelamatan, dan pemeliharaan bukan semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, kalangan perguruan tinggi, lembaga-lembaga tertentu, dan masyarakat secara luas (stakeholders). Upaya yang dilakukan tentunya harus tetap mengacu pada peraturan dan perundang-undangan, baik nasional maupun internasional.

      Masyarakat intelektual sebagai bagian dari masyarakat secara keseluruhan juga harus melibatkan diri, baik langsung atau tidak langsung terhadap usaha penyelamatan pusaka budaya yang ada. Berbagai usaha dan upaya yang dilakukan tersebut di atas harus membangkitkan apresiasi kepada masyarakat luas. Proses pendidikan kepada masyarakat merupakan bagian untuk membentuk sikap apresiatif terhadap pusaka budaya dan itu perlu terus dilakukan melalui berbagai cara dan media. Melalui pendekatan edukatif diharapkan dapat dibentuk sikap dan komitmen untuk memelihara dan melestarikan pusaka budaya yang ada agar dapat dimanfaatkan dan mempunyai arti penting bagi bangsa.

     Masyarakat intelektual harus menjadi contoh bagi masyarakat umum dan berada di baris depan dalam gerakan moral menyelamatkan pusaka budaya demi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Mengapa masyarakat intelektual ditantang untuk menjadi motor gerakan ini? Perlu diketahui, bahwa kaum intelektual adalah kelompok cerdik pandai atau kaum terpelajar dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Di samping itu, mereka mempunyai kecerdasan tinggi, bersifat kecendekiawanan serta mempunyai totalitas dalam kesadaran yang menyangkut pemikiran serta pemahaman dalam berbagai hal (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Oleh karena itu, kaum intelektual ditantang untuk selalu mempunyai komitmen, bersikap independen, bebas tekanan, dan konsisten memberikan kontribusi signifikan di dalam upaya pelestarian pusaka budaya bangsa.

     Pusaka budaya lokal kita pada dasarnya juga dapat mempunyai arti atau nilai penting bagi kepentingan nasional bahkan internasional. Terkait eksistensi budaya lokal, ada pepatah mengatakan bahwa kita semua tetap harus berperilaku atau berkepribadian lokal tetapi dapat berfikir secara global (act locally think globally). Kita semua dapat mulai berpijak dari yang lokal kemudian menuju wawasan global atau universal. Lebih baik menyelamatkan budaya lokal untuk kepentingan global daripada mementingkan kepentingan global tetapi membahayakan yang lokal. Sangat ironis apabila masyarakat intelektual yang diberikan anugerah ilmu pengetahuan oleh Tuhan Yang Maha Esa justru menjadi penyebab hancurnya pusaka budaya bangsa. Kita semua patut merenungkan kata-kata ajakan “Learning the past to improve the future”. Maksudnya bahwa kita semua terlebih kaum intelektual harus mampu belajar dari apa yang telah terjadi pada masa lalu, untuk menyongsong dan mengolah masa depan untuk kehidupan lebih baik. Di sisi lain, kaum intelektual hendaknya juga harus terus berbuat nyata dan tertantang, sekecil apa pun nilai kontribusinya untuk berpartisipasi aktif dalam upaya pelestarian pusaka budaya khususnya dan pembangunan budaya bangsa pada umumnya. Sekecil apapun daya upaya kalau hal itu dilakukan secara sungguh-sungguh dan konsisten akan mempunyai arti penting bagi masyarakat luas. Relevan dengan permasalahan tersebut, kata-kata bijak Mahatma Gandhi perlu juga kita renungkan bersama, ”What you do is of little significance. But it is very important that you do it.”